"Buka pintunya Becca!" gedoran kasar dan teriakan dari ibunya membuat Rebecca tersentak dari lamunannya. "Buka Rebecca!" teriakan ibunya kembali terdengar.Rebecca segera bangkit dari posisi duduknya yang bergelung malas di atas sofa. Setelah memastikan wajahnya tidak mengerikan akibat menangis, ia membuka pintu kamarnya. "Ada apa...." Rebecca kehilangan kata-katanya saat mendapati ibunya berdiri kaku di depan pintu dengan raut wajah yang sulit dibaca."Apa yang sudah kamu lakukan selama ini?" tanya Kirani. Melihat Rebecca secara langsung setelah apa yang ia dengar dari Adrian sungguh mampu membuatnya tak dapat mengontrol amarahnya. Ia kecewa pada puteri tunggalnya."A—apa maksud mama?" Rebecca tergagap saat melihat mata ibunya memerah. Ia sudah mengikuti kemauan ibunya utnuk pulang, lalu apa yang menyebabkan kemarahan ibunya kali ini."Jangan pura-pura tidak tahu!" hardik Kirani. "Setahu mama, mama tidak pernah mengajarimu seperti itu. Kenapa kamu menghianati Adrian?" lanjut Kirani
Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, dan sedari tadi Rebecca hanya duduk termangu di depan televisi yang menyala menampilkan entah acara apa yang bahkan Rebecca tidak peduli. Menatap lurus ke depan tapi pandangannya kosong dan tidak fokus. Kerutan di antara alisnya menunjukkan jika Rebecca tengah berpikir keras. Mbok Sum yang sejak lima menit lalu memerhatikan Rebecca dari meja makan hanya bisa mengelus dada. Melihat Rebecca begitu terpuruk seperti ini membuat hatinya ikut terluka. Meski Rebecca bukan puterinya, tapi ia tidak rela jika gadis penurut yang sudah ia asuh dengan tangannya itu justru terlihat tertekan oleh keinginan ibu kandungnya sendiri. "Non Becca," panggil Mbok Sum, wanita paruh baya yang rambutnya sudah memutih itu mengusap punggung tangan Rebecca. Mbok Sum duduk di lantai tepat di depan kaki Rebecca. "Non," panggil Mbok Sum lagi, kali ini ia menggoyangkan lengan Rebecca lebih keras dan berhasil. Rebecca tergeragap dan bingung saat mendapati Mbok Sum duduk bers
"Ada apa denganmu?" Hamdan tersenyum saat sebuah tepukan yang disusul dengan usapan lembut mendarat di punggungnya. Ia hanya menggumam menjawab pertanyaan dari wanita yang ia hormati seperti ibunya tersebut."Apa yang membawamu kesini huh?" wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang hampir mencapai kepala enam itu kembali menepuk punggung Hamdan."Aku merindukanmu bibi Fatima," jawab Hamdan dengan senyum lebarnya. Wanita yang dipanggil bibi oleh Hamdan pun tersenyum. "Oh ya? Sangat bukan Hamdan," Fatima berdecak lalu tertawa geli, "biasanya kau menemuiku jika ada masalah. Jadi sejak kapan tujuanmu berubah menjadi merindukanku?" imbuh Fatima yang langsung disambut tawa Hamdan.Tawa Hamdan terhenti dan berganti dengan raut wajah serius. "Aku jatuh cinta," gumam Hamdan lirih namun masih dapat didengar oleh Fatima."Hmm, itu bagus." Fatima tersenyum, menatap Hamdan menelisik mencari tahu apa isi hati Hamdan melalui mata coklatnya. "Lalu apa yang membuatmu terlihat begitu bersedih
Angin berembus kencang dengan langitnya yang mulai menggelap. Beruntung malam ini tidak turun hujan. Padahal biasanya di Dubai saat pertengahan bulan Februari hingga awal Maret curah hujan berada pada puncaknya. Dari balik jendela mobil, Rebecca memerhatikan keramaian di kawasan City walk of Dubai. Deretan tempat makan terkenal serta merk mode ternama tak pernah sepi pengunjung. Di sini semua berkumpul, tua muda dan anak-anak saling berbaur."Sayang, Becca, bener ini orangnya nak?" panggilan ibunya membuat Rebecca memalingkan wajah ke samping.Rebecca tersenyum, diremasnya jemari ibunya yang berada di genggaman tangannya. "Iya ma," jawab Rebecca meyakinkan ibunya yang menatap punggung Hamdan sangsi."Benar dia nak?" tanya Kirani lagi."Iya ma... astaghfirullah, ini sudah kelima kalinya mama bertanya," jawab Rebecca sedikit jengkel kemudian tertawa.Mendengar perdebatan dari kursi penumpang membuat Hamdan memutar tubuhnya ke belakang. Ia mendapati Rebecca yang sedang tertawa dan duduk
Tiga hari terasa begitu lama bagi Rebecca. Membayangkan pertemuannya dengan keluarga besar Hamdan membuatnya merasa takut dan juga gugup luar biasa. Awalnya Hamdan menginginkan ibunya juga ikut serta. Tapi setelah melewati perdebatan dengan Rebecca, akhirnya Hamdan mengalah dan menerima alasan Rebecca yang mengatakan ia tidak ingin mengecewakan ibunya jika seandainya keluarga Hamdan tidak menerima Rebecca. Bahkan Hamdan tertawa saat Rebecca berkata jujur soal ketakutannya karena tidak ada yang menjamin apakah keluarga Hamdan akan memperlakukannya dengan baik.Mereka sudah tidak bertemu sejak tiga hari lalu, namun mereka tidak pernah berhenti bertukar pesan. Seperti pagi ini contohnya. Hamdan menelponnya karena ingin mendengar suara Rebecca sebelum ia turun ke arena endurance. Dan sebelum menutup telponnya Hamdan mengucap rindu untuk Rebecca yang langsung saja merona karenanya.Rebecca tersenyum, tangan kirinya mengusap pipinya yang sepertinya kembali merona. Sejak satu jam lalu Rebecc
"Aunty Becca," seorang gadis kecil berhambur memeluk kaki Rebecca. Membuat Rebecca terkejut bukan main. Ia menatap Hamdan penuh tanya. Tapi ia tetap membalas pelukan gadis kecil tersebut. Ketegangan yang awalnya muncul di wajah Rebecca kini mulai menghilang. Gadis kecil bermata bulat dengan senyum lebar itu berhasil membuat ketakutan Rebecca teralihkan. Hamdan berdehem meminta perhatian dari semua keluarganya yang berada di ruangan. Beberapa keponakannya terlihat tak peduli dan kembali asyik bermain di sudut ruangan yang lepas tanpa adanya perabotan. "Kenalkan, namanya Rebecca Natawijaya Vanderzee. Mungkin beberapa dari kalian tidak tahu dia siapa. Tapi aku yakin rahasia tidak akan aman jika berada di tangan Ahmed," Hamdan berujar sembari melirik Ahmed yang tersenyum konyol dan mengacungkan jempolnya ke arah Hamdan.Rebecca membeku di tempatnya berdiri. Semua orang melihatnya, menilai. Beberapa ada yang berbisik, lalu terkikik."Calon istri huh?" tanya seorang pria yang mulai kewala
Rebecca tengah menikmati sarapannya pagi ini. Hembusan lembut angin di akhir musim dingin membuat Rebecca sangat menikmati sarapannya kali ini. Sarapan khas kuliner emirati dengan rangkaian Al Jabab yang dihidangkan bersama sirup kurma dan ghee. Kemudian ada kopi hitam yang ditempatkan di cawan khusus dengan hiasan emas yang dapat dinikmati dengan cara apapun, baik dengan susu, krim, gula atau diminum begitu saja. Belum lagi Shakshuka dan bubur gandum dengan lentil dan daging kambing yang lembut. Semuanya terasa terlalu berlebihan jika kau hanya sarapan sendirian.Ia menghela napasnya berat, semua terasa begitu cepat. Pertunangan sudah diumumkan. Lalu Rebecca dipaksa menempati sebuah mansion mewah milik keluarga Hamdan, dengan tujuan agar mama Noura lebih mudah mengawasi dan mengajarinya segala sesuatu tentang budaya Dubai termasuk bahasanya. Mama Noura mengajarinya dengan sabar dan lembut, seharusnya tidak ada yang bisa membuat Rebecca takut. Hanya saja berada di bawah pengawasan la
Minggu pagi yang damai. Merupakan satu hari menyenangkan dari enam hari sibuk lainnya yang Rebecca habiskan di bawah tekanan Sheikha Hind. Mama Noura mengatakan jika Rebecca sudah resmi terbebas dari segala sesuatu pelajaran tentang manner maupun kebudayaan. Rebecca sudah tinggal hampir dua tahun di Dubai, sehingga ia sudah terbiasa dengan budaya Dubai. Lalu untuk manner, ia tidak buruk. Lahir di keluarga terpandang dengan seorang ibu yang perfeksionis sudah pasti membuat Rebecca terbiasa dengan segala aturan yang menuntut kesempurnaan. Tinggal satu masalah yang hingga sekarang belum bisa Rebecca pecahkan. Apalagi jika bukan kelemahan Rebecca di bidang linguistik. Meski masih dinilai buruk, tapi menurutnya pribadi ia sudah berada lima langkah di depan daripada sebelum ia mendapat pelajaran khusus dari mama Noura. Jika dulu ia hanya bisa diam di satu titik, setidaknya sekarang ia sudah merangkak maju.Hari ini ia akan menjemput ibunya di bandara. Tiga minggu lalu bertepatan dengan ke