Semua Bab Setahun Tanpa Sentuhanmu: Bab 71 - Bab 80

214 Bab

71. Ketakutan yang Tak Beralasan

Happy Reading*****"Mas, ini. Kenapa coba?" Risma menatap tak percaya pada suaminya. "Yang, aku takut kehilanganmu. Kalau sampai ada apa-apa saat melahirkan. Bukannya aku yang akan disalahkan?" Wajah Riswan memucat. "Lagian aku takut denger kesakitan kayak tadi itu."Bukannya bersedih ketika mendengar perkataan sang suami, Risma malah tertawa. "Mas, itu aneh banget. Setiap perempuan pasti akan mengalami proses melahirkan. Aku perempuan normal. Nggak mungkin, dong menolak atau takut. Ingat, ya. Jihat seorang perempuan itu adalah ketika dia dalam proses melahirkan seorang bayi sebagai penerus keturunan.""Iya, tapi aku nggak tega, Yang.""Sudahlah, nggak usah kayak gitu. Serahkan semua sama Allah. Berdoa semua akan dilancarkan. Belum juga proses buat anak, dah, ketakutan duluan." Risma sedikit menjauh dari suaminya. Mencoba menelepon suami Intan kembali. Beberapa kali, belum juga terangkat. Cepat dia beralih menelepon orang tua sahabatnya. Baru dering pertama sudah diangkat. "Assala
Baca selengkapnya

72. Dilema Rasa Takut

Happy Reading*****Keduanya berjalan kembali mendekati Alamsyah. Saat pintu ruangan di buka oleh perawat. Lelaki sepuh itu berdiri dan mendekati perempuan yang memakai pakaian putih khas seragam perawat. "Bagaimana keadaan putri saya, Sus?" Hal pertama yang ditanyakan Alamsyah adalah putrinya. Intan adalah anak bungsu sekaligus putri satu-satunya yang dimiliki. Tentu keselamatannya adalah hal paling diutamakan oleh lelaki itu. Seorang perempuan yang melahirkan anak, taruhannya adalah nyawa. Antara hidup dan mati. Pantas jika Allah menempatkan perumpaan bahwa surga itu terletak di bawah kaki seorang ibu. Derita yang dialami seorang ibu itu ibarat kesakitan di atas kesakitan ketika melahirkan. Bahkan belum cukup sampai di situ, mereka, kaum Hawa juga harus menyusui bayinya hingga 2 tahun. "Ibu Intan, Alhamdulillah selamat, tapi masih butuh banyak istirahat," jelas perawat berkulit sawo matang itu. "Alhamdulillah," jawab ketiganya serempak termasuk Risma dan Riswan. "Laki-laki apa
Baca selengkapnya

73. Yustina dan Masalahnya

Happy Reading*****"Mas, ada apa?" ulang Risma dengan pertanyaannya yang belum terjawab. Sang suami terdiam dan langsung duduk lemas di bangku depan ruang penanganan. Risma mengikuti suaminya duduk, mengelus-elus lengannya. Belum berani menggulang pertanyaan yang sama.Apa yang dikatakan ibunya Yustina juga belum diketahui Risma. Lalu, mengapa sang suami tampak syok setelah menelepon. Ada apa sebenarnya dan di mana keluarga yang lain perempuan itu? Begitu banyak tanda tanya yang tak bisa dijawab. Risma mengembuskan napas panjang. Sisa air mineral yang masih dipegangnya, disodorkan pada Riswan. "Minum ini. Setelah itu, coba Mas ceritakan apa yang dikatakan ibunya Yustin?"Riswan mengambil botol air dari tangan istrinya. Meminumnya sampai habis tak bersisa. Lalu, menatap lekat sang istri. Tak sampai semenit, dia berkata, "Ibunya menolak datang bahkan menyumpahi Yustina. Dia berkata semoga bayi itu meninggal saja," ceritanya, "Mas nggak habis pikir kenapa beliau sampai mengatakan hal
Baca selengkapnya

74. Rasa Kemanusiaan

Happy Reading*****Sebelum masuk menemui Yustina, Risma melangkah ke ruangan dokter yang sudah diberitahu oleh perawat tadi. Beberapa saat kemudian, keluar dengan membawa sebuah kertas dan tatakan buku. Penuh keyakinan, dia masuk ke ruangan Yustina. "Hai, Yus. Aku nggak mau bertele-tele dengan menanyakan kabar atau bayimu. Kamu pasti mendengar dari dokter dan aku minta kamu segera tanda tangani surat ini demi kesembuhanmu," kata Risma tegas saat dia masuk dan melihat Yustina sudah membuka matanya. "Kamu nggak tahu aku lagi lemah gini malah suruh tanda tangan?" "Masih aja sinis, ya. Sudah tahu sakit, songong. Ya sudah, kalau nggak mau tanda tangan, kamu akan tetap berbaring di sini selamanya. Ibumu sudah nggak mau tahu urusanmu lagi. Oke, aku tinggalkan kertas ini. Aku dan suamiku akan pulang sekarang. Sebaiknya kamu pikirkan baik-baik. Kamu sudah kehilangan anakmu yang selalu kamu jadikan senjata." Risma berbalik dan berniat meninggalkan perempuan itu. Terus terang setelah menden
Baca selengkapnya

75. Mulai Jengah

Happy Reading*****"Yustina," teriak Riswan, emosi."Apa? Kenapa teriak? Aku nggak salah, kan?" kata Yustina tanpa penyesalan sama sekali. Seolah apa yang dikatakannya adalah benar. "Apa yang kamu katakan pada istriku tadi? Kita ini nggak punya hubungan apa-apa, hanya sebatas teman. Ingat itu!"Risma meraih ponsel yang dipegang suaminya tadi. Mengganggukkan kepala pada Riswan seolah berkata bahwa dia bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik. Demi meredam kemarahannya, Riswan melangkah ke kamar mandi. Suasana tubuh yang berkeringat dan hawa panas mungkin memengaruhi emosi. "Halo, Yus. Kamu boleh kok ngancam aku kayak tadi, tapi seandainya hal itu nggak berpengaruh apa-apa dalam hidup dan pernikahanku jangan nyesel, ya." Tenang sekali jawaban Risma sangat berbeda dengan omongan Riswan tadi. Memang seseorang yang berkarakter seperti Yustina itu harus dibalas dengan ketenangan. Tidak bisa kita melawannya dengan hal serupa yang ada malah dia semakin menjadi dan semena-mena. Lihat sek
Baca selengkapnya

76. Akal Licik Yustina

Happy Reading*****"Alhamdulillah. Minumannya sudah datang," ucap Farel. Cepat sang dokter meminum teh hangat yang dibawakan Risma. "Kamu haus apa gimana, Rel?" tanya Iklima. Sebelum duduk, dia mengambil Dara dari gendongan Farel. Wajah para lelaki tampak aneh. Ketiga pria dewasa itu tersenyum seperti sedang mengejek Farel. "Lagi ditatar sama para Ayah, Ma. Makanya, mendadak kehausan." Riswan cekikikan.Apa yang dikatakannya memang benar. Sejak tadi, setelah Fadil menanyakan tentang hubungan Farel dan Iklima. Tak henti-hentinya dua lelaki paruh baya itu memberi nasihat dan menatar sang dokter. Mereka sampai lupa tujuan utama datang ke rumah putranya. "Kenapa ditatar, Om?" tanya Iklima. Matanya menatap ke arah Fadil, lalu beralih pada Lutfi. Sementara Rini dan Rofikoh malah tersenyum. Risma yang tak tahu apa-apa ikut bingung. Akhirnya Risma memilih diam dan duduk di sebelah suaminya. "Biar cepet nikahin kamu. Lelaki itu harus berani. Halalkan atau tinggalkan. Muliakan atau lupaka
Baca selengkapnya

77. Bukan Milik Riswan

Happy Reading*****Risma meletakkan kembali mangkok berisi bakso pada nampan, menggantinya dengan air putih dan langsung meminumnya sampai tinggal setengah. Kemudian, dia membalik ponselnya agar rasa keterkejutan itu tak terbaca oleh suaminya. "Kok, nggak jadi makan baksonya, Yang?" tanya Riswan. Setelah Risma membuka matanya tadi, Riswan berjalan ke lemari hendak mengganti pakaian. Oleh karena itulah dia tidak melihat sang istri mendapat chat dari Yustina. Sekarang pun, lelaki itu masih berdiri di depan lemari. "Bentar, Mas. Aku haus banget," alibi Risma. Dia benar-benar syok melihat foto dan kiriman video dari Yustina. Risma menatap langit-langit kamar. Mencoba merangkai kepingan memori semalam. Sedikit memejamkan mata ketika hatinya mulai bertanya-tanya. Benarkah foto dan video itu asli milik sang suami. Baru saja akan membuka video itu lagi, Riswan mendekat. "Mikirin apa, Yang? Kayaknya bingung banget." Riswan duduk di dekat istrinya. Terlintas sebuah ide tentang kebenaran
Baca selengkapnya

78. Bukan Milik Riswan 2

Happy Reading*****"Kenapa tanya tentang hal itu? Apa kamu nggak percaya pada suamimu ini?" tanya balik Riswan. "Bukan gitu, Mas," balas Risma. Merasa tak enak, tetapi dia harus mengetahui hal yang sebenarnya. "Kan, tadi udah ngomong. Nggak boleh marah."Riswan menarik Risma dalam pelukan. Menciumi rambut sang istri penuh kasih sayang. "Mas, nggak marah. Cuma agak aneh saja. Kenapa kamu tiba-tiba nanyain hal itu?""Mas, jawab dulu. Nanti aku kasih alasannya. Kenapa sampai tanya itu." Risma sedikit merenggangkan posisi tubuhnya agar tidak terlalu menempel pada sang suami. Sekalian bisa melihat ekspresi Riswan saat berkata. Sekali lagi, tarikan napas Riswan terdengar. Lalu, mengembuskannya secara kasar. Kentara sekali hal yang akan diceritakan lelaki itu sangatlah berat. "Mas nggak pernah ngirim foto perkakas pribadi ataupun kirim video lagi solo, tapi kalau ngirim foto dan video asusila memang pernah." Riswan menjeda kalimatnya. Menatap sang istri yang terlihat sedikit menaikkan ga
Baca selengkapnya

79. Ujian Pernikahan

Happy Reading*****"Ibu?!" teriak Yustina tak percaya. "Iya, kenapa?" tanya perempuan bergamis hitam yang tak lain adalah ibunya Yustina, Sulasmi. "Harusnya Ibu melakukan ini sejak dulu. Berapa banyak lagi rumah tangga yang akan rusak karena ulahmu? Sekarang Ibu nggak akan tinggal diam." Sulasmi menyeret putrinya keluar dari rumah Risma. "Ibu apa-apaan?!" teriak Yustina, "aku belum selesai dengan mereka.""Jangan mempermalukan diri sendiri. Riswan itu nggak pernah mencintai atau menyukaimu. Dia cuma anggap kamu sahabat. Jika kalian pernah berbuat mesum di dunia maya, maka Ibu pastikan dia sedang khilaf. Ibarat rumah, kamu adalah persinggahan sementara bagi Riswan, sedangkan istrinya adalah pelabuhan yang akan selalu menjadi tujuan utamanya." Sulasmi terus saja mengomel. Sesekali membentak putrinya yang tak mau mendengarkan nasihatnya. "Nggak akan. Aku yakin Riswan juga punya rasa yang sama," kata Yustina masih tetap kukuh pada pemikirannya sendiri. Sementara di belakang ibu dan a
Baca selengkapnya

80. Berusaha Mencetak Gol

Happy Reading*****"Bolehkah?" tanya Riswan mengulang pertanyaannya yang belum juga terjawab. Padahal Risma sudah menganggukkan kepala. "Cerewet, ih. Ya, sudah kalau nggak mau. Aku mau masak buat makan malam dulu." Risma segera melepas mukena dan melipatnya. Secepat kilat, Riswan mencekal tangan sang istri. "Yang, kok gitu? Tega, ih," ucapnya manja. "Ya, nanti malam. Jangan sekarang." Perempuan itupun keluar kamar. "Yang, kamu sudah nggak marah lagi?" kata Riswan sedikit keras karena Risma sudah berada diluar kamar. Perempuan itu berbalik, "Kapan aku marah, Mas?" Riswan menggaruk kepala. Jawaban istrinya memang benar. Risma tidak mengatakan marah atau benci dengan kelakuannya, hanya saja perempuan itu lebih banyak diam beberapa hari ini. Sehingga sang suami mengambil kesimpulan sendiri bahwa Risma tengah marah kepadanya. Hati perempuan memang sulit ditebak. Ucapan dan tindakan kadang berbanding terbalik. Riswan tersenyum mendapati kebodohannya sendiri. Harusnya, dia bertanya s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
22
DMCA.com Protection Status