Beranda / Pernikahan / Setahun Tanpa Sentuhanmu / 184. Alat Tes Kehamilan

Share

184. Alat Tes Kehamilan

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Happy Reading

*****

Kebiasaan membereskan kamar putranya dilakukan sendiri oleh Risma setiap sore. Setelah menyiapkan makan malam, dia bergegas ke kamar Fattah. Tersenyum melihat ketarapian kamar si sulung, Risma tersenyum.

Sejak mendiang Hamdiyah berpulang. Sikap Fattah sedikit berubah. Tidak pernah merepotkan Risma dan suaminya. Sosoknya lebih santun dan lebih menyayangi Hirawan. Entah apa yang dikatakan neneknya itu, Risma sangat bersyukur. Dia makin menyayangi putra sulungnya.

Setelah puas melihat kamar Fattah, Risma keluar dan masuk ke kamar Hirawan. Siang tadi, setelah mereka berdebat tentang calon menantu, si bungsu berangkat kerja dan sampai sekarang belum pulang. Padahal biasanya, dialah orang yang datang lebih awal dari ketiga lelaki lainnya.

Masih rapi, selimut dan sprei sudah tertata indah, tetapi tidak dengan meja belajar. Hirawan menaruh buku serta laptop asal-asalan. Mulai aktif membersihkan meja belajar putranya, Risma menemukan benda bulat lonjong. Matanya membulat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   185. Ketahuan

    Happy Reading*****"Sadar, Dik," kata Riswan, "sekalipun beberapa mazhab membolehkan menikahi perempuan yang hamil akibat berzina, tapi Papa memilih mengikuti mazhab yang mengharamkan demi menjaga nasab keturunan anak cucu. Papa sangat keberatan dengan sikap dan keputusanmu, Dik.""Kakek setuju sama omongan papamu. Menolak keberadaan Dara jika Adik sampai nekat menikahinya," tambah Fadil. Dia mulai geram dengan rasa cinta yang dimiliki Hirawan. Fattah menepuk lengan adiknya. "Jangan sampai karena cinta, hati dan pikiranmu menjadi buta. Bisa jadi, Adik bersedia menikahi Dara, tapi apa mungkin dia bersedia menikah denganmu. Sedangkan, kemarin malam saja, Dara menolak mentah-mentah niatmu itu.""Ucapan masmu bener, Dik," sahut Rofikoh, "pernah nggak Adik membayangkan tindakan Dara? Bisa jadi, dia dan pacarnya itu merencanakan aborsi?""Nenek!" jawab Hirawan keras, "Dara nggak mungkin melakukannya. Saat ini, dia pasti ketakutan dan bingung harus berbuat apa. Mau cerita ke Om dan Tante n

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   186. Sebuah Kata

    Happy Reading*****"Ayah, Bunda?" kata Dara berusaha menutupi keterkejutannya. "Maaf, Kakak nggak pamit kalau ngerjain tugas kelompok." "Yakin ngerjain tugas?" Iklima melirik putrinya sinis. "I ... ya, Bun. Beneran kakak ngerjain tugas. Tanya saja sama Mawar," kata Dara sedikit gelagapan. "Terus! Apa yang kakak kerjakan di klinik Dokter Bambang? Apa Kakak sakit? Kenapa nggak periksa sama Bunda atau Ayah? Kedua orang tuamu dokter, kan? Bahkan lebih terkenal dari dokter yang kamu datangi?" Suara Farel menggelegar. Kentara sekali emosinya mulai terpancing. "Kakak sedang penelitian di sana, Yah," jawab Dara cepat. "Benarkah? Kenapa namamu terdaftar di buku pasien beliau?" Lagi suara Farel meninggi, "Panggil cowok yang ngaku sebagai pacarmu sekarang juga," perintah Farel mengejutkan semua orang termasuk Rosma dan Iklima. "Un-tuk a-apa, Yah?" Dara mulai ketakutan. "Malam ini juga dia harus bertanggung jawab menikahimu. Ayah nggak mau lebih berdosa dengan membiarkan Kakak terus berbu

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   187. Rencana Dara

    Happy Reading*****Pulang dari acara rutin bersama sahabat orang tuanya. Wajah Fattah terlihat semringah. Demikian juga kedua orang tuanya. Akan tetapi tidak dengan si bungsu. Wajahnya mendung seakan tertutup awan gelap. Di meja makan, saat mereka berkumpul untuk makan malam, Hirawan lebih banyak diam tak menanggapi cerita orang tuanya maupun saudaranya. "Adik sakit?" tanya Rofikoh. "Nggak, Nek. Cuma lagi ngantuk aja. Adik boleh ke kamar duluan?" pamitnya pada seluruh keluarga. "Belum salat Isya, jangan tidur terlebih dulu, Dik," peringat Fadil yang dijawan anggukan oleh si bungsu. "Assalamualaikum," salam Hirawan. Kemudian berdiri dan meninggalkan keluarganya. "Sepertinya, ada sesuatu yang sedang dipikirkan. Nggak biasanya Adik lesu gitu. Kalau habis belanja buku, biasanya dia antusias buat mereview. Seperti yanh sering dilakukan, kok, ini nggak, ya?" Risma menatap kepergian putranya dengan penuh tanda tanya. "Biar Mas yang tanyain nanti, Ma. Takutnya Adik masih mikir caranya

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   188. Lamaran

    Happy Reading*****Sejak pagi, Hirawan sibuk menyiapkan seserahan untuk melamar putri dari Iklima. Tak ada keluarganya yang setuju, tetapi dia tak mempermasalahkannya. Masih ada Riska dan juga Fattah yang mau tak mau harus mendampingi si bungsu. Atas saran Lutfi dan Rini, Riska terpaksa menyetujui demi keponakan tersayangnya. Bersama suami dan juga putri semata wayangnya, selepas magrib, mereka akan ke rumah Iklima. Hirawan melirik jam dinding kamarnya, sudah pukul tiga sore. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Meraih ponsel, dia mengetikkan chat pada sang pujaan. [Dandan yang cantik nanti malam.] Setelah mengirimkan chat tersebut, Hirawan tersenyum sendiri padahal si gadis sama sekali tak membalas chat-nya, hanya membaca. Namun, rasa bahagia itu tak terbendung dalam hati lelaki berusia 21 tahun itu. Segera mandi ketika azan berkumandang, Hirawan merasakan kebahagiaan tersendiri walau semua keluarganya menentang keputusan yang sudah dia buat. Setelah mandi, dia turun dan berp

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   189. Alasan Hirawan

    Happy Reading*****Hirawan dan Farel menatap Dara dengan senyuman. Namun, tak menjawab apa pun. Hirawan bahkan tak meminta jawaban lamarannya pada Rosma. Dia malah akan memasangkan cincin yang sudah dipersiapkan ke jari manis si bungsu.Bolehkah Rosma tersenyum di saat saudaranya tengah dilanda kebingungan dan patah hati? Tentu saja si hungsu tidak akan pernah melakukannya. Rosma adalah sosok yang penuh empati terhadap orang lain. Si gadis mengepalkan tangan kirinya agar Hirawan tak bisa memasangkan cincin pada jari manisnya. "Dik, buka dong jarinya." Hirawan sengaja mengerlingkan mata pada Rosma. "Awan!" bentak Dara. Dia menarik kerah kemeja si lelaki. "Bisa diem, nggak?" tanya Hirawan dengan wajah menakutkan. "Kamu ke sini bukan untuk melamar Rosma, tapi melamar aku. Bukankah cintamu, hanya untukku?""Itu dulu sebelum kamu begitu menyakitiku, Kak. Bahkan aku yakin, Kak Dara memintaku datang melamar bukan karena keinginan hati.""Awan." Satu tamparan mendarat di pipi Hirawan. "T

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   190. Kebahagiaan Keluarga

    Happy Reading*****Suara kekehan Farel yang terdengar selentingan, saat Hirawan menelepon membuat Risma manyun. "Matiin sajalah, Pa. Mama nggak mau stres gara-gara anak satu itu," pinta Risma sengaja mengeraskan suara agar di seberang sana Farel mendengar. Dia sangat jengkel pada putranya itu. "Ya, sudah. Kalau Mama sama Papa nggak merestui kami nggak masalah. Adik bakalan tetap nikah, kok," kata Hirawan sengaja menggoda orang tuanya. "Terserah Adik. Jangan coba-coba menghubungi atau mencari kami lagi. Assalamualaikum, papa tu ...," kata Riswan."Waalaikumusalam. Om Riswan beneran nggak mau aku jadi menantu?" kata Rosma mengehentikan Riswan yang akan menutup telepon. Risma dan Riswan saling memandang. Mereka kini tengah menginap di rumah mereka dulu. Ketika Hirawan berangkat melamar sang pujaan. Keduanya telah sepakat mendiamkan si bungsu dengan tinggal di rumah lama."Bukannya itu suara Rosma, Pa?" tanya Risma sedikit keras. "Iya, Tante. Jadi adik nggak direstui sebagai menantu

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   191. Mencintaimu

    Happy Reading*****Semalaman Rosma tak dapat memejamkan mata. Setelah berbincang dengan Risma dan seluruh keluarga Hirawan secara bergantian. Gadis itu tak menyangka bahwa sang pujaan akan melamarnya. Melihat betapa cuek sikap Hirawan selama ini apalagi perasaan lelaki itu pada kakaknya, Rosma sudah mengubur dalam-dalam rasa cintanya itu. Akan tetapi, malam ini terjadi sebuah keajaiban. Doa-doa yang Rosma panjatkan diijabah sepenuhnya oleh Allah. "Dik, ayo sarapan! Kamu nggak kuliah?" Suara ketukan mengakhiri doa yang dipanjatkan Rosma. Dia baru selesai melaksanakan salat Dhuha saat ini. "Iya, Bun. Bentar lagi Adik turun," jawab Rosma. Segera melipat mukena yang dikenakan dan mulai memakai kerudungnya. Hari ini, Rosma pertama kali masuk kuliah.Baru akan keluar kamar ponselnya berbunyi. Nama Hirawan terlihat, tanpa menunggu lama, Rosma langsung mengangkat panggilan video lelaki itu."Assalamualaikum, Mas. Ada apa?" Wajah ganteng Hirawan sudah memenuhi layar. Lelaki itu terlihat me

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   192. Hirawan Cemburu

    Happy Reading*****Menjalankan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, Hirawan tak membuka suara sama sekali. Dia tengah mengatur ritme jantung yang kian bergemuruh. Entahlah, melihat Rosma berbincang dengan cowok seperti tadi sungguh sangat menyakitkan. Rasanya lebih sakit dibanding ketika melihat Dara berpelukan dan berciuman dengan pacarnya saat itu. "Mas, kita mau ke mana? Ini bukan jalan ke rumahku?" tanya Rosma takut-takut. Tak ada senyuman di wajah Hirawan sejak tadi."Kita ke tempat kerja Mas sebentar," kata Hirawan dingin. "Tapi, Mas. Aku belum pamit sama Ayah. Nanti beliau nyariin gimana?" Rosma sungguh bingung dengan sikap lelaki di sampingnya ini. Kenapa bisa berubah ke mode jutek seperti dulu. "Mas yang akan pamit sama Ayah. Adik tenang saja. Ada sesuatu yang harus diselesaikan antara kita berdua. Jangan membantah. Mas, nggak suka," peringat Hirawan. Setelah itu, dia fokus pada jalanan kembali dan Rosma diam. Rosma adalah tipe perempuan penurut sekaligus penakut. D

Bab terbaru

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2 14. Kebahagiaan Sesungguhnya

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   213. Ulang Tahun Pernikahan 2

    Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   212. Ulang tahun Pernikahan

    Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   211. Rencana Pernikahan masal

    Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   210. Keberanian Hilmi

    Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   209. Kebahagiaan Datang

    Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   208. Rencana Masa Depan

    Happy Reading*****"Kok, bisa nyusul ke sini, Pa?" tanya Hirawan pada Riswan, tetapi matanya malah menatap Rosma. "Bisalah. Apa sih yang nggak bisa dilakuin buat mantu kesayangan Papa," sahut Risma setengah menggoda putranya. Bukan berarti dia tidak bersedih dengan kematian bayi Dara, tetapi lebih kepada memberikan sedikit hiburan pada dua lelaki yang wajahnya terlihat sedih dan sangat lelah. "Hmm, ternyata anak ayah udah kangen sama suaminya. Baru juga nggak ketemu sehari kemarin," tambah Farel. Dia memeluk sahabatnya itu dan menyalami Risma serta Fattah. "Bukan gitu, Yah. Adik kepikiran sama Kak Dara, makanya minta Papa sama Mama buat nganter ke sini," jelas Rosma merasa tak enak hati. Tak ingin semua orang salah paham dengan kehadirannya sekarang. "Beliau semua bercanda, Yang. Nggak perlu diambil serius gitu," kata Hirawan. Segera menarik sang istri dalam pelukan dan menciumi wajah serta keningnya. "Banyak orang, woy," teriak Fattah tak terima jika pasangan muda itu berbuat d

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   207. Terguncang

    Happy Reading*****Hirawan segera membangunkan ayahnya."Ada apa, Mas?""Kak Dara lari, Yah.""Astagfirullah. Lari ke mana?" Farel berdiri dan langsung mencari putrinya. "Ke arah mana dia tadi pergi?""Kanan, Yah." Hirawan mulai panik. Pergerakan Dara sungguh cepat. Mereka berdua berpisah di persimpangan lorong. Hirawan sudah hampir mencapai pintu keluar khusus tamu pengunjung. Keadaan larut malam dan sepi membuatnya mudah mengenali sosok Dara yang hampir mencapai gerbang. "Kakak," panggil Hirawan, Dara menoleh. Namun, perempuan itu malah sengaja mempercepat langkah. Tak mau terjadi apa-apa dengan kakak iparnya, Hirawan berlari dan menarik pergelangan tangan Dara. Si perempuan mendelik sebal. "Lepas, Wan. Kakak mau nyari orang yang sudah nabrak tadi. Kakak bakalan tuntut dia karena sudah membunuh anakku," teriak Dara di tengah sepinya malam. "Kak, jangan seperti ini. Kasusnya sudah ditangani pihak berwenang. Kakak nggak boleh main hakim sendiri," peringat Hirawan. Dia masih meme

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   206. Janin Dara

    Happy Reading*****Risma mendelik mendengar cerita Iklima. Sedikit berteriak ketika memanggil Hirawan. Suami Rosma itu pun setengah berlari mendekati mamanya. "Ada apa, Ma?""Cepatan ambil perlengkapanmu dan segera temani ayahmu, Dik," kata Risma panik. Tanpa bertanya, Hirawan berbalik arah dan segera mengambil perlengkapannya di kamar. "Ada apa sebenarnya, Ma?" tanya Riswan pada sahabatnya, Iklima. "Dara, Wan. Sekali lagi, aku teledor menjaga anak itu," kata Farel menjawab pertanyaan besannya karena sang istri masih sesenggukan. Riswan mengembuskan napas panjang. Dia merangkul sahabatnya. "Tenangkan Dirimu, Rel. Kamu akan menempuh perjalanan panjang."Beberapa menit kemudian, Hirawan muncul di depan kedua orang tua dan mertuanya. "Ayo, Yah. Kita berangkat sekarang."Tanpa bertanya ada masalah apa, sang menantu mengajak mertuanya pergi. Riswan dan Risma menganggukkan kepala, tanda mereka setuju. Demikiam juga Rofikoh dan Fadil yang baru saja bergabung. Setelah bersalaman, Hiraw

DMCA.com Protection Status