Home / Pernikahan / Setahun Tanpa Sentuhanmu / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of Setahun Tanpa Sentuhanmu: Chapter 181 - Chapter 190

214 Chapters

181. Keputusan yang Tergesa

Happy Reading*****"Jangan mimpi kamu, Dik! Aku nggak sudi nikah sama kamu! Bagiku, kamu itu seperti adik. Posisinya sama persis seperti Rosma." Dara berkata dengan nada mengejek.Tawa Hirawan terdengar cukup keras. "Aku bisa lebih hot dari pacarmu yang tadi. Mau coba?" balasnya tanpa di duga siapa pun. Jika Hirawan sudah berkata seperti itu, Fattah lebih baik diam. Emosi saudaranya tengah meletup-letup saat ini. Siapa pun bisa berkata ngawur saat hati diliputi kekecewaan. Jelas sekali adegan tak pantas yang dilakukan Dara terlihat jelas. Fattah mungkin tidak akan setenang Hirawan saat hal semacam itu terjadi pada dirinya. "Kamu cuma anak kecil. Nggak bakalan bisa menandingi permainan pacarku. Apa sih yang kamu bisa?""Jangan menghina. Kalau cuma membuat perutmu bunting aku bisa, Kak!" Hirawan memukul setir cukup keras membuat Fattah yang duduk di sebelahnya berjingkat. Sementara Dara terdiam mendengar perkataan si bungsu. Mereka bertiga diam tanpa kata hingga mobil Hirawan tepat
Read more

182. Pikirkan Ulang

Happy Reading*****"Maksud Papa apa?" tanya Hirawan tak mengerti. "Sudahlah, Pa," kata Risma, mengelus lengan sang suami agar emosinya tak meledak. Hari sudah semakin larut. "Kalian tidurlah. Besok pagi, kita bicara hal yang serius." Sengaja Risma berkata demikian agar emosi suaminya mereda. Kedua putra mereka menurut. Masuk ke kamar masing-masing di lantai dua. Di dalam kamar, Hirawan mulai memikirkan dampak terburuk dari kelakuan Dara tadi. Semakin lama, pikiran negatif itu makin tampak jelas. Dia pun mengambil wudu dan mulai melaksanakan salat. Meminta petunjuk pada Sang Pencipta sesuai anjuran Riswan tadi siang. Setelah itu, Hirawan merebahkan tubuhnya pada ranjang. Esok hari masih banyak hal yang harus dia kerjakan. Termasuk menjawab pertanyaan papanya tadi. *****Suara azan Subuh berkumandang sebagai tanda permulaan hari. Hirawan membuka mata. Baru akan merenggangkan tubuh, suara ketukan terdengar. Fadil memanggil-mangil namanya untuk segera berangkat ke musala. "Dua menit
Read more

183. Bimbang

Happy Reading*****Sepeninggal Rosma, Hirawan memandangi alat yang belum diketahui apa fungsinya. Dia mulai berselancar mencari tahu benda itu di internet sesuai anjuran sang gadis. Setelah menemukan apa kegunaan alat itu, mata si bungsu membulat sempurna. Nyaris mengumpat karena benda mungil digenggamannya ternyata milik orang yang sangat dicintainya."Bodoh! Kenapa aku nggak tahu nama alat ini dan fungsinya. Ke mana saja pas guru menerangkan tentang alat-alat sepenting ini?" Hirawan merutuki dirinya sendiri karena ketidaktahuan benda yang dipegangnya. Sedikit jijik ketika melihat dua garis merah yang terdapat pada alat yang dipegangnya. Begitu hinakah Dara hingga berbuat hal serendah itu? Hirawan tak habis pikir, dia seolah benar-benar tak mengenal sosok pujaan hatinya. Seringkali bertemu dan dekat, tak menjamin Hirawan mengenal lebih dalam perangai sulung Iklima. 'Ya Allah. Kenapa Dara bisa berbuat sejauh ini? Apa dia nggak mikir nama baik Om Farel dan Tante Iklima dipertaruhkan
Read more

184. Alat Tes Kehamilan

Happy Reading*****Kebiasaan membereskan kamar putranya dilakukan sendiri oleh Risma setiap sore. Setelah menyiapkan makan malam, dia bergegas ke kamar Fattah. Tersenyum melihat ketarapian kamar si sulung, Risma tersenyum.Sejak mendiang Hamdiyah berpulang. Sikap Fattah sedikit berubah. Tidak pernah merepotkan Risma dan suaminya. Sosoknya lebih santun dan lebih menyayangi Hirawan. Entah apa yang dikatakan neneknya itu, Risma sangat bersyukur. Dia makin menyayangi putra sulungnya. Setelah puas melihat kamar Fattah, Risma keluar dan masuk ke kamar Hirawan. Siang tadi, setelah mereka berdebat tentang calon menantu, si bungsu berangkat kerja dan sampai sekarang belum pulang. Padahal biasanya, dialah orang yang datang lebih awal dari ketiga lelaki lainnya. Masih rapi, selimut dan sprei sudah tertata indah, tetapi tidak dengan meja belajar. Hirawan menaruh buku serta laptop asal-asalan. Mulai aktif membersihkan meja belajar putranya, Risma menemukan benda bulat lonjong. Matanya membulat
Read more

185. Ketahuan

Happy Reading*****"Sadar, Dik," kata Riswan, "sekalipun beberapa mazhab membolehkan menikahi perempuan yang hamil akibat berzina, tapi Papa memilih mengikuti mazhab yang mengharamkan demi menjaga nasab keturunan anak cucu. Papa sangat keberatan dengan sikap dan keputusanmu, Dik.""Kakek setuju sama omongan papamu. Menolak keberadaan Dara jika Adik sampai nekat menikahinya," tambah Fadil. Dia mulai geram dengan rasa cinta yang dimiliki Hirawan. Fattah menepuk lengan adiknya. "Jangan sampai karena cinta, hati dan pikiranmu menjadi buta. Bisa jadi, Adik bersedia menikahi Dara, tapi apa mungkin dia bersedia menikah denganmu. Sedangkan, kemarin malam saja, Dara menolak mentah-mentah niatmu itu.""Ucapan masmu bener, Dik," sahut Rofikoh, "pernah nggak Adik membayangkan tindakan Dara? Bisa jadi, dia dan pacarnya itu merencanakan aborsi?""Nenek!" jawab Hirawan keras, "Dara nggak mungkin melakukannya. Saat ini, dia pasti ketakutan dan bingung harus berbuat apa. Mau cerita ke Om dan Tante n
Read more

186. Sebuah Kata

Happy Reading*****"Ayah, Bunda?" kata Dara berusaha menutupi keterkejutannya. "Maaf, Kakak nggak pamit kalau ngerjain tugas kelompok." "Yakin ngerjain tugas?" Iklima melirik putrinya sinis. "I ... ya, Bun. Beneran kakak ngerjain tugas. Tanya saja sama Mawar," kata Dara sedikit gelagapan. "Terus! Apa yang kakak kerjakan di klinik Dokter Bambang? Apa Kakak sakit? Kenapa nggak periksa sama Bunda atau Ayah? Kedua orang tuamu dokter, kan? Bahkan lebih terkenal dari dokter yang kamu datangi?" Suara Farel menggelegar. Kentara sekali emosinya mulai terpancing. "Kakak sedang penelitian di sana, Yah," jawab Dara cepat. "Benarkah? Kenapa namamu terdaftar di buku pasien beliau?" Lagi suara Farel meninggi, "Panggil cowok yang ngaku sebagai pacarmu sekarang juga," perintah Farel mengejutkan semua orang termasuk Rosma dan Iklima. "Un-tuk a-apa, Yah?" Dara mulai ketakutan. "Malam ini juga dia harus bertanggung jawab menikahimu. Ayah nggak mau lebih berdosa dengan membiarkan Kakak terus berbu
Read more

187. Rencana Dara

Happy Reading*****Pulang dari acara rutin bersama sahabat orang tuanya. Wajah Fattah terlihat semringah. Demikian juga kedua orang tuanya. Akan tetapi tidak dengan si bungsu. Wajahnya mendung seakan tertutup awan gelap. Di meja makan, saat mereka berkumpul untuk makan malam, Hirawan lebih banyak diam tak menanggapi cerita orang tuanya maupun saudaranya. "Adik sakit?" tanya Rofikoh. "Nggak, Nek. Cuma lagi ngantuk aja. Adik boleh ke kamar duluan?" pamitnya pada seluruh keluarga. "Belum salat Isya, jangan tidur terlebih dulu, Dik," peringat Fadil yang dijawan anggukan oleh si bungsu. "Assalamualaikum," salam Hirawan. Kemudian berdiri dan meninggalkan keluarganya. "Sepertinya, ada sesuatu yang sedang dipikirkan. Nggak biasanya Adik lesu gitu. Kalau habis belanja buku, biasanya dia antusias buat mereview. Seperti yanh sering dilakukan, kok, ini nggak, ya?" Risma menatap kepergian putranya dengan penuh tanda tanya. "Biar Mas yang tanyain nanti, Ma. Takutnya Adik masih mikir caranya
Read more

188. Lamaran

Happy Reading*****Sejak pagi, Hirawan sibuk menyiapkan seserahan untuk melamar putri dari Iklima. Tak ada keluarganya yang setuju, tetapi dia tak mempermasalahkannya. Masih ada Riska dan juga Fattah yang mau tak mau harus mendampingi si bungsu. Atas saran Lutfi dan Rini, Riska terpaksa menyetujui demi keponakan tersayangnya. Bersama suami dan juga putri semata wayangnya, selepas magrib, mereka akan ke rumah Iklima. Hirawan melirik jam dinding kamarnya, sudah pukul tiga sore. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Meraih ponsel, dia mengetikkan chat pada sang pujaan. [Dandan yang cantik nanti malam.] Setelah mengirimkan chat tersebut, Hirawan tersenyum sendiri padahal si gadis sama sekali tak membalas chat-nya, hanya membaca. Namun, rasa bahagia itu tak terbendung dalam hati lelaki berusia 21 tahun itu. Segera mandi ketika azan berkumandang, Hirawan merasakan kebahagiaan tersendiri walau semua keluarganya menentang keputusan yang sudah dia buat. Setelah mandi, dia turun dan berp
Read more

189. Alasan Hirawan

Happy Reading*****Hirawan dan Farel menatap Dara dengan senyuman. Namun, tak menjawab apa pun. Hirawan bahkan tak meminta jawaban lamarannya pada Rosma. Dia malah akan memasangkan cincin yang sudah dipersiapkan ke jari manis si bungsu.Bolehkah Rosma tersenyum di saat saudaranya tengah dilanda kebingungan dan patah hati? Tentu saja si hungsu tidak akan pernah melakukannya. Rosma adalah sosok yang penuh empati terhadap orang lain. Si gadis mengepalkan tangan kirinya agar Hirawan tak bisa memasangkan cincin pada jari manisnya. "Dik, buka dong jarinya." Hirawan sengaja mengerlingkan mata pada Rosma. "Awan!" bentak Dara. Dia menarik kerah kemeja si lelaki. "Bisa diem, nggak?" tanya Hirawan dengan wajah menakutkan. "Kamu ke sini bukan untuk melamar Rosma, tapi melamar aku. Bukankah cintamu, hanya untukku?""Itu dulu sebelum kamu begitu menyakitiku, Kak. Bahkan aku yakin, Kak Dara memintaku datang melamar bukan karena keinginan hati.""Awan." Satu tamparan mendarat di pipi Hirawan. "T
Read more

190. Kebahagiaan Keluarga

Happy Reading*****Suara kekehan Farel yang terdengar selentingan, saat Hirawan menelepon membuat Risma manyun. "Matiin sajalah, Pa. Mama nggak mau stres gara-gara anak satu itu," pinta Risma sengaja mengeraskan suara agar di seberang sana Farel mendengar. Dia sangat jengkel pada putranya itu. "Ya, sudah. Kalau Mama sama Papa nggak merestui kami nggak masalah. Adik bakalan tetap nikah, kok," kata Hirawan sengaja menggoda orang tuanya. "Terserah Adik. Jangan coba-coba menghubungi atau mencari kami lagi. Assalamualaikum, papa tu ...," kata Riswan."Waalaikumusalam. Om Riswan beneran nggak mau aku jadi menantu?" kata Rosma mengehentikan Riswan yang akan menutup telepon. Risma dan Riswan saling memandang. Mereka kini tengah menginap di rumah mereka dulu. Ketika Hirawan berangkat melamar sang pujaan. Keduanya telah sepakat mendiamkan si bungsu dengan tinggal di rumah lama."Bukannya itu suara Rosma, Pa?" tanya Risma sedikit keras. "Iya, Tante. Jadi adik nggak direstui sebagai menantu
Read more
PREV
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status