Home / Romansa / Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar: Chapter 81 - Chapter 90

129 Chapters

bab 81

Rahang Raya mengeras begitu mendengar tuduhan dari kakak iparnya, jujur saja dia tak terima dikata-katai seperti itu oleh Kinanti.Gadis itu sudah berhasil mengambil ponselnya dari tadi. Awalnya dia tak mengerti mengapa tiba-tiba ibunya menyemprotnya dengan marah-marah serta Kinanti yang malah memaki-maki dirinya.Namun, firasat Raya mengatakan bahwa barangkali ibu dan kakak iparnya itu habis melihat sesuatu di ponselnya yang dia tinggalkan begitu saja di atas meja.Dengan cepat, Raya langsung melihat ponselnya dan langsung kaget melihat ruang obrolannya dengan sang gadun baru begitu panas dan liar. Gadun itu sampai mengirimkan foto organ yang paling haram di lihat. Dalam seketika, tubuh Raya menegang dan keringat dingin langsung mengalir dari pelipisnya. “Mati aku!” pekiknya dalam hati. Sungguh, Raya sangat mengutuki dirinya mengapa kali ini bisa lengah. Bisa-bisanya dia meninggalkan ponselnya begitu saja padahal seharusnya dia harus tetap waspada. Ada be
Read more

bab 82

Aldo yang tadi tengah menatap sisa makanan mertuanya, dikagetkan dengan teriakan Kinanti yang meminta pertolongannya. "Mas, kok malah bengong. Ayo, bantu Papa!" teriaknya lagi.Dia pun segera mendekat untuk menolong Guntur, ya membawa tubuh laki-laki itu ke tempat yang lebih nyaman lagi. Namun, Guntur malah sempat-sempatnya menolak pertolongan dari Aldo. Dia yang muak, enggan menerima pertolongan dari menantunya itu."Diam kamu, jangan bantu saya!" teriaknya.Aldo sempat terdiam, saat Guntur melarang dirinya menolongnya untuk bangun. Melihat itu, Kinanti kembali berteriak membuat Aldo pun melanjutkan tugasnya tanpa peduli dengan teriakan penolakan dari mertuanya."Dasar sialan, jangan sentuh saya!""Udah Mas, jangan didengarkan. Bantu Papa!" mohon Kinanti."Pa, udah ya, biarin Mas Aldo bawa Papa ke kamar. Biar bisa tiduran, biar bisa istirahat dengan nyaman," ucap Kinanti menenangkan ayahnya itu.Bagaimana lagi, di sana
Read more

bab 83

"Kinanti ... "Dengan suara yang terdengar begitu pelan dan berat, Guntur berusaha memanggil putrinya dari dalam kamar. Kinanti pun menoleh ke arah pintu kamar ayahnya yang sedikit terbuka itu lalu menghela napas.Saat itu pula Kinanti mendengar beberapa ocehan Miranti yang terus mengatakan beberapa kalimat permohonan maaf dengan sedikit memelas. Ya! Miranti tentu berusaha membujuk menantunya agar ia tidak terusir dari rumah itu.Tetapi Kinanti yang sudah merasa lelahpun akhirnya hanya mendengar kata-kata itu tanpa menanggapinya, ia lebih memilih berpaling dan pergi meninggalkan ibu mertuanya menuju kamar sang ayah yang sejak tadi memanggilnya.Ketika Kinanti membuka pintu itu, tampak sang ayah tengah mendapat beberapa pijatan relaksasi dari asisten rumah tangga mereka. Kinanti sempat terdiam sesaat melihat kondisi Guntur yang terlihat tak baik-baik saja."Aku di sini ... "Guntur pun memberi signal melalui lambaian tangannya aga
Read more

bab 84

Bi Nur mengangguk, lalu berkata, “Iya, Non. Masuk aja dulu.”“Iya, Bi.” Walaupun ini rumahnya, entah kenapa Kinanti jadi merasa sungkan. Apa mungkin karena harus memecat wanita yang sudah bekerja belasan tahun untuk merawat keluarganya?Hah, sejujurnya saja, Kinanti tak tega memecat wanita tua yang kini duduk berhadapan dengannya. Namun jika tidak memilih salah satu, maka perekonomian keluarganya akan semakin memburuk, lebih parah dari kondisi sekarang.“Non?” Bi Nur memegang pundak Kinanti untuk menyadarkan wanita itu dari lamunan.“Ah iya.” Kinanti terkejut.Bi Nur tersenyum, lalu bertanya, “Non mau bicara apa? Bicara aja.”“Em ... gimana ya, Bi. Aku jadi bingung harus mulai dari mana.” Kinanti meremas jemarinya sendiri.Apakah perkataannya nanti tidak menyakiti bi Nur? Ah sudah pasti mengejutkan. Namun untuk menyakiti, tinggal bagaimana bi Nur menanggapi. Semoga saja wanita tua itu mengerti dengan kondisi perekonomian kel
Read more

bab 85

"Apa!?" pekik Aldo tanpa sadar menaikkan nada bicaranya, "K-kamu ... "Aldo tak kuasa menyelesaikan perkataannya sendiri kala ia mendengar permintaan sang istri yang begitu mengejutkan bahkan di luar nalar. Betapa tidak? Tak ada angin maupun hujan, tiba-tiba Kinanti meminta sesuatu yang terbilang tidak mudah bagi Aldo.Hal itu kini membuat Aldo pusing sendiri menghadapi sikap istrinya yang membuatnya merasa terhimpit. Terlebih Aldo sendiri berpikir bahwa selama ini ia tidak pernah diberi jatah pada malam hari oleh istrinya sendiri.Ya, mulanya semua terasa seperti sudah biasa karena Aldo pun mengerti dengan kondisi kandungan Kinanti yang semakin tua, pun dengan pekerjaannya yang mengharuskannya untuk pulang malam dan langsung pergi tidur. Semua tampak sudah biasa baginya, namun entah mengapa hal itu terasa aneh saat ini.Bahkan jika di pikir-pikir lagi Aldo merasa bahwa Kinanti sudah tudak terlihat mood lagi untuk melayaninya."Apa karen
Read more

bab 86

Aldo yang mendapatkan pukulan bertubi-tubi di tubuhnya pun seketika terkesiap dari tidur. Pria itu berteriak histeris, antara kaget dan juga berusaha menekan rasa sakit yang masih terus Guntur torehkan padanya."Astaga! Apa-apaan ini! Tolong hentikan! Aku bukan maling! Aku Aldo!" Dengan cepat Aldo membuka sarung yang sejak tadi dia gunakan untuk menutupi kepala karena silaunya cahaya dari sorot lampu teras yang menurutnya begitu mengganggu.Guntur yang mengetahui wajah sang menantu kini terpampang jelas di depan mata pun seketika menahan pukulan yang hendak kembali dia layangkan."A-Aldo? Kenapa kamu malah tidur di sini?" tanya Guntur bingung. Antara merasa bersalah dengan sang menantu namun juga kembali merasa kecewa dengan ulah Aldo yang lagi-lagi hanya bisa menimbulkan masalah saja.Belum sempat Aldo memberikan jawaban, semua penghuni rumah sudah ikut bangun bahkan berbondong-bondong keluar dari kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Read more

bab 87

Jaka yang saat ini masih termangu dengan ponsel di telinganya, hanya terbengong untuk beberapa saat. Mendengarkan sesuatu yang seharusnya tak bisa ia dengarkan, namun menjadi seperti tambang emas di depan mata.Tentu saja, dengan bodohnya Aldo tidak memastikan apakah sambungan teleponnya sudah benar-benar terputus atau tidak. Jadi bukan salah Jaka jika ia mendengarkan semua percakapan antara Aldo dan istrinya itu."Hah ... ini benar-benar gila," gumamnya lirih. Wajahnya sudah membentuk ekspresi yang sangat jelas sekarang. Seperti mendapatkan sebuah jackpot besar!"Aldo benar-benar bodoh. Jadi jangan salahkan aku kalau aku mengetahui kekacauan di dalam rumah tanggamu, Aldo. Dan tentu saja aku tak akan membiarkan ini begitu saja.""Ini adalah tambang emas!" imbuhnya lagi.Jaka, dia akan memanfaatkan keretakan dan celah besar yang ada di rumah tangga Aldo untuk menguras semua uang milik laki-laki bodoh itu. Jadi Jaka tak akan bersusah payah
Read more

bab 88

Secara tidak sengaja Arumi mendengar pembicaraan antara Citra dan Nugroho, dari pembicaraan tersebut terdengar Citra ingin menyetir sendirian dan yang membuat Arumi kesal adalah suaminya menyetujui usul Citra.“Tidak bisa, Mama tidak setuju kalau kamu menyetir sendiri, lagipula ada sopir yang siap sedia mengantar kamu kemana-mana, sangat berbahaya kalau kamu kemana-mana tanpa pengawalan,” ucap Arumi menyela pembicaraan Citra dan Nugroho.“Mama.. Citra kan sudah lama tidak menyetir sendiri, Citra juga ingin tidak bergantung lagi dengan sopir Ma, jadi tidak ada salahnya kalau Citra ingin kemana-mana tanpa di kawal Ma,” jawab Citra.“Justru karena kamu lama tidak menyetir, membuat Mama semakin khawatir Citra, bagaimana kalau ada apa-apa di jalan, misal mogok atau ada yang menganggu,” lanjut Arumi. Wanita itu memang sangat menyayangi putrinya sehingga selalu khawatir setiap langkah yang di ambil Citra. Hal itu memang sangat wajar mengingat Citra adalah putri
Read more

bab 89

“Buruan turunnya, Bu. Saya lagi buru-buru nih!” tukas Aldo sembari memandang layar ponselnya. Wajah penumpangnya sama sekali tidak dia lihat saking tak peduli lagi. Dia hanya ingin segera mengikuti Citra sekarang.“Apa-apaan, sih! Driver mana yang memperlakukan penumpangnya seperti ini!” omel ibu-ibu itu, dia terlihat sudah berumur tapi masih tubuhnya masih sangat segar untuk mengomeli driver tidak sopan seperti Aldo.“Iya, sorry ya, Bu. Ibu sih barangnya banyak,” seloroh Aldo yang tak sabaran.“Awas ya, saya kasih rating bintang satu kamu!” umpat ibu-ibu itu. Baru kali ini dirinya mendapatkan pelayanan yang sangat buruk.Aldo hanya melengah dan tak begitu mendengarkan. Yang jelass, setelah penumpangnya turun, dia langsung melajukan kendaraannya untuk mengejar posisi Citra yang saat ini masih dipantau oleh Joko.Lelaki itu hanya ingin segera bertemu dengan Citra, mantan istrinya itu pasti berdandan sangat cantik pagi ini.****
Read more

bab 90

Kinanti yang berdiri di sana tersenyum tipis, walau dalam hatinya dia merasa puas karena Guntur berani mengatakan semuanya. Baginya, memang lebih baik seperti ini. Guntur harus mengutarakan apa pun isi hati dan kepalanya, kalau tidak dia hanya akan memperburuk kesehatannya saja.Guntur berpindah tempat, kemudian berbisik pada Kinanti, "Sayang, kita makan di luar, yuk!"Kinanti menatap ayahnya, merasa heran dengan kalimat ajakan itu. Sebenarnya terdengar biasa saja, tetapi untuk saat ini di saat kondisi keuangan mereka tidak stabil rasanya sangat sayang jika hatus makan di luar. "Pa, tapi ...."Perempuan itu berusaha menolaknya, tetapi dia melihat raut wajah penuh harapan tampak jelas. Guntur yang tidak memiliki uang banyak itu, masih saja berperang dengan gengsinya. Tepatnya dia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Kinanti, walau keadaannya sedang tidak baik-baik saja. "Kita makan enak di luar, jangan peduli sama perut mereka. Yang penting anak sama c
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status