Home / Romansa / TEROR BUNGA TASBIH HITAM / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of TEROR BUNGA TASBIH HITAM : Chapter 111 - Chapter 120

214 Chapters

Part 111 Menunggu Keajaiban

"Ayah, Kak Inno ... Kak Amelia tadi kejang."Aisyah menghambur ke pelukan Pak Hendri, begitu pria paruh baya itu tiba di depan pintu VVIP ruang perawatan Amelia. Inno, Bu Rini, dan Umi mematung. Tangisan Aisyah dan dokter yang berada di dalam tak kunjung keluar, sudah bisa menjelaskan kondisi Amelia saat ini. Inno menggigit bibirnya dengan dada terasa sesak. Butiran air kembali jatuh ke pipi.Inno mendongak menatap langit-langit koridor rumah sakit. Kedua matanya basah. "Apa kamu benar-benar akan pergi meninggalkan kami, Khadijah Amelia Putri? Bisakah aku tanpa kamu membesarkan anak kita sendirian? Aku nggak sekuat Ibu," lirihnya dengan suara bergetar, lalu memejamkan matanya. "Aku mohon, ya Allah. Ambil apa pun yang aku punya sekarang jika itu bisa menggantikan istriku. Biarkan kami bersama membesarkan anak kami." Laki-laki itu terisak dan membenamkan wajah di bahu sang ibu.Bu Rini memeluk erat bahu sang putera yang berguncang karena tangis. "Sabar, Nak. Kita berdo'a lagi. Percayala
last updateLast Updated : 2023-03-02
Read more

Part 112 Saudara Kembar

"Terima kasih Sayang, kamu mau bangun. Alhamdulillah ya Allah, Engkau masih mengabulkan doa kami," bisik Inno dengan mata memerah menahan tangis haru.Amelia mengerutkan kening, menatap sekeliling ruangan yang serba putih. "Mas, aku di mana? Mas Evan mana, Mas? Aku ingin bertemu," tanyanya beruntun.Inno tercekat. Susah payah laki-laki itu menelan salivanya. Kembali Amelia menyebut nama Evan. Inno memalingkan wajahnya. Cukup lama, Amelia memperhatikan penampilan Inno. Rambut laki-laki itu sekarang gondrong, ada lelah yang terpancar dari raut wajahnya."Apa yang terjadi, Mas? Kenapa aku di sini dan Mas Inno kenapa rambutnya sudah panjang? Aku masih hidup kan?" Amelia kembali bertanya sembari meraba wajahnya sendiri. "Nak, kamu sudah bangun Sayang?"Amelia mengalihkan pandangan pada Bu Rini, Umi, dan Heri yang memasuki ruangan. "Umi, Ibu, mana Gabriele?" tanyanya dengan suara lirih."Gabriele di rumah sama Aisyah. Nanti kalau sudah bangun biar diajak ke sini. Apa yang kamu rasakan sekar
last updateLast Updated : 2023-03-03
Read more

Part 113 Jati Diri Isco

"Apa yang kamu sembunyikan dari kami, Pa?" Itu adalah pertanyaan kesekian dari Bu Rudi pada suaminya semenjak di persidangan tadi. Wanita cantik itu melempar tasnya ke sofa begitu saja. Pak Rudi menghembuskan nafas dan duduk di sofa ruang keluarga.Di sampingnya, William menatap tajam ke arahnya. Setelah Evan mendapatkan kebebasan, kini muncul kenyataan lain yang masih disembunyikan oleh sang suami."Sebenarnya, Papa menyembunyikan apa dari kami, siapa Isco Daniel Ferdinand itu, Pa?" tanya Willy tegas.Pak Rudi mendongak, menatap anak dan istrinya yang kini layaknya sebagai hakim. Laki-laki itu menelan salivanya dengan berat. "Dia anak kita, Diah, saudara kembar Evan, Willy. Dia adikmu," jawabnya lirih.William terperanjat dan menggeleng tak percaya. Tidak jauh berbeda dengan Evan dulu, ketika pertama kali mengetahui tentang Isco, Willy juga terlihat emosional. Bu Rudi mematung. Kedua matanya berkabut sembari membekap mulutnya."A-apa, Pa? Ja-jadi ... anak kembar kita hidup semua, Pa
last updateLast Updated : 2023-03-04
Read more

Part 114 POV Isco 1

New York, Amerika SerikatDengan tangan bergetar, Isco membuka selembar kertas dari dalam amplop berlogo rumah sakit terkenal di kota New York. Dibacanya tulisan itu dengan air mata mengambang. Isco mengusap wajahnya. Laki-laki itu, merasakan telapak tangannya basah. Pria berkacamata tersebut menatap nanar pada telapak tangannya."Oh, My God ..."Isco melangkah gontai ke wastafel kamar mandi. Laki-laki itu mendongak menatap cermin wastafel dan mengamati wajahnya yang pucat. Namun sesaat, dia terkejut ketika mendapati bayangan dirinya di cermin. Di sana, bukan wajah tampan campuran oriental itu, tetapi wajah pucat, dingin, dan kaku dengan warna bibir kebiruan."Who are you?" tanya Isco ketakutan. Bayangan dalam cermin itu masih diam memperhatikan dirinya. "Who are you?" teriak Isco.Bayangan di cermin tersebut tersenyum menyeringai dan berkata lirih, "Welcome to hell, Isco!""No!" Isco kembali berteriak dan melempar botol perfume ke kaca wastafel. "Go away!"Isco menatap nanar ke arah c
last updateLast Updated : 2023-03-05
Read more

Part 115 POV Isco Dan Kenyataan

"Tuan, ada yang mencari keberadaan Nona Rianti!" Aku mengepalkan tangan geram mendengar ucapan panik dari asistenku.Lagi dan lagi, pemilik nama belakang Morelli mengacaukan segalanya. Setelah kakeknya, sekarang giliran cucunya, si Marvinno sialan itu. Ya, secara diam-diam dia mencari keberadaan kekasihku lewat detektif swasta yang disewanya."Baiklah, Marvinno. Mari kita mulai." Aku terpaksa kembali lagi ke Indonesia. Ingin menuntaskan dendamku. Aku mulai menyusun rencana untuk menjebak Evan. Sudah cukup dia merasakan hidup enak dengan gelimang kemewahan. Giliran dia merasakan apa yang aku rasakan sebelum aku bertemu Papa Daniel. Hidup di penjara tentu lebih baik daripada hidup dalam kegelapan. Di pertemuan keduaku dengan Evan. "Ups, sorry." Aku sengaja menabrakkan diriku pada pintu mobilnya.Rasanya, ingin sekali tertawa melihat raut wajah terkejut sekaligus bodoh, milik laki-laki yang pernah berbagi ruang di rahim ibuku. Evan menatapku tak berkedip, lalu bertanya gugup. "Si-Sia
last updateLast Updated : 2023-03-06
Read more

Part 116 Menjemput Cahaya

New York, Amerika Serikat."If anyone from Indonesia is looking for me, give this letter, I want to sleep for a while." Isco menyerahkan dua lembar amplop, masing-masing terisi dua lembar surat pada perawat khusus yang menjaganya. Laki-laki itu menatap langit-langit ruangan rumah sakit, lalu tersenyum penuh arti. Bayangan wajah Bunda Theodora yang tersenyum memenuhi ingatannya. Kemudian bayangan wajah wanita yang selalu dilihat Isco dari jauh, wajah Diah Lestari, sang mama. Senyum Isco pudar seketika mengingat siapa dirinya. Isco sama sekali tak berani berharap, wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu menganggap dirinya ada.["Tolong lakukan tugasmu dengan baik, Doni. Jaga Bunda dengan baik. Jangan sampai polisi melibatkan Bunda dalam kasusku."] Dari komunikasi dengan Doni, Isco mengetahui jika Bu Salmah telah dipindahkan ke Jakarta oleh Rudi Darmawan. Isco meletakkan kembali handphone ke atas nakas. Mata lelaki itu terpejam. Suara panggilan dokter dan perawat terdengar samar
last updateLast Updated : 2023-03-07
Read more

Part 117 Isco Yang Baru

"Jangan melakukan apa pun. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini. Kalian nggak perlu mengasihani aku yang memang akan mati!"Susah payah Isco menahan dirinya untuk tidak berteriak melampiaskan kemarahan. Dia memejamkan matanya rapat, berusaha menghalangi air mata yang hendak jatuh. Namun, air mata itu justru runtuh ke pipinya.Bu Rudi segera memeluk bahu sang anak, demikian juga Willy. Dia mendekap bahu sang adik dengan erat."Kamu nggak boleh menyerah, Co. Kamu harus sembuh dan kita berkumpul bersama. Beri kami waktu menebus kesalahan kami. Kamu akan menjalani transplantasi sumsum. Kamu harus mau, Co."Isco tak menjawab. Dendam dan kebencian itu telah menutup keinginan dirinya untuk melanjutkan hidup. Isco tahu, penyakitnya akan sulit disembuhkan walaupun tidak ada yang tidak mungkin."Mama..." Bu Rudi tertegun mendengar panggilan lirih itu. Dia melonggarkan pelukannya dan menatap penuh harap pada Isco."Mama, Willy, jangan lakukan apa pun untuk aku. Percuma. Kemungkinan aku sembuh c
last updateLast Updated : 2023-03-08
Read more

Part 118 Kalimat Terakhir

Jakarta, Indonesia.Suasana berkabung menyelimuti kediaman keluarga Rudi Darmawan. Puluhan mobil dan karangan bunga berjejer di sepanjang pagar rumah mewah tersebut. Beberapa orang berpakaian serba hitam tampak sibuk, begitu pun beberapa anggota keluarga. Mereka akan mengantar Isco Daniel Ferdinand ke peristirahatan terakhir.Evan menunduk di samping peti jenazah sang adik. Laki-laki berkemeja hitam itu, mengusap pelan pipi saudara kembarnya, lalu mencondongkan badan dan mencium kening dingin Isco.Setetes air kembali jatuh dari kedua matanya. "Selamat jalan. Semoga Allah menempatkan kamu di tempat terindah," bisiknya lirih. Evan menoleh ketika merasakan bahunya di sentuh seseorang. Heri segera merangkul bahu tegap Evan yang kini terlihat rapuh. Sementara Inno berdiri kaku dan menatapnya dengan tatapan sendu."Ikut berduka cita, Van," ucap Inno lirih, kemudian menatap wajah pucat Isco yang terbalut kain kafan."Terima kasih, Nok. Maafkan Isco, ya."Inno mengangguk. "Aku sudah memaaf
last updateLast Updated : 2023-03-09
Read more

Part 119 Fitnah

"Bunda. Sudah lama Bunda di sini?"Bunda Theodora dan Doni termangu menatap laki-laki yang melangkah cepat ke arah mereka. Laki-laki itu perwujudan Isco dalam raga lain. Nyaris tidak berbeda. Yang membedakan, Isco lebih tinggi dan berkacamata. Evan tersenyum canggung. Laki-laki itu kemudian meraih tangan Bunda Theodora dan menciumnya dengan takzim. Lalu, dia merangkul bahu Doni."Astaga, Isco benar. Kalian begitu identik, Nak. Terima kasih Evan, sudah memanggil Bunda. Bagaimana keadaan Amelia?" Evan mengangguk samar, kemudian duduk di samping pusara sang saudara kembar. Evan meletakkan serangkai bunga mawar putih dan berdo'a untuk adik kembarnya."Bunda bisa menemui aku kapan saja. Bunda dan Mas Doni kalau ada waktu. Amelia sekarang sudah sehat."Doni dan Bunda Theodora tersenyum samar. Doni diam-diam mengamati Evan. Laki-laki itu juga merasa bersalah karena justru mendukung Isco, bukan berusaha mendamaikan.Evan menepuk pelan bahu Doni dan tidak ingin mengungkit semua kesalahan Isc
last updateLast Updated : 2023-03-10
Read more

Part 120 Saling Memaafkan

"Mas, tolong jelasin. Maksudnya apaan? Apa yang terjadi selama aku koma?" tanya Amelia beruntun.Inno melirik ibunya, kemudian mendesah pelan. "Nggak apa-apa, Sayang. Salah paham saja. Ya, sudah. Gimana nih, Gabriele kita ajak atau di rumah saja?" tanya lelaki itu meminta persetujuan ibu dan istrinya."Biar dia di rumah. Kalian nggak lama, kan?" jawab Bu Rini cepat sambil mengusap-usap kepala cucunya."Cuma ke makam Rianti dan Isco saja, Bu!" jawab Inno sembari menciumi pipi chubby anaknya.Gabriele langsung tertawa kegelian. Bayi itu memberontak. Kedua tangan mungilnya mendorong-dorong wajah papanya. Inno merasa gemas sendiri setiap kali dekat dengan si kecil.Amelia memilih diam. Begitu tiba di depan rumah, ternyata Heri sudah menunggu mereka. Inno dan Amelia segera pamit. "Bye-bye Papa, Mama, Om Heri!"Bu Rini melambaikan tangan mungil Gabriele ke arah mobil Heri. Inno memperhatikan Amelia yang hanya diam sembari menatap ke arah luar kaca mobil. Merasa diperhatikan, Amelia langsun
last updateLast Updated : 2023-03-12
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
22
DMCA.com Protection Status