Home / Romansa / Menjadi Istri Putera Mahkota / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Menjadi Istri Putera Mahkota : Chapter 11 - Chapter 20

45 Chapters

11. Dilema

Dalam diam Hamdan menatap ke luar jendela mobil. Saat ini ia tengah dalam perjalanan pulang ke House of Falasi, kediamannya. Sekeluarnya dari kediaman ayahnya, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mulutnya. Hanya masuk ke dalam mobil tanpa memberi perintah pada supirnya. Dan Mr. Raj pun tidak banyak bertanya. Melihat wajah tegang dan lelah milik tuannya ia langsung saja menjalankan mobil ke House of Falasi yang berada di wilayah private berdekatan dengan Burj Khalifa. Mata Hamdan menerawang menatap gemerlap lampu dari gedung-gedung pencakar langit yang berderet di kawasan Sheikh Zayeed Road. Sekelebat ingatan masa lalu terefleksi di kepalanya, kemudian tanpa diminta semua kenangan bersama ayahnya bermunculan dan mengalir seperti air. Mulai dari kenangan tentang sepeda pertamanya, latihan berkuda pertamanya, Hamdan yang hampir tenggelam saat belajar berenang hingga sebuah pelukan hangat yang ayahnya berikan saat tahun kemarin Hamdan menjuarai Windsor eundurance race di Inggris.
Read more

12. Pilihan Yang Sulit

Rebecca menunduk, menghindari ibunya yang menatap marah dari layar laptop yang sedang membuka aplikasi skype. Sudah hampir lima belas menit dan ibunya tidak mengatakan apapun kecuali menatap Rebecca dingin dan penuh amarah."Ma... Becca," akhirnya Rebecca mengalah, ia membuka suara dan menatap ibunya."Apa? Mau tidur karena besok kerja masuk pagi?" sahut ibunya sengit.Rebecca menggeleng lalu menunduk lagi. Tidak biasanya ibunya menatapnya seperti itu, hal ini membuat Rebecca ingin menangis. Dulu ibunya seperti ini saat ia masih SMP, waktu itu Rebecca menanyakan tentang ayahnya. Dan yang ia dapatkan hanya kemarahan ibunya yang menatapnya dingin dan langsung pergi tanpa memberikan penjelasan.Sekarang ibunya melakukannya lagi. Rebecca meremas jemarinya yang gemetar. Dalam hati ia tahu jika kemarahan ibunya kali ini ada kaitannya dengan Adrian."Kamu berhutang penjelasan pada mama, apa yang kamu bilang ke Adrian? Kok dia bilang kalau kamu nolak perjodohan ini?" "Karena kami tidak sali
Read more

13. Hati yang Berdebar

Hamdan turun dari mobilnya lalu ia mengenakan bisth-jubah hitam transparan dengan bordiran benang emas di pinggiranya-di atas thawb putih bersihnya. Hari ini ia akan menghadiri pertemuan kenegaraan untuk membahas perjanjian bilateral dengan Afghanistan serta rapat bulanan untuk membahas tentang sejauh mana kesiapan Dubai sebagai tuan rumah untuk world expo tahun 2020 nanti.Lingkar matanya mengitam karena lelah. Sudah beberapa hari ini ia tidak dapat tidur dengan benar. Bukan karena pekerjaannya, hanya saja perang batin yang ia alami beberapa hari ini begitu menguras pikirannya. Hamdan duduk di kursinya, sepertinya ia datang paling awal. Tidak berapa lama kemudian lima orang berjubah sama seperti miliknya memasuki ruangan, dari sudut matanya Hamdan dapat melihat ayahnya sebagai orang paling akhir yang masuk ke dalam ruangan. Jika biasanya Hamdan selalu datang bersama ayahnya, maka akibat perang dingin yang tak berkesudahan akhirnya mereka berangkat sendiri-sendiri. Hamdan berdiri lal
Read more

14. Tidak Ingin Kehilangan

Semua sudah dibicarakan secara detail hingga diputuskan mereka akan berangkat pada sore hari. Istirahat sebentar dan memulai persiapan untuk keesokan paginya. Desa yang dipilih adalah Banda, sebuah daerah miskin di Uttar Pradesh, India. Banda sendiri adalah desa miskin yang hampir sebagian penduduknya bergantung pada pertanian. Tapi karena daerahnya yang kering, mereka hanya bisa bercocok tanam sekali setahun. Hal ini menyebabkan mereka tidak memiliki ketahanan pangan yang cukup.Setiap anggota sudah mengetahui tugas apa saja yang harus mereka kerjakan. Ahmed yang akan langsung memimpin di sana. Diam-diam Rebecca menatap Hamdan di depannya. Lelaki dalam balutan thawb kuning mustard itu terlihat sedikit lebih misterius dari biasanya. Tadi Hamdan mengatakan jika ia hanya mampir untuk makan siang, kedatangannya tidak ada hubungannya dengan Hamdan Food and Nutrition Organization. Rebecca berpikir jika inilah saat terakhir ia bisa bertemu dengan Hamdan. Memikirkan hal tersebut tiba-tiba i
Read more

15. Dua Hati yang Bimbang

Rebecca menyandarkan punggungnya di kursi pesawat. Termenung sejenak, mata indah gadis itu terpejam. Menghela napas lalu mengembuskannya panjang, seolah-olah beban berat tengah mengimpit dadanya. Dalam diam Rebecca mulai menghitung peristiwa apa saja yang sudah ia alami. Peristiwa demi peristiwa yang tidak pernah sekalipun muncul di dalam bayangannya, bahkan dalam imajinasi terliarnya sekalipun. Mulai dari larinya ia ke Dubai, kota ajaib yang mulai dilirik dunia. Lalu pekerjaan impian di salah satu hotel terbaik di dunia. Hingga sebuah pertemuan tak sengajanya dengan sang putera mahkota kaya penguasa Dubai. Proyek memberi makan dunia, pergi ke Uzbekistan dan sekarang ia duduk nyaman di pesawat kelas satu dalam perjalanan pulang dari India ke Dubai.Tidak ada yang istimewa di India. Tidak ada yang menarik hatinya. Seminggu penuh yang Rebecca lakukan hanyalah berputar-putar pada rutinitas kegiatan amal. Bahkan ia tak menghiraukan Ahmed dan Sylvenia yang mengajaknya menghabiskan hari te
Read more

16. Dia Mencintaiku

Rebecca menyusuri ruangan terbuka di Omnia Blue. Berbagai macam tanaman rambat menghiasi pilar-pilar di sisi kiri sedangkan di sebelah kanan dindingnya penuh dengan hiasan kaligrafi berwarna biru dan ungu. Siang ini sepulang dari Burj Al Arab, Rebecca ingin mengunjungi Sylvenia. Mengucapkan perpisahan mungkin? Mengingat hal tersebut membuat hati Rebecca berdenyut nyeri. Setelah kemarin ia mengajukan pengunduran diri ke hotel, hari ini pengunduran dirinya sudah diterima. Mungkin tiga hari lagi administrsi dan haknya selama bekerja akan diselesaikan. Kepulangannya ke Indonesia sudah semakin dekat, hanya tinggal menghitung hari saja. Semalam Adrian menghubunginya, lelaki tersebut menanyakan kapan Rebecca pulang agar ia bisa menjemputnya. Rebecca tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Adrian. Semenjak ibunya memaksa Rebecca untuk pulang, Adrian semakin sering menghubunginya. Rebecca menghentikan langkahnya saat sampai di depan sebuah pintu kokoh bernuansa emas di depannya. Ini adalah
Read more

17. Aku Mencintaimu Seperti Aku Mencintai Samudera

Rebecca tenggelam dalam antrian panjang untuk check-in pada penerbangan kelas ekonomi yang akan membawanya pulang ke Indonesia. Hanya membawa ransel yang berisikan Mac, dompet, ponsel dan bantal leher tidak ketinggalan. Sedikit barang yang ia bawa karena sebelumnya semua barangnya sudah ia paketkan ke Indonesia. Setelah hampir lima belas menit, akhirnya tiba giliran Rebecca. Seorang petugas perempuan menatapnya malas dari balik komputer. "Name," tanya petugas perempuan tersebut malas."Rebecca, Rebecca Vanderzee," jawab Rebecca."Miss Rebecca Vander... zee?" petugas perempuan tersebut menyebut nama Rebecca dengan nada datar. Petugas tersebut mengetikkan nama Rebecca di komputer, tapi nama Rebecca tidak ada di daftar penumpang. Lagi, ia mengetikkan nama Rebecca dan hasilnya sama. Rebecca tidak terdaftar dalam daftar penumpang untuk penerbangan nomor GA407 kali ini."Maaf Miss, anda tidak terdaftar. Silahkan tinggalkan antrian dan memesan tiket di sana," ujar petugas tersebut seraya me
Read more

18.Bukan Lagi Rumah

Hamdan terbangun dari tidurnya saat ia mendengar suara gaduh dari luar. Merentangkan tangannya yang kaku, Hamdan beranjak dari tempat tidur. Masih dengan wajah mengantuknya dan nyawanya yang belum terkumpul, terseok Hamdan berjalan melewati pintu penghubung dan melewati serangkaian sofa serta meja kerja."Ah!" Hamdan memekik kesakitan karena kakinya terantuk kaki meja. Dalam hati ia memaki siapapun yang mengganggu tidurnya. Dengan kasar Hamdan membuka pintu kamarnya. Ia terpaku sesaat, lalu tertawa tanpa suara saat mendapati saudara perempuannya berkumpul di depan pintu kamarnya. "Dan...," pekik girang seorang gadis yang langsung menghambur memeluk Hamdan."Oh, Shammah, Hamdan balas memeluk adik perempuannya yang tahun ini menginjak usia 17 tahun. Dari balik punggung Shammah, Hamdan dapat melihat Maryam dan Latifa yang menekuk wajahnya."Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Hamdan saat Shammah melepaskan pelukannya.Maryam berdecak lalu berjalan menjauh dari Hamdan dan memilih duduk
Read more

19. Sanggupkah?

"Sheikh, sepeda anda sudah kami siapkan," jelas Hasan saat Hamdan keluar dari mobilnya. Setelah memastikan helmnya terpasang dengan benar, Hamdan bergabung dengan yang lain.Hari ini ia meghadiri Dubai car free day, bersama dengan beberapa orang dari pemerintahan, Hamdan ikut serta dalam acara ini. Dengan kaus seragam warna hijau muda Hamdan membaur dengan rakyatnya. Beberapa orang menyapa Hamdan dan menyentuhkan hidungnya pada hidung Hamdan. Tidak banyak bicara, hanya sesekali saja Hamdan membalas salam dan menjawab pertanyaan yang dianggap penting.Ia hanya diam, terlihat tidak berminat. Sangat bukan Hamdan. Bahkan ia tak peduli dengan beberapa media yang berusaha mengabadikannya. Hamdan tersenyum sekedarnya ketika ada yang meminta berfoto dengannya. Hamdan mulai mengayuh sepeda menyusuri jalan utama di wilayah Burj Khalifa sebagai starter. Ratusan orang mengikuti Hamdan di belakangnya. Di sebelah kiri Hamdan ada Ali Al Harbi dan di sebelah kanannya ada Saif, asisten Hamdan."Kau
Read more

20. Tidak Ada Jalan Keluar

"Buka pintunya Becca!" gedoran kasar dan teriakan dari ibunya membuat Rebecca tersentak dari lamunannya. "Buka Rebecca!" teriakan ibunya kembali terdengar.Rebecca segera bangkit dari posisi duduknya yang bergelung malas di atas sofa. Setelah memastikan wajahnya tidak mengerikan akibat menangis, ia membuka pintu kamarnya. "Ada apa...." Rebecca kehilangan kata-katanya saat mendapati ibunya berdiri kaku di depan pintu dengan raut wajah yang sulit dibaca."Apa yang sudah kamu lakukan selama ini?" tanya Kirani. Melihat Rebecca secara langsung setelah apa yang ia dengar dari Adrian sungguh mampu membuatnya tak dapat mengontrol amarahnya. Ia kecewa pada puteri tunggalnya."A—apa maksud mama?" Rebecca tergagap saat melihat mata ibunya memerah. Ia sudah mengikuti kemauan ibunya utnuk pulang, lalu apa yang menyebabkan kemarahan ibunya kali ini."Jangan pura-pura tidak tahu!" hardik Kirani. "Setahu mama, mama tidak pernah mengajarimu seperti itu. Kenapa kamu menghianati Adrian?" lanjut Kirani
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status