Home / Romansa / TEROR BUNGA TASBIH HITAM / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of TEROR BUNGA TASBIH HITAM : Chapter 51 - Chapter 60

214 Chapters

Part 51 Menentang Semua Keanehan

Amelia melingkarkan kedua lengannya di pinggang sang suami. Kedua matanya terpejam di atas pundak laki-laki itu. Rasanya, ingin sekali dia memberontak, menentang semua keanehan itu. Terkadang dia berpikir, betapa menyedihkannya dia. Ketika tengah mengandung anak yang dinantikan selama 4 tahun lamanya, secara bersamaan cobaan itu datang. Amelia menangis dalam hati. Dia berusaha tidak mengeluarkan air mata di depan suaminya. Dia tak ingin usaha Inno yang sampai sejauh ini demi dirinya terasa sia-sia. Di sisi lain, Amelia juga tidak sanggup memendamnya sendiri. Dia memikirkan keselamatan janinnya yang berusia dua bulan ini. Usia yang sangat rawan jika dirinya terus-menerus stress."Kamu mimpi lagi?" Suara pelan sang suami mendorongnya untuk mengangkat wajah. Inno menangkupkan kedua telapak tangan pada wajah cantik istrinya. Dia menatap dalam manik hitam milik sang istri. Ada keraguan di situ. Rupanya, Inno tahu jika istrinya tengah berusaha menutupi sesuatu."Jangan sembunyikan apa pun
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Part 52 Jangan Pikirkan Apa Pun

Willy mengamati bunga tasbih layu yang anehnya menguarkan aroma yang sangat wangi. Bukan hanya aroma, warnanya ternyata juga aneh. Hitam. Laki-laki bermata sipit itu menoleh pada Jelita yang kembali asyik menyusun para bonekanya ke dalam box."Kok, aneh. Ada bunga tasbih warnanya hitam dan wangi pula," gumamnya tanpa sadar. "Perasaan, Mama nggak nanam bunga beginian, terus dari mana nih bocah dapat bunga ini?" tanyanya pada diri sendiri.Rupanya, Jelita mendengar gumaman papanya. Gadis berambut panjang itu menoleh. "Papa, itu bunga dari teman aku!" sahut si gadis kecil. William semakin penasaran untuk tahu lebih lanjut. "Kamu main ke mana sama Mbak Asih?" tanyanya heran. Karena di Jakarta, Jelita tidak punya teman kecuali saudara-saudaranya, itu pun rumahnya sangat jauh. Jelita menggeleng singkat. "Papa, aku nggak main ke mana-mana. Tapi teman aku yang main ke sini. Dia selalu bawa bunga itu dan setiap pulang selalu dia tinggal, katanya sebagai ucapan terima kasih. Rumahnya dia banya
last updateLast Updated : 2022-12-31
Read more

Part 53 Kiriman Seikat Rambut

Dua hari singgah di Turkey, kini Inno dan Amelia kembali melanjutkan penerbangan ke kota Milan. Di kota itu, mereka akan tinggal sambil menanti kelahiran anak pertamanya.Setelah menempuh perjalanan udara selama hampir tiga jam, akhirnya mereka sampai di Aeroporto Internazionale di Malpensa, Milano. Sore itu, keduanya dijemput oleh Matteo Morelli, sepupu Inno. Tak ingin berlama-lama, mereka memutuskan untuk segera pulang ke apartment milik Inno di tengah kota Milan.Matteo mengulurkan display key Ferrari Lusso GT4 ke arah adik sepupunya sembari berkata menggoda, "Mi chiedo, ti ricordi ancora la direzione per I'appatamento?" (Saya ingin tahu, apa kamu masih ingat arah ke apartemen?) Inno tersenyum samar, dia menatap Matteo yang memasuki mobil lebih dahulu. "Certo!" jawabnya singkat sambil membantu istrinya memasuki mobil berbody rendah itu. Kemudian Inno melangkah mengitari body depan mobil menuju ke sisi kiri depan."You are getting beautiful, Amelia," komentar Matteo setelah mobil be
last updateLast Updated : 2023-01-01
Read more

Part 54 Hantu Budeg

"Mas, bisa antar saya? Kebetulan mobilku mogok, Mas. Mana gerimis lagi." Seorang gadis cantik berdiri dengan gelisah di dekat pos keamanan komplek perumahan Jalan Palem Indah. Hampir setiap malam, tempat itu memang ramai dengan beberapa pemuda yang sengaja nongkrong di atas motor. Pada akhirnya, salah satu di antara mereka mendekat."Boleh, mari Neng, Abang antar," tawarnya ramah. "Neng tinggal di blok mana?" tanyanya lagi sambil merapikan lengan t-shirt yang dipakainya. "Itu di Blok G, Mas. Terima kasih, ya," ucap gadis dengan rambut panjang yang tercium wangi itu.Tak berapa lama, gadis itu sudah naik ke atas motor matic milik si pemuda. Sambil tersenyum penuh kemenangan dan mengedipkan sebelah mata seolah mengejek kedua temannya, pemuda tersebut segera melajukan motornya."Huuh songong! Baru dapat cewek numpang saja sudah berlagak boncengin bini orang!" gerutu salah satu di antara mereka yang langsung mendapat toyoran di kepala."Woi, lihat!" Tepukan keras di bahu pemuda itu sont
last updateLast Updated : 2023-01-02
Read more

Part 55 Janin?

Bergegas, para warga menghampiri mobil dan mendapati pengemudi yang tampak kesulitan keluar dari dalam mobil. Darah segar mengucur dari pelipis Evan. Lengan dan kakinya terasa ngilu. Evan masih butuh waktu beberapa detik untuk berpikir. Dia memperhatikan beberapa laki-laki yang berusaha membantunya keluar dari mobil."Ke mana perginya hantu budeg sialan tadi, ya?" tanyanya membatin."Mari, Mas, keluar. Pelan-pelan," kata seorang laki-laki sambil membantu Evan.Evan masih diam, tidak bisa berkata apa pun. Dua orang memapah dan membantunya mendudukkan di kursi plastik yang disediakan warga.Evan menerima air putih yang diberikan oleh satu dari mereka sembari berucap terima kasih. Napasnya masih tak beraturan. Kaki dan tangannya terasa ngilu dan perih."Panggil ambulance! Masnya perlu dibawa ke rumah sakit. Sepertinya kakinya terluka!" seru yang lain. Evan mendongak, kemudian menggeleng tegas. "Tidak. Tidak perlu, Pak. Saya tidak apa-apa," ucapnya setengah bingung.Beberapa gadis yang ik
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

Part 56 Telepon Mencurigakan

Evan segera menceritakan semua kejadian dalam mimpinya beberapa saat yang lalu. Bu Sari menyimak dengan seksama. Tatapan mata sepuh Bu Sari tertuju pada anak asuhnya yang tampak masih bingung itu.Evan memijat pangkal hidungnya dengan mata terpejam. "Janin itu sepertinya sudah meninggal, Bu. Tapi, apa maksudnya aku disuruh menafkahinya? Apa Rianti menggugurkan anakku?" tanyanya lirih. Evan membuka matanya dan kembali menatap Bu Sari. "Apa maksudnya ini, Bu?" Bu Sari menarik napas berat. Dia mencoba ikut mencerna arti mimpi dari laki-laki di depannya itu. "Ibu nggak ngerti maksudnya apa, Nak. Kamu do'akan saja, semoga suatu saat kalian dipertemukan dan Bapak berubah pikiran, Nak." Bu Sari berkata lirih sambil mengusap rambut Evan dengan sayang. Wanita berusia lebih dari setengah abad itu merasa prihatin dengan apa yang dialami oleh Evan. Semenjak kecil, kedua orang tuanya sibuk dengan bisnis. Kedua anak Pak Rudi itu lebih banyak menghabiskan waktu dengan sekolah, les, dan berbagai keg
last updateLast Updated : 2023-01-04
Read more

Part 57 Luka Di Menit 49

Inno tidak menjawab. Dia mengamati istrinya yang masih fokus pada handphone miliknya. Amelia tidak menemukan hal yang mencurigakan di situ. Wanita itu mendesah kecewa yang membuat Inno terkekeh. Inno mengulurkan tangan dan mengacak gemas rambut sang istri. Amelia menoleh dengan cemberut. "Apa yang Mas sembunyikan dari aku?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Tadi nyebut nama siapa, sih?" selidiknya lagi."Nggak ada. Kamu saja yang salah dengar. Sudah, mandi sana terus kita shalat."Amelia mendesah keras, dia merasa gemas sendiri dengan jawaban suaminya yang tak memuaskan. "Nggak usah mengalihkan topik, Mas. Kalau nggak ada yang disembunyikan, kenapa bawa ponsel ke kamar mandi? Nggak biasanya begitu!" ketusnya."Berarti, hari ini nggak biasa, Sayang.""Mas!" Sentak Amelia mulai sewot. "Jangan-jangan, Mas bikin video kekinian di kamar mandi?" tuduhnya.Inno terbahak mendengar tuduhan itu. "Aku nggak segila itu!" elaknya."Ya kalau gitu jawab, ngapain muter-muter seperti jalur metro g
last updateLast Updated : 2023-01-05
Read more

Part 58 Sayang, Papa Kangen Kamu

Evan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan malam yang mulai lengang. Tujuannya hanya satu. Bandara Soekarno-Hatta. Dia sesekali menatap foto ticket pesawat di handphone. Evan berharap masih ada keajaiban, yakni pesawat delay. Beberapa kali dia menghubungi nomor sang kekasih, tetapi tak satu pun berhasil. Gadis itu telah memblokir semua akses komunikasi mereka. Setelah memarkir mobilnya, Evan segera mencari informasi penerbangan domestik tujuan Bandara Fatmawati Soekarno, Bengkulu. Pesawat telah lepas landas 14 menit yang lalu. Namun, beberapa kali dicheck, nama Rianti Setyadewi tak termasuk dalam daftar penumpang pesawat mereka.Laki-laki itu mendesah kecewa, dia masih tak percaya dengan ucapan petugas customer service. "Mana mungkin, Bu? Ini bukti tiketnya?" Evan bersikeras dengan frustasi."Maaf, Mas. Nama itu memang tidak ada."Bahu Evan meluruh, dia menatap nanar layar handphonenya. Dia mengangguk lemah kemudian melangkah menuju ke pintu keluar.Kalau Rianti
last updateLast Updated : 2023-01-06
Read more

Part 59 Seperti Mengubur Binatang

Evan kembali berkata lirih, "Sayang, Papa kangen kamu, Nak. Apa kabarmu? Papa kangen." Di dalam alam bawah sadarnya, Evan merasakan memeluk seorang anak yang sangat lucu. Kali ini, bukan daging merah berbentuk janin lemah, tetapi berwujud bocah yang lucu berusia sekitar 4 tahun. Bocah itu tertawa, kemudian melepaskan diri dari pelukan Evan dan berlarian di rerumputan luas mengejar kupu-kupu. Evan pun mengejar anak itu sambil tertawa bahagia."Hati-hati, Sayang!"Bibir mungil nan pucat itu berbisik di dekat telinga Evan, "Aku juga kangen Papa." Setelah itu, dia melingkarkan lengan kecilnya di bahu Evan yang masih tertidur pulas.* Venice, Italy. Untuk menghilangkan kejenuhan, Inno membawa istrinya ke rumah sang kakek di kota Venezia. Laki-laki itu selalu berusaha melakukan segala hal untuk membuat istrinya tidak bosan dan nyaman. Di apartment mereka di Milan, Amelia sering kesepian walaupun kadang Inno memutuskan bekerja dari rumah. Tetapi jika sudah berada di depan komputer, seperti
last updateLast Updated : 2023-01-07
Read more

Part 60 Kembalikan Rambutku!

Evan menoleh kanan kiri dan mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar. Tetapi, lagi dan lagi tidak ada orang lain selain dirinya di kamar luas itu. "Kenapa akhir-akhir ini seperti ada anak kecil di sekitarku? Nggak mungkin Bunga. Lagian, suara itu memanggilku Papa? Issh, gila. Ada-ada saja halusinasiku." Evan menepuk dahinya sendiri kemudian membereskan sajadah dan beranjak ke tempat tidur. Di tempat lain... Di sebuah rumah cluster bercat soft grey. Dua buah cangkir kopi masih mengepulkan asap panas di atas meja makan sederhana. Aroma kopi hitam itu tercium harum. Menemani kedua pemiliknya yang tengah berdiskusi."Waah, kopinya enak banget, Mas!" Laki-laki muda berkuncir asal itu memuji jujur."Iya, dapat kiriman dari Ibuk. Nanti bawa, Dim." Heri menyahut sambil mendengarkan rekaman suara di handphone Dimas."Sebenarnya, keputusan mereka pulang ke Italia juga tidak seluruhnya menyelesaikan masalah, Nak Dim. Tapi, memang apa yang dilakukan suaminya itu sudah benar. Dia ingin meli
last updateLast Updated : 2023-01-08
Read more
PREV
1
...
45678
...
22
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status