Angin berembus kencang dengan langitnya yang mulai menggelap. Beruntung malam ini tidak turun hujan. Padahal biasanya di Dubai saat pertengahan bulan Februari hingga awal Maret curah hujan berada pada puncaknya. Dari balik jendela mobil, Rebecca memerhatikan keramaian di kawasan City walk of Dubai. Deretan tempat makan terkenal serta merk mode ternama tak pernah sepi pengunjung. Di sini semua berkumpul, tua muda dan anak-anak saling berbaur."Sayang, Becca, bener ini orangnya nak?" panggilan ibunya membuat Rebecca memalingkan wajah ke samping.Rebecca tersenyum, diremasnya jemari ibunya yang berada di genggaman tangannya. "Iya ma," jawab Rebecca meyakinkan ibunya yang menatap punggung Hamdan sangsi."Benar dia nak?" tanya Kirani lagi."Iya ma... astaghfirullah, ini sudah kelima kalinya mama bertanya," jawab Rebecca sedikit jengkel kemudian tertawa.Mendengar perdebatan dari kursi penumpang membuat Hamdan memutar tubuhnya ke belakang. Ia mendapati Rebecca yang sedang tertawa dan duduk
Tiga hari terasa begitu lama bagi Rebecca. Membayangkan pertemuannya dengan keluarga besar Hamdan membuatnya merasa takut dan juga gugup luar biasa. Awalnya Hamdan menginginkan ibunya juga ikut serta. Tapi setelah melewati perdebatan dengan Rebecca, akhirnya Hamdan mengalah dan menerima alasan Rebecca yang mengatakan ia tidak ingin mengecewakan ibunya jika seandainya keluarga Hamdan tidak menerima Rebecca. Bahkan Hamdan tertawa saat Rebecca berkata jujur soal ketakutannya karena tidak ada yang menjamin apakah keluarga Hamdan akan memperlakukannya dengan baik.Mereka sudah tidak bertemu sejak tiga hari lalu, namun mereka tidak pernah berhenti bertukar pesan. Seperti pagi ini contohnya. Hamdan menelponnya karena ingin mendengar suara Rebecca sebelum ia turun ke arena endurance. Dan sebelum menutup telponnya Hamdan mengucap rindu untuk Rebecca yang langsung saja merona karenanya.Rebecca tersenyum, tangan kirinya mengusap pipinya yang sepertinya kembali merona. Sejak satu jam lalu Rebecc
"Aunty Becca," seorang gadis kecil berhambur memeluk kaki Rebecca. Membuat Rebecca terkejut bukan main. Ia menatap Hamdan penuh tanya. Tapi ia tetap membalas pelukan gadis kecil tersebut. Ketegangan yang awalnya muncul di wajah Rebecca kini mulai menghilang. Gadis kecil bermata bulat dengan senyum lebar itu berhasil membuat ketakutan Rebecca teralihkan. Hamdan berdehem meminta perhatian dari semua keluarganya yang berada di ruangan. Beberapa keponakannya terlihat tak peduli dan kembali asyik bermain di sudut ruangan yang lepas tanpa adanya perabotan. "Kenalkan, namanya Rebecca Natawijaya Vanderzee. Mungkin beberapa dari kalian tidak tahu dia siapa. Tapi aku yakin rahasia tidak akan aman jika berada di tangan Ahmed," Hamdan berujar sembari melirik Ahmed yang tersenyum konyol dan mengacungkan jempolnya ke arah Hamdan.Rebecca membeku di tempatnya berdiri. Semua orang melihatnya, menilai. Beberapa ada yang berbisik, lalu terkikik."Calon istri huh?" tanya seorang pria yang mulai kewala
Rebecca tengah menikmati sarapannya pagi ini. Hembusan lembut angin di akhir musim dingin membuat Rebecca sangat menikmati sarapannya kali ini. Sarapan khas kuliner emirati dengan rangkaian Al Jabab yang dihidangkan bersama sirup kurma dan ghee. Kemudian ada kopi hitam yang ditempatkan di cawan khusus dengan hiasan emas yang dapat dinikmati dengan cara apapun, baik dengan susu, krim, gula atau diminum begitu saja. Belum lagi Shakshuka dan bubur gandum dengan lentil dan daging kambing yang lembut. Semuanya terasa terlalu berlebihan jika kau hanya sarapan sendirian.Ia menghela napasnya berat, semua terasa begitu cepat. Pertunangan sudah diumumkan. Lalu Rebecca dipaksa menempati sebuah mansion mewah milik keluarga Hamdan, dengan tujuan agar mama Noura lebih mudah mengawasi dan mengajarinya segala sesuatu tentang budaya Dubai termasuk bahasanya. Mama Noura mengajarinya dengan sabar dan lembut, seharusnya tidak ada yang bisa membuat Rebecca takut. Hanya saja berada di bawah pengawasan la
Minggu pagi yang damai. Merupakan satu hari menyenangkan dari enam hari sibuk lainnya yang Rebecca habiskan di bawah tekanan Sheikha Hind. Mama Noura mengatakan jika Rebecca sudah resmi terbebas dari segala sesuatu pelajaran tentang manner maupun kebudayaan. Rebecca sudah tinggal hampir dua tahun di Dubai, sehingga ia sudah terbiasa dengan budaya Dubai. Lalu untuk manner, ia tidak buruk. Lahir di keluarga terpandang dengan seorang ibu yang perfeksionis sudah pasti membuat Rebecca terbiasa dengan segala aturan yang menuntut kesempurnaan. Tinggal satu masalah yang hingga sekarang belum bisa Rebecca pecahkan. Apalagi jika bukan kelemahan Rebecca di bidang linguistik. Meski masih dinilai buruk, tapi menurutnya pribadi ia sudah berada lima langkah di depan daripada sebelum ia mendapat pelajaran khusus dari mama Noura. Jika dulu ia hanya bisa diam di satu titik, setidaknya sekarang ia sudah merangkak maju.Hari ini ia akan menjemput ibunya di bandara. Tiga minggu lalu bertepatan dengan ke
Riuh rendah percakapan antar wanita terdengar dari arah dapur mansion yang tiga minggu ini Rebecca tempati. Tante dan ibunya asyik mengobrol sembari memindahkan beraneka macam makanan dari box ke piring hidang. Sedangkan mbok Sum pun tak kalah heboh dengan ocehan lucunya tentang emas yang menurutnya mubazir karena digunakan untuk melapisi ukiran di dinding. "Kupikir mama akan membawa semua keluarga kalian." Suara Hamdan memecah perhatian Rebecca.Ia tersenyum lalu mengalihkan pandangannya pada Hamdan yang duduk di depannya. "Hanya ini keluargaku, mama dan adik perempuannya, serta mbok Sum," jawab Rebecca."M—mb—mbok Sum?" tanya Hamdan terbata saat menyebutkan nama pengasuh sekaligus pembantu rumah tangga Rebecca tersebut. "Ya, mbok Sum. Mbok Sum seperti mama Noura jika di rumahmu," jelas Rebecca. tersenyum hangat dengan kedua matanya yang bersinar."Aah...," Hamdan mendesah mengerti. "Lalu kakek? Nenek? Sepupu dan lain-lain?" lanjut Hamdan. Sebelah alisnya terangkat. Ia merasa sanga
Rebecca menuangkan adonan cake ke dalam loyang tipis lalu memasukkannya ke dalam oven. Ia berencana membuat cake jar yang berbahan dasar cake coklat yang akan diisi dengan buah-buahan, es krim, cream cheese dan whipped cream serta sprinkle manis untuk topping. Ia berpikir jika apapun yang manis pasti akan disukai oleh anak-anak. Dua puluh menit yang lalu Shaikha menghubunginya dan mengabarkan kalau siang ini Shaikha akan berkunjung ke tempat Rebecca bersama Sheema dan Aisha. Dari sambungan telepon, samar Rebecca mendengar ocehan Sheema dan Aisha yang menyebut-nyebut puteri duyung. Ia tersenyum saat mengingat paras cantik sekaligus menggemaskan milik keponakan calon suaminya. Aisha begitu manis dengan pipi gembil yang diturunkan dari ayahnya yang merupakan pangeran dari emir Sarjah. Bibir kecilnya yang ciut berwarna merah ditambah dengan mata bulat menurun dari ibunya. Rambut keritingnya terlihat begitu menggemaskan saat berayun mengikuti langkah kaki kecilnya.Sedangkan Sheema merup
Rebecca duduk bergelung mencari kehangatan dari sofa warna gading di ruang tengah. Menunggu makan malam siap ia lebih memilih beristirahat. Setelah seharian bermain dengan keponakan Hamdan sepertinya ia sedikit sakit. Entah memang musimnya atau memang daya tahan tubuh Rebecca yang sedang lemah. Flu ringan berhasil membuat Rebecca menghabiskan sorenya dengan bersin yang tidak mau berhenti. Mbok Sum muncul dari dapur dengan kedua tangannya yang menenteng semangkuk besar sayur asam. Tersenyum sekilas, mbok Sum berlalu melewati Rebecca dan berjalan ke arah kiri menuju ruang makan. Setelah mbok Sum kini muncul tante Kirana. Tangan kanan menenteng sepiring besar ayam bacem dan empal, sedangkan tahu dan tempe bacem ada di tangan kirinya."Makan malam dulu sayang," ujar Kirana riang, dengan langkah kaki ringan ia melenggang ke ruang makan menyusul mbok Sum. Kirana adalah adik perempuan satu-satunya Kirani. Usianya sudah mencapai pertengahan tiga puluhan tapi sampai sekarang masih sendiri. Ji