Home / Pernikahan / Bukan Sekelumit Sesal / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Bukan Sekelumit Sesal: Chapter 11 - Chapter 20

95 Chapters

Part 11 Kalau Boleh Jujur

Riswan memarkir mobilnya di dekat gerbang sekolah Alyana. Gadis itu mendadak mengatakan jika perutnya kram. Minta tolong diantar ke sekolah karena tidak sanggup membawa sepeda motornya sendiri. Ingin izin tidak ke sekolah tapi hari ini ada ulangan harian. Sayangnya itu hanya trik adik sepupunya yang duduk termenung di bangku penumpang tanpa berniat melepas sabuk pengamannya.Riswan yang sejak tadi sibuk membalas pesan di ponselnya belum menyadari. Tapi ketika ia menoleh dan mendapati adik sepupunya sudah duduk miring menatapnya penuh curiga, ia tahu jika dirinya harus punya jawaban untuk pertanyaannya. Jangan lupakan senyum licik mirip senyum tantenya jika mengetahui kesalahannya. Riswan akhirnya sadar jika drama perut kram sebelum berangkat tadi berhasil menjebaknya."Soal hati cewek atau penyakitnya?" tanya Alyana."Maksud kamu?" tanya Riswan kebingungan."Aduh... Kak Riswan jangan pura-pura deh! Alya itu tahu kalau Kak Riswan pasti sudah tahu masalahnya Kak Akram. Kemarin malam itu
Read more

Part 12 Bukan Riswan Tapi Akram

"Bukan!!!"Riswan menjawab dengan suara lantang dan ikut membelalak. Tentu saja ia ikut terkejut dengan pertanyaan Safwan barusan. Untung saja ruangan ini kedap suara. Setelah melihat Safwan kembali duduk sambil mengusap dadanya mencoba menenangkan diri, Riswan kembali berujar, "Sembarangan saja kamu ngomong!""Maaf, habisnya Kak Riswan kenapa bisa tahu dia hamil? Kalau bukan Kak Riswan, itu artinya Kak Riswan tahu siapa orang yang sudah tidak bertanggung jawab itu," timpal Safwan. Riswan menghembuskan napas dari mulutnya sampai kedua pipinya menggembungnya. Tebakan adik ipar sahabatnya itu benar adanya."Dia tidak tahu kalau Arum hamil. Dia baru tahu saat bertemu Arum dua hari lalu. Awalnya dia ingin bicara dengan Arum, tapi Arum pergi begitu saja. Mungkin terlalu terkejut atau takut dengan pertemuan mereka. Sampai akhirnya ia sadar jika sepertinya Arum hamil. Setelah dia menemukan kotak susu khusus ibu hamil di kantong belanjaan yang ditinggalkan Arum begitu saja di depan minimarket
Read more

Part 13 Gadis Pilihan Mama

Suasana kafe sore ini terlihat terasa lebih ramai dari sebelumnya. Akram sering datang ke tempat ini dulu. Dulu saat adiknya Firman masih hidup. Keduanya akan sering menghabiskan waktu di kafe ini dan membicarakan keseharian adiknya itu di tempat kursus memasak, begitu juga dengan tulisan-tulisannya sendiri. Terbayang olehnya ketika almarhum adiknya itu mengatakan punya resep baru dan akan membuatnya di restoran milik tante mereka, restoran milik orang tua Riswan. Kenangan itu kembali hadir merambah getir. Semalam ia datang ke rumah orang tuanya dan membicarakan masalah perjodohan pilihan mereka. Adiknya Adina tidak memberikan komentar apapun. Sebelum pulang ia sempat membuka pintu kamar kedua adiknya. Adina sudah tidur saat ia akan pulang. Sedangkan di kamar Firrman, hanya kehampaan yang menyambut. Tidak ada yang berubah di dalamnya seolah penghuninya akan kembali. Setelah menyanggupi keinginan papa dan mamanya untuk bertemu gadis yang mereka pilihkan, di sinilah Akram duduk menungg
Read more

Part 14 Anak Kakak

Fatur:AssalamualaikumPak Akram di mana?Ada investor ingin bertemu.Katanya tertarik program baruTidak mau menyebut namanyaMe:Apa rambutnya putih semua?Pakai cincin giok hijau?Fatur:Benar PakMe:Siapkan kopi tanpa gulaBodyguardnya kasih jus alpukatSebentar lagi saya sampaiNanti saya hubungi dia langsungSantai saja, dia cuma mampirFatur:Baik PakAkram tersenyum lebar mengetahui pria paruh baya yang kaya raya itu tertarik dengan program yang dirintisnya. Walau pria itu sombong, tapi tidak akan segan-segan mengeluarkan banyak uang demi popularitasnya. Jika pria itu sampai disebut sebagai investor pertama dalam program itu, namanya tentu saja akan melejit. Saran dari sahabatnya memang tidak pernah mengecewakannya.Setelah masalah ini selesai diurus, ia akan segera menemui gadis pilihan papanya. Walau sebenarnya ia merasa malas, tapi ia sendiri sadar tidak bisa melakukan hal ini setengah-setengah. Riswan juga sudah berkali-kali mengingatkan dirinya agar tidak memancing kemar
Read more

Part 15 Dugaan Adina

Adina merasa tubuhnya diguyur air dingin sampai seluruh tubuhnya membeku. Akram menjeda kalimatnya dan mencoba mengumpulkan keberaniannya lagi. Keberanian untuk jujur pada sosok yang paling ia percaya untuk menyimpan rahasianya selain Riswan. "Kakak, kakak tidak sadar sudah memaksa dia. Kakak mabuk. Kakak minta maaf sudah mengecewakan kamu. Kakak benar-benar minta maaf," ungkapnya lagi penuh penyesalan. "Aku kecewa sama Kakak...." balasnya. Suara lirih itu rasanya menusuk Akram seperti belati. Ia tahu ini kesalahannya. Tapi mendengar adiknya sendiri mengatakan kecewa kepadanya membuatnya ingin menenggelamkan dirinya ke kolam renang dengan melompat di balkon kamar adiknya. Adina melepas pelukannya dan memilih menatap karpet bulu yang di pijaknya. Kata 'memaksa' yang baru saja dikatakan oleh kakaknya membuat darahnya mendidih. Tidak menyangka jika kakaknya bisa berbuat setega itu. Dari pantulan cermin, Adina melihat Akram yang terdiam menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Sua
Read more

Part 16 Tiga Angka Satu

"Kakak mau tanggung jawab Dek, itu anaknya kakak! Tidak mungkin kakak biarkan mereka hidup menderita! Apalagi kalau sampai jadi anak orang lain. Tidak akan! Kakak lagi cara supaya dia mau ketemu sama kakak dan kasih kesempatan buat memperbaiki segalanya!" ujar Akram menggebu. "Jadi Kakak sudah yakin mau tanggung jawab?" tanya Adina dan Akram balas dengan jawaban yakin penuh kesungguhan. "Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku sudah capek-capek rangkai kalimat panjang karena mengira Kak Akram mau kabur lagi karena tidak mau pusing?" Adina melepas pelukannya sambil mencebik lalu beranjak menarik tissu di atas meja riasnya.Akram hanya melongo melihat reaksi adik perempuannya. Tidak pernah menduga akan dikejutkan untuk kedua kalinya. Sesantai itukah adiknya menanggapi masalah besar yang dihadapinya? Adina mengulurkan beberapa lembar tissu pada Akram yang bergeming. Tanpa tahu sebenarnya Adina hanya berusaha untuk membuat kakaknya lega karena telah mau membagi beban dengannya. Adina tidak in
Read more

Part 17 Alarm Karma

"Waw! Apa ini keberuntungan untukku?" Seringai jahil itu disertai gelengan kepala adiknya. Akram mencebik, jelas-jelas tadi adiknya mengatakan jika kembar tiga angka maka adiknya akan traktir tiket courtside pertandingan berikutnya."Ini gara-gara Faiz! Aku beneran bisa bangkrut ini!" gerutu Adina yang teringat akan janjinya. Saat waktu tersisa 65 detik, skor pertandingan 105-101. Ia tidak menyangka jika dalam dalam 30 detik terakhir, Raiz dan Faiz kembali menambah skor dengan masing-masing melesatkan tri point. Sorak kemenangan membahana di stadion. Di layar televisi, Adina bisa melihat Faiz dan Raiz menghampiri kedua orangtuanya juga tantenya. Ada juga seorang bocah laki-laki yang sudah berkenalan dengannya beberapa waktu lalu. Para pemain kembali ke tengah lapangan untuk menerima piala."Kenapa harus gara-gara Faiz? Memangnya dia bilang mau cetak banyak poin sampai skor timnya sampai 111, begitu? Lagian memangnya kamu kenal dekat sama dia sampai sewot begitu?" tanya Akram tidak hab
Read more

Part 18 Cowok Keren Bukan Alien

"Siapa?" "Cowok baik hati, santun, rajin sholat, penyayang, perhatian, suka anak kecil, cakep, tinggi, pinter, berprestasi, mandiri, terus dia juga humoris. Kurang sabaran sih, sedikit keras kepala, sedikit berisik, nggak jaim, totalitas, sedikit pemaksa. Hal yang paling aku suka, dia orangnya jujur dan gigih," ungkap Adina. "Limited edition tuh! Kamu coba mengerjai kakak? Mana ada cowok sesempurna itu. Ada-ada saja!" sanggahnya. "Aku tidak mengada-ada. Dia bahkan sudah sabar tunggu aku bilang ya dari dua tahun lalu," cicit Adina karena Akram ragu dengan ucapannya. "Jangan halu, Dek!" pintanya sembari geleng kepala. Melihat reaksi kakaknya, Adina kembali mengumpulkan keberanian dengan berkata, "Dia pernah kok minta izin langsung sama papa sama mama buat kenal dekat sama aku. Tapi sepertinya papa sama mama mengabaikan ucapannya dan menganggap kalau itu cuma omongan bocah ingusan." Adina jadi terkekeh mengingat hal itu. "Apa?! Kapan?!" Akram sampai menegakkan kepalanya. "Waktu ak
Read more

Part 19 Jangan Gombal

"Memangnya kenapa kalau pakai lama?" tanya Akram setelah berhasil meredakan amarahnya. Wajah memelas adiknya cukup membuatnya luluh sejenak. "Saya prihatin, kalau kelamaan mikirnya, bisa stres. Energi tubuh lebih banyak yang terkuras saat berpikir dibandingkan kegiatan fisik. Apalagi masalah cewek itu bukan masalah yang mudah untuk dihadapi," sahut Faiz. Dalam hati Akram membenarkan ucapan Faiz. Terlalu lama berpikir membuatnya stres. Bocah ingusan ini ternyata cukup banyak tahu juga tentang menghadapi wanita. Pantas saja adiknya tanpa ragu bilang berharap jadi istrinya sekalian. Tapi sebagai kakak, ia tidak akan semudah itu mengizinkan adiknya pacaran dengan laki-laki yang tidak ia kenal. Mungkin setelah beberapa kali bertemu nanti, ia bisa menarik kesimpulan tentang laki-laki bernama Faiz itu. "Kakaknya Adina bukan cuma saya saja. Masih ada yang lain. Jangan harap jalan kamu mulus." Akram mencoba menyurutkan semangat Faiz. "Iya, kalau itu saya sudah tahu Kak Akram. Memang sih jaw
Read more

Part 20 Resah dan Terkejut

Arum gelisah di tempat tidurnya. Sudah beberapa kali ia bolak-balik ke kamar mandi. Malam ini tubuhnya dan janinnya seolah tidak bersahabat. Sejak kemarin sore menyadari jika Akram diam-diam membuntutinya, ia belum bisa benar-benar tenang. Setiap kali terdiam, lagi-lagi pria itu yang terbayang. Bisa ia lihat betapa hawatirnya pria itu saat dirinya hampir saja tersandung karena berjalan tidak memperhatikan langkah kakinya sendiri. Justru Arum sibuk mencuri pandang melihat siluet yang sejak beberapa waktu ini coba dihindarinya. Ia tidak mengerti alasan mengapa Akram hanya berdiri di tempat jauh? Harusnya datang menghampiri saja dan bertanya secara langsung seperti kebiasaan Akram selama ini. Hal itu membuatnya merasa diuntit. Arum sudah bisa mengendalikan diri dengan tidak lari kala melihat pria itu seperti beberapa waktu lalu. Sadar bahwa dirinya tidak boleh gegabah karena kalau tidak, akan mempengaruhi kondisi janinnya. Disatu sisi ia bersyukur pria itu tidak mendekat karena tidak ta
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status