Home / Romansa / TEROR BUNGA TASBIH HITAM / Part 111 Menunggu Keajaiban

Share

Part 111 Menunggu Keajaiban

last update Last Updated: 2023-03-02 17:58:17
"Ayah, Kak Inno ... Kak Amelia tadi kejang."

Aisyah menghambur ke pelukan Pak Hendri, begitu pria paruh baya itu tiba di depan pintu VVIP ruang perawatan Amelia.

Inno, Bu Rini, dan Umi mematung. Tangisan Aisyah dan dokter yang berada di dalam tak kunjung keluar, sudah bisa menjelaskan kondisi Amelia saat ini. Inno menggigit bibirnya dengan dada terasa sesak. Butiran air kembali jatuh ke pipi.

Inno mendongak menatap langit-langit koridor rumah sakit. Kedua matanya basah. "Apa kamu benar-benar akan pergi meninggalkan kami, Khadijah Amelia Putri? Bisakah aku tanpa kamu membesarkan anak kita sendirian? Aku nggak sekuat Ibu," lirihnya dengan suara bergetar, lalu memejamkan matanya. "Aku mohon, ya Allah. Ambil apa pun yang aku punya sekarang jika itu bisa menggantikan istriku. Biarkan kami bersama membesarkan anak kami." Laki-laki itu terisak dan membenamkan wajah di bahu sang ibu.

Bu Rini memeluk erat bahu sang putera yang berguncang karena tangis. "Sabar, Nak. Kita berdo'a lagi. Percayala
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 112 Saudara Kembar

    "Terima kasih Sayang, kamu mau bangun. Alhamdulillah ya Allah, Engkau masih mengabulkan doa kami," bisik Inno dengan mata memerah menahan tangis haru.Amelia mengerutkan kening, menatap sekeliling ruangan yang serba putih. "Mas, aku di mana? Mas Evan mana, Mas? Aku ingin bertemu," tanyanya beruntun.Inno tercekat. Susah payah laki-laki itu menelan salivanya. Kembali Amelia menyebut nama Evan. Inno memalingkan wajahnya. Cukup lama, Amelia memperhatikan penampilan Inno. Rambut laki-laki itu sekarang gondrong, ada lelah yang terpancar dari raut wajahnya."Apa yang terjadi, Mas? Kenapa aku di sini dan Mas Inno kenapa rambutnya sudah panjang? Aku masih hidup kan?" Amelia kembali bertanya sembari meraba wajahnya sendiri. "Nak, kamu sudah bangun Sayang?"Amelia mengalihkan pandangan pada Bu Rini, Umi, dan Heri yang memasuki ruangan. "Umi, Ibu, mana Gabriele?" tanyanya dengan suara lirih."Gabriele di rumah sama Aisyah. Nanti kalau sudah bangun biar diajak ke sini. Apa yang kamu rasakan sekar

    Last Updated : 2023-03-03
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 113 Jati Diri Isco

    "Apa yang kamu sembunyikan dari kami, Pa?" Itu adalah pertanyaan kesekian dari Bu Rudi pada suaminya semenjak di persidangan tadi. Wanita cantik itu melempar tasnya ke sofa begitu saja. Pak Rudi menghembuskan nafas dan duduk di sofa ruang keluarga.Di sampingnya, William menatap tajam ke arahnya. Setelah Evan mendapatkan kebebasan, kini muncul kenyataan lain yang masih disembunyikan oleh sang suami."Sebenarnya, Papa menyembunyikan apa dari kami, siapa Isco Daniel Ferdinand itu, Pa?" tanya Willy tegas.Pak Rudi mendongak, menatap anak dan istrinya yang kini layaknya sebagai hakim. Laki-laki itu menelan salivanya dengan berat. "Dia anak kita, Diah, saudara kembar Evan, Willy. Dia adikmu," jawabnya lirih.William terperanjat dan menggeleng tak percaya. Tidak jauh berbeda dengan Evan dulu, ketika pertama kali mengetahui tentang Isco, Willy juga terlihat emosional. Bu Rudi mematung. Kedua matanya berkabut sembari membekap mulutnya."A-apa, Pa? Ja-jadi ... anak kembar kita hidup semua, Pa

    Last Updated : 2023-03-04
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 114 POV Isco 1

    New York, Amerika SerikatDengan tangan bergetar, Isco membuka selembar kertas dari dalam amplop berlogo rumah sakit terkenal di kota New York. Dibacanya tulisan itu dengan air mata mengambang. Isco mengusap wajahnya. Laki-laki itu, merasakan telapak tangannya basah. Pria berkacamata tersebut menatap nanar pada telapak tangannya."Oh, My God ..."Isco melangkah gontai ke wastafel kamar mandi. Laki-laki itu mendongak menatap cermin wastafel dan mengamati wajahnya yang pucat. Namun sesaat, dia terkejut ketika mendapati bayangan dirinya di cermin. Di sana, bukan wajah tampan campuran oriental itu, tetapi wajah pucat, dingin, dan kaku dengan warna bibir kebiruan."Who are you?" tanya Isco ketakutan. Bayangan dalam cermin itu masih diam memperhatikan dirinya. "Who are you?" teriak Isco.Bayangan di cermin tersebut tersenyum menyeringai dan berkata lirih, "Welcome to hell, Isco!""No!" Isco kembali berteriak dan melempar botol perfume ke kaca wastafel. "Go away!"Isco menatap nanar ke arah c

    Last Updated : 2023-03-05
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 115 POV Isco Dan Kenyataan

    "Tuan, ada yang mencari keberadaan Nona Rianti!" Aku mengepalkan tangan geram mendengar ucapan panik dari asistenku.Lagi dan lagi, pemilik nama belakang Morelli mengacaukan segalanya. Setelah kakeknya, sekarang giliran cucunya, si Marvinno sialan itu. Ya, secara diam-diam dia mencari keberadaan kekasihku lewat detektif swasta yang disewanya."Baiklah, Marvinno. Mari kita mulai." Aku terpaksa kembali lagi ke Indonesia. Ingin menuntaskan dendamku. Aku mulai menyusun rencana untuk menjebak Evan. Sudah cukup dia merasakan hidup enak dengan gelimang kemewahan. Giliran dia merasakan apa yang aku rasakan sebelum aku bertemu Papa Daniel. Hidup di penjara tentu lebih baik daripada hidup dalam kegelapan. Di pertemuan keduaku dengan Evan. "Ups, sorry." Aku sengaja menabrakkan diriku pada pintu mobilnya.Rasanya, ingin sekali tertawa melihat raut wajah terkejut sekaligus bodoh, milik laki-laki yang pernah berbagi ruang di rahim ibuku. Evan menatapku tak berkedip, lalu bertanya gugup. "Si-Sia

    Last Updated : 2023-03-06
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 116 Menjemput Cahaya

    New York, Amerika Serikat."If anyone from Indonesia is looking for me, give this letter, I want to sleep for a while." Isco menyerahkan dua lembar amplop, masing-masing terisi dua lembar surat pada perawat khusus yang menjaganya. Laki-laki itu menatap langit-langit ruangan rumah sakit, lalu tersenyum penuh arti. Bayangan wajah Bunda Theodora yang tersenyum memenuhi ingatannya. Kemudian bayangan wajah wanita yang selalu dilihat Isco dari jauh, wajah Diah Lestari, sang mama. Senyum Isco pudar seketika mengingat siapa dirinya. Isco sama sekali tak berani berharap, wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu menganggap dirinya ada.["Tolong lakukan tugasmu dengan baik, Doni. Jaga Bunda dengan baik. Jangan sampai polisi melibatkan Bunda dalam kasusku."] Dari komunikasi dengan Doni, Isco mengetahui jika Bu Salmah telah dipindahkan ke Jakarta oleh Rudi Darmawan. Isco meletakkan kembali handphone ke atas nakas. Mata lelaki itu terpejam. Suara panggilan dokter dan perawat terdengar samar

    Last Updated : 2023-03-07
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 117 Isco Yang Baru

    "Jangan melakukan apa pun. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini. Kalian nggak perlu mengasihani aku yang memang akan mati!"Susah payah Isco menahan dirinya untuk tidak berteriak melampiaskan kemarahan. Dia memejamkan matanya rapat, berusaha menghalangi air mata yang hendak jatuh. Namun, air mata itu justru runtuh ke pipinya.Bu Rudi segera memeluk bahu sang anak, demikian juga Willy. Dia mendekap bahu sang adik dengan erat."Kamu nggak boleh menyerah, Co. Kamu harus sembuh dan kita berkumpul bersama. Beri kami waktu menebus kesalahan kami. Kamu akan menjalani transplantasi sumsum. Kamu harus mau, Co."Isco tak menjawab. Dendam dan kebencian itu telah menutup keinginan dirinya untuk melanjutkan hidup. Isco tahu, penyakitnya akan sulit disembuhkan walaupun tidak ada yang tidak mungkin."Mama..." Bu Rudi tertegun mendengar panggilan lirih itu. Dia melonggarkan pelukannya dan menatap penuh harap pada Isco."Mama, Willy, jangan lakukan apa pun untuk aku. Percuma. Kemungkinan aku sembuh c

    Last Updated : 2023-03-08
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 118 Kalimat Terakhir

    Jakarta, Indonesia.Suasana berkabung menyelimuti kediaman keluarga Rudi Darmawan. Puluhan mobil dan karangan bunga berjejer di sepanjang pagar rumah mewah tersebut. Beberapa orang berpakaian serba hitam tampak sibuk, begitu pun beberapa anggota keluarga. Mereka akan mengantar Isco Daniel Ferdinand ke peristirahatan terakhir.Evan menunduk di samping peti jenazah sang adik. Laki-laki berkemeja hitam itu, mengusap pelan pipi saudara kembarnya, lalu mencondongkan badan dan mencium kening dingin Isco.Setetes air kembali jatuh dari kedua matanya. "Selamat jalan. Semoga Allah menempatkan kamu di tempat terindah," bisiknya lirih. Evan menoleh ketika merasakan bahunya di sentuh seseorang. Heri segera merangkul bahu tegap Evan yang kini terlihat rapuh. Sementara Inno berdiri kaku dan menatapnya dengan tatapan sendu."Ikut berduka cita, Van," ucap Inno lirih, kemudian menatap wajah pucat Isco yang terbalut kain kafan."Terima kasih, Nok. Maafkan Isco, ya."Inno mengangguk. "Aku sudah memaaf

    Last Updated : 2023-03-09
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 119 Fitnah

    "Bunda. Sudah lama Bunda di sini?"Bunda Theodora dan Doni termangu menatap laki-laki yang melangkah cepat ke arah mereka. Laki-laki itu perwujudan Isco dalam raga lain. Nyaris tidak berbeda. Yang membedakan, Isco lebih tinggi dan berkacamata. Evan tersenyum canggung. Laki-laki itu kemudian meraih tangan Bunda Theodora dan menciumnya dengan takzim. Lalu, dia merangkul bahu Doni."Astaga, Isco benar. Kalian begitu identik, Nak. Terima kasih Evan, sudah memanggil Bunda. Bagaimana keadaan Amelia?" Evan mengangguk samar, kemudian duduk di samping pusara sang saudara kembar. Evan meletakkan serangkai bunga mawar putih dan berdo'a untuk adik kembarnya."Bunda bisa menemui aku kapan saja. Bunda dan Mas Doni kalau ada waktu. Amelia sekarang sudah sehat."Doni dan Bunda Theodora tersenyum samar. Doni diam-diam mengamati Evan. Laki-laki itu juga merasa bersalah karena justru mendukung Isco, bukan berusaha mendamaikan.Evan menepuk pelan bahu Doni dan tidak ingin mengungkit semua kesalahan Isc

    Last Updated : 2023-03-10

Latest chapter

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 90 End

    3 bulan kemudian...Venezia, ItaliaMusim panas digunakan sebagian masyarakat Italia untuk menikmati hangatnya sinar matahari. Seperti biasa, pantai di timur kota Venezia itu sangat ramai. Di bawah payung-payung berjejer kursi untuk berjemur.Beberapa ratus meter dari mereka, seorang anak berusia dua tahun sibuk bermain pasir. Dia bertepuk tangan riang ketika istana pasir buatannya telah berdiri sempurna."Yeee, Papa, Mama, look at this!" serunya.Amelia yang duduk tidak jauh dari anak dan suaminya, tersenyum lebar. Dia sesekali mengabadikan momen itu dengan kamera handphone. Inno menatap istrinya beberapa detik kemudian mendekat."Masih pusing, Sayang?" tanyanya khawatir.Amelia menggeleng pelan. Dia mengusap pasir yang menempel di lengan suaminya. Inno menunduk dan mengusap perut sang istri."Baik-baik ya, Dek," ucap Inno lalu menatap istrinya. "Kalau kamu pusing, bilang ya, kita pulang," lanjutnya, lalu mencium kepala Amelia.Wanita berhijab itu mengangguk, lalu menunjuk ke arah Ga

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 89 Jodoh Terakhir

    "Masih berlaku tuh, syarat?" tanya Inno."Ya, berlaku. Juga beberapa hal yang aku ingin tahu," jawab Amelia.Inno menaikkan sebelah alis. Laki-laki itu terpaksa mengangguk. "Tapi aku nggak mau kalau syaratnya bakalan merusak mood kita hari ini!" tegasnya. "Aku ingin menikmati hari bahagia ini bersama kalian semua," imbuh Inno.Sebelum Amelia menyahut, tiba-tiba Irfan menyeruak di tengah-tengah Inno dan Amelia. Pemuda yang baru saja menjadi wali nikah kakaknya itu tersenyum jahil."Baru kali ini aku lihat Mbak Amelia benar-benar jungkir balik karena cintanya Mas Inno. Huhu!" ledek Irfan kemudian berlalu sambil menggendong Gabriele.Amelia tertunduk malu, apalagi Inno menatapnya begitu lekat. Ternyata Inno tidak hanya membuat acara di masjid. Laki-laki itu juga mengadakan resepsi di ballroom hotel berbintang. Acara di hotel dihadiri ratusan undangan. Amelia menoleh pada Inno, ketika Elena menghampirinya sambil memberikan serangkai bunga mawar. "Tante, apa Tante Ambar juga sayang sama

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 88 Simpul Halal

    Masjid Al Arif, dipilih Danu sebagai tempat akad nikah. Para santri dan pengurus pondok telah menunggu peristiwa sakral itu. Tenda juga telah dipasang dengan hiasan bunga-bunga.Amelia didampingi Umi dan Haznia berjalan sambil menunduk. Amelia benar-benar memasrahkan semua perjalanan hidupnya pada Allah. Meskipun ada keraguan, dia pantang mempermalukan orang lain. Danu adalah laki-laki yang sangat baik. Amelia berjanji dalam hati, akan menjadi istri yang baik untuk Danu dan ibu untuk Elena.Wanita itu tidak melihat keberadaan Gabriele. Amelia mengeryit ketika seorang santriwati mendekat sambil memberikan serangkai bunga mawar bercampur anyelir. Amelia tahu, bunga itu dari Inno.Haznia mengambil selembar kertas kecil yang terselip di antara bunga-bunga itu. Lalu menyodorkan pada Amelia.["Aku kembalikan Gabriele. Terima kasih sudah bersabar menghadapi sikapku. Bismillah ya, Sayang. Jangan menangis lagi, Amelia."]"Mas Inno," gumam Amelia tercekat. Dia memindai sekitar, namun tidak mene

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 87 Menikah?

    Amelia menepis tangan Haznia kemudian beranjak. Wanita itu bertemu pandang dengan Danu di depan pintu. Amelia langsung memalingkan pandangan. Dia berlari ke rumahnya, lalu memasuki kamar.Dia menumpahkan tangis di situ. Tidak peduli dengan panggilan Haznia, Danu, dan Evan. "Mel, buka pintunya sebentar. Aku ingin bicara, Sayang!" bujuk Danu pelan.Amelia mengusap kasar air matanya. "Mas Danu juga tahu hal ini, kan? Kenapa kalian semua jahat?" teriaknya dari dalam kamar."Makanya, buka pintu dulu." Danu terus membujuk, namun Amelia tidak peduli.Dia benar-benar kecewa pada semua orang. Semuanya! Jika Evan dan Haznia tahu alasan Inno selingkuh dengan Daniela, tentu Umi, dan Irfan juga tahu. Begitu juga orang tua Inno.Tubuh Amelia meluruh di tepi ranjang. Dia memeluk lutut dan membenamkan wajah di sela-sela lutut. "Kenapa kamu lakukan ini, Mas? Kenapa? Apa begini cara Mas Inno melindungi aku dan Gabriele? Bagaimana kalau seandainya Mas nggak kembali?" Di depan pintu, Evan menatap Danu

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 86 Menyalahi Kesepakatan

    Laki-laki itu masih belum mau beranjak dari tempatnya. Telapak tangannya mengusap-usap kepala seekor kucing. Dia mengambil kucing itu dan memangkunya."Lho, Nak Danu, kok nggak masuk? Malah duduk di sini?" tanya Bu Rini.Danu tersenyum, kemudian menoleh ke arah Inno yang masih bercengkerama dengan Gabriele. Rupanya Inno belum menyadari kedatangan Danu. Dia masih asyik menjelaskan beberapa hal pada puteranya itu."Inno, ada Nak Danu, malah di situ!" panggil Bu Rini.Sontak Inno menoleh. Laki-laki itu menatap Danu dan tersenyum canggung. Gabriele berdiri di samping Inno sambil berpegangan bahu papanya."Zio Danu!" "Hai, Ganteng. Kamu lagi main apa sih, asyik banget?"Gabriele nyengir kecil. Dia menoleh pada papanya. Inno langsung bangkit dan menuntun Gabriele mendekati Danu."Silakan masuk, Mas. Maaf nggak denger," ucap Inno datar.Danu mengangguk mengerti. Laki-laki itu menunduk dan mengusap kepala Gabriele. Kemudian pandangan kedua orang yang sama-sama berjuang mendapatkan Amelia itu

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 85 POV Inno

    "Inno, bertahanlah Inno. Ingat, Gabriele menunggumu di Indonesia. Jemput kembali anak dan istrimu, Inno! Devi sopravvivere. Hai sentito Nonno? Non lasciare che cio che facciamo invano!" ( Kamu harus bertahan. Apa kamu dengar Kakek? Jangan sampai apa yang kita lakukan sia-sia!)Suara samar-samar itu perlahan semakin jelas. Ketika aku membuka mata, senyum Kakek dan Nenek langsung menyambutku. Hampir tiga bulan aku tidur di atas brankar rumah sakit. Bahkan aku sendiri tidak tahu jika sampai berada di fase itu.Yang aku ingat, dua kali tembakan menembus bahu dan lengan atasku. Dokter mengatakan, salah satu peluru mengenai pembuluh darah yang terhubung ke paru-paru. Aku juga sempat koma. Hal itu pula yang membuat pihak rumah sakit dan keluargaku menutup semua akses informasi.Aku juga tidak tahu bagaimana nasib anak dan mantan istriku. Apa mereka aman? Tunggu, mantan istri? Menyebut kata itu, hatiku sakit. Aku tidak pernah mengira, apa yang kami lakukan akan membuat istriku menggugat cerai

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 84 Rencana Licik

    Antara kesal dan gemas karena sikap seenaknya Inno, itulah yang dirasakan Amelia. Sepertinya, Inno sengaja mencari keributan. Amelia tidak habis mengerti, semakin tua, Inno malah semakin menyebalkan.Amelia meminjam handphone Umi untuk menghubungi Inno. Danu memperhatikan tingkah panik Amelia, hanya menggaruk pelipis sembari tersenyum penuh arti."Hallo, assalamualaikum, Umi!" sapa Inno di seberang sana."Waalaikumsalam salam. Mas bawa Gabriele ke mana? Mas sengaja culik Gabriele, ya?" tuduh Amelia seenaknya.Terdengar decakan lirih dari sana. "Ngapain nyulik anak sendiri? Lagian emaknya enak-enakan pacaran, nggak mikirin anak di rumah. Salah gitu, aku bawa jalan-jalan anakku?" balas Inno sembari terkekeh. Amelia langsung mendengus kasar. Tak jauh darinya, Danu menggelengkan kepala samar mendengar perdebatan kedua orang itu."Ya sudah, cepat bawa pulang!" titah Amelia tegas.Di seberang sana, Inno justru tertawa. "Suka-suka aku dong, mau cepat pulang atau nggak. Sudah, nggak usah gang

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 83 Calon Istriku

    Amelia memberontak. Dia mendorong kasar tubuh Inno sehingga pelukan laki-laki itu terlepas. Amelia menatap tajam pada Inno yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah.Kurang ajar sekali mantan suaminya ini. Namun anehnya, tanpa disadari, Amelia juga membalas ciuman itu. Merasa menang, Inno menyunggingkan senyum satu sudut. Hanya sekilas.Amelia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dia mengutuk dirinya sendiri yang tanpa sadar mengikuti kemauan Inno. Dan dia mengutuk kekurangajaran laki-laki tampan itu."Pergi Mas, pergi!" usir Amelia sambil menangis.Inno tidak menggubris. Laki-laki itu menangkupkan telapak tangan di depan dada. Dia tidak ingin mengulangi kesalahan lagi jika tidak mau Amelia semakin muak padanya."Maafkan aku, Sayang. Habisnya kamu nggak mau diam, sih. Makanya, kalau suami ngomong itu dengerin dulu!" ucap Inno santai."Mantan, ingat itu!" sentak Amelia marah. "Dan buang jauh-jauh panggilan itu. Mas nggak berhak lagi memanggilku begitu!" lanjutnya dengan suara

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 82 Ingin Seperti Dulu

    "Mas Inno..." Amelia memanggil lirih nama mantan suaminya itu.Danu mengikuti arah pandangan Amelia. Kedua laki-laki itu saling pandang dalam diam. Danu bisa melihat luka di mata Inno. Selanjutnya, Inno menatap Amelia dengan dada terasa sesak. Wanita tercintanya, dilamar laki-laki lain di depan mata. Begini rasanya? Teramat sangat sakit. Itulah yang dirasakan Amelia ketika melihat sang suami tidur dan berciuman dengan Daniela.Inno melangkah maju dan berdiri tepat di depan Amelia. Wanita itu langsung memalingkan pandangan. Luka di hati wanita itu kembali basah."Gabriele di rumah, Mas!" ucap Amelia lirih tanpa mau menatap wajah mantan suaminya.Inno tidak menjawab. Laki-laki itu masih menatap Amelia penuh arti, kemudian menatap Danu. Dia tersenyum kaku pada Danu."Selamat, Mas. Bahagiakan Amelia," ucap Inno parau.Danu masih bergeming. Inno kembali menatap Amelia, hanya beberapa detik, kemudian membalikkan badan. Tenggorokan Amelia tercekat melihat langkah Inno yang menjauh. Rasa sak

DMCA.com Protection Status