Minggu pagi yang damai. Merupakan satu hari menyenangkan dari enam hari sibuk lainnya yang Rebecca habiskan di bawah tekanan Sheikha Hind. Mama Noura mengatakan jika Rebecca sudah resmi terbebas dari segala sesuatu pelajaran tentang manner maupun kebudayaan. Rebecca sudah tinggal hampir dua tahun di Dubai, sehingga ia sudah terbiasa dengan budaya Dubai. Lalu untuk manner, ia tidak buruk. Lahir di keluarga terpandang dengan seorang ibu yang perfeksionis sudah pasti membuat Rebecca terbiasa dengan segala aturan yang menuntut kesempurnaan. Tinggal satu masalah yang hingga sekarang belum bisa Rebecca pecahkan. Apalagi jika bukan kelemahan Rebecca di bidang linguistik. Meski masih dinilai buruk, tapi menurutnya pribadi ia sudah berada lima langkah di depan daripada sebelum ia mendapat pelajaran khusus dari mama Noura. Jika dulu ia hanya bisa diam di satu titik, setidaknya sekarang ia sudah merangkak maju.Hari ini ia akan menjemput ibunya di bandara. Tiga minggu lalu bertepatan dengan ke
Riuh rendah percakapan antar wanita terdengar dari arah dapur mansion yang tiga minggu ini Rebecca tempati. Tante dan ibunya asyik mengobrol sembari memindahkan beraneka macam makanan dari box ke piring hidang. Sedangkan mbok Sum pun tak kalah heboh dengan ocehan lucunya tentang emas yang menurutnya mubazir karena digunakan untuk melapisi ukiran di dinding. "Kupikir mama akan membawa semua keluarga kalian." Suara Hamdan memecah perhatian Rebecca.Ia tersenyum lalu mengalihkan pandangannya pada Hamdan yang duduk di depannya. "Hanya ini keluargaku, mama dan adik perempuannya, serta mbok Sum," jawab Rebecca."M—mb—mbok Sum?" tanya Hamdan terbata saat menyebutkan nama pengasuh sekaligus pembantu rumah tangga Rebecca tersebut. "Ya, mbok Sum. Mbok Sum seperti mama Noura jika di rumahmu," jelas Rebecca. tersenyum hangat dengan kedua matanya yang bersinar."Aah...," Hamdan mendesah mengerti. "Lalu kakek? Nenek? Sepupu dan lain-lain?" lanjut Hamdan. Sebelah alisnya terangkat. Ia merasa sanga
Rebecca menuangkan adonan cake ke dalam loyang tipis lalu memasukkannya ke dalam oven. Ia berencana membuat cake jar yang berbahan dasar cake coklat yang akan diisi dengan buah-buahan, es krim, cream cheese dan whipped cream serta sprinkle manis untuk topping. Ia berpikir jika apapun yang manis pasti akan disukai oleh anak-anak. Dua puluh menit yang lalu Shaikha menghubunginya dan mengabarkan kalau siang ini Shaikha akan berkunjung ke tempat Rebecca bersama Sheema dan Aisha. Dari sambungan telepon, samar Rebecca mendengar ocehan Sheema dan Aisha yang menyebut-nyebut puteri duyung. Ia tersenyum saat mengingat paras cantik sekaligus menggemaskan milik keponakan calon suaminya. Aisha begitu manis dengan pipi gembil yang diturunkan dari ayahnya yang merupakan pangeran dari emir Sarjah. Bibir kecilnya yang ciut berwarna merah ditambah dengan mata bulat menurun dari ibunya. Rambut keritingnya terlihat begitu menggemaskan saat berayun mengikuti langkah kaki kecilnya.Sedangkan Sheema merup
Rebecca duduk bergelung mencari kehangatan dari sofa warna gading di ruang tengah. Menunggu makan malam siap ia lebih memilih beristirahat. Setelah seharian bermain dengan keponakan Hamdan sepertinya ia sedikit sakit. Entah memang musimnya atau memang daya tahan tubuh Rebecca yang sedang lemah. Flu ringan berhasil membuat Rebecca menghabiskan sorenya dengan bersin yang tidak mau berhenti. Mbok Sum muncul dari dapur dengan kedua tangannya yang menenteng semangkuk besar sayur asam. Tersenyum sekilas, mbok Sum berlalu melewati Rebecca dan berjalan ke arah kiri menuju ruang makan. Setelah mbok Sum kini muncul tante Kirana. Tangan kanan menenteng sepiring besar ayam bacem dan empal, sedangkan tahu dan tempe bacem ada di tangan kirinya."Makan malam dulu sayang," ujar Kirana riang, dengan langkah kaki ringan ia melenggang ke ruang makan menyusul mbok Sum. Kirana adalah adik perempuan satu-satunya Kirani. Usianya sudah mencapai pertengahan tiga puluhan tapi sampai sekarang masih sendiri. Ji
Rebecca langsung turun saat mobil sudah berhenti. Mendahului ibu dan tantenya, ia langsung masuk ke dalam mansion. Kamar adalah tujuan utamanya untuk menyembunyikan tangan dan bahkan seluruh tubuhnya yang gemetar semenjak berada di Talise Spa tadi. Seusai melakukan perawatan, Rebecca duduk di ruang tunggu Talise Spa. Menunggu ibunya yang sedang belanja di Armani mall yang terletak di lantai lima belas Burj Al Arab. Daripada berdiam diri, Rebecca mengambil sebuah majalah dari atas meja. Matanya mengerjap saat ia melihat sebuah majalah dengan sampul yang menarik perhatiannya. Tajuk berita ditulis besar-besar dalam bahasa arab dengan sampul bergambar Rebecca dan Hamdan. Dengan rasa ingin tahu yang besar, Rebecca memberanikan diri untuk bertanya pada seorang wanita yang duduk tidak jauh dari tempatnya. Rebecca menghampiri wanita berjilbab yang ternyata juga sedang memerhatikannya diam-diam. Wanita itu tersenyum ramah dan dia mengenali Rebecca sebagai calon istri dari Putera Mahkota Dub
Hamdan tersenyum lebar. Sejak tadi ia tidak bisa berhenti tersenyum. Ali yang sedari tadi mengoceh tak dihiraukannya. Bahkan Hamdan tak marah saat Ali menghabiskan jatah kambing panggangnya. Sudah hari kelima dan hatinya sangat berbunga-bunga. Nanti sore ia akan bertolak dari Ajman dan kembali ke Dubai. Jantungnya berdetak kencang seiring dengan semakin dekat waktu pernikahannya dengan Rebecca. Namun sesungguhnya rasa gugup telah menghajar habis rasa percaya dirinya.Hatinya selalu bergetar setiap mengingat jika sebentar lagi ia akan mengambil alih seluruh tanggung jawab atas Rebecca, wanita yang dicintainya. Wanita asing yang tiba-tiba muncul di hidupnya. Mengacaukan hidup sempurnanya dan sanggup menggetarkan jiwanya, bahkan berhasil memunculkan sisi konyol dirinya. "Hei! Kau mendengarku tidak?" Ali menepuk pundak Hamdan dengan keras. Kemudian terkekeh saat Hamdan menatapnya kesal."Jangan melihatku seperti itu. Salah sendiri kau tidak mendengarkan aku dan justru melamun. Kenapa? Ka
Rebecca tersenyum lalu ia mengulurkan tangan dan segera dibalas oleh Rania. Dari sudut matanya Rebecca dapat melihat Shaikha yang sedang menyiku lengan Maryam, kakak kembarnya. Rebecca menunduk, perasaan tidak enak dan was-was kembali ia rasakan. Rasa percaya dirinya kembali merosot ke titik nol. Ia terus menunduk hingga Shaikha menariknya lembut dan menjauh dari Maryam serta Rania.Rebecca tetap diam hingga ia tak sadar kalau mama Noura dan Ghaida sudah menggambar sulur-sulur cantik menggunakan henna di permukaan tangan dan kakinya. Hari ini adalah malam terakhir ia sebagai perempuan bebas. Besok siang ia akan menyerahkan seluruh hidupnya untuk seorang lelaki yang akan menjadi suaminya. Bukankah seharusnya malam ini ia bahagia? Tapi kini yang Rebecca rasakan justru sesak yang teramat di dadanya."Nona, apa anda ingin menulis nama Sheikh Hamdan di tangan anda?" tanya Ghaida. Dan Rebecca mengangguk begitu saja. Pikirannya melantur kemana-mana hingga ia tidak memerhatikan penjelasan Gha
Rebecca menghela napas panjang lalu mengembuskannya dari mulut. Masih dengan mata terpejam ia mencoba menikmati hangat nan nyaman yang melingkupi tubuhnya. Sepagi ini mama Noura dan beberapa pelayan wanita berhasil membuat Rebecca rela berendam di bath up bersama air susu dan mawar. Setelah sebelumnya Salamah memijat seluruh tubuhnya serta mengoleskan krim dingin yang sudah dicampur dengan serbuk emas. Dengan semangat berlebih Salamah menjelaskan kalau serbuk emas akan membuat kulit Rebecca halus, kencang dan bersinar. Rebecca hanya bisa menggelengkan kepala dibuatnya.Mata Rebecca terbuka saat ia mendengar derit pintu kamar mandi yang dibuka. Rebecca mendengus pelan, merasa kesal karena ada yang menginterupsi ketenangannya. Dilihatnya Salamah yang menghampirinya dengan membawa bathrobe warna putih. "Silahkan membilas tubuh di shower, setelah ini anda harus dirias," jelas Salamah."Bukankah zaffeh baru dilaksanakan menjelang sore nanti?" tanya Rebecca. Salamah tidak menjawab pertanya