Home / Pernikahan / Katamu Uang Tak Kenal Saudara / Kabanata 31 - Kabanata 40

Lahat ng Kabanata ng Katamu Uang Tak Kenal Saudara : Kabanata 31 - Kabanata 40

139 Kabanata

Waspada Rum

"Hei Meri! Waras dikit bisa enggak? Tau anaknya luka butuh pertolongan malah ngurusin motor. Dasar nggak jelas!" Mbak Dini ngomel. "Iya, Mbak Meri ini aneh. Mbak Arum, ayo saya antar ke tempat bidan Esti." Mbak Arini menarik lenganku. Mbak Meri menatapku penuh kebencian. "Arum! Kamu yang bawa Tio ke Bidan, kamu juga yang harus bayar!" teriak Mbak Meri. "Astaghfirullah halazim!" Mbak Dini mengusap dada. "Dasar aneh! Tio anakmu Mer! Kelewatan banget sih kamu! Amit-amit jabang bayik, jangan turun anak cucu, kelakuanmu!"Semua orang disini menatap kearah Mbak Meri dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ayo, Mbak Arum kita susul Tio." Mbak Arini menggandengku lalu kami pergi menyusul Tio. "Tio!" Aku melesat masuk keruangan tindakan begitu sampai di tempat Bu Esti. Tio sudah sadar, ia menangis lagi saat lukanya dibersihkan. Kulihat Tio merintih dan menangis di pembaringan. Bu Esti mulai membersihkan luka Tio."Kok bisa kaya gini, to!" Bu Esti menangani Tio. "Kayaknya ngebut, Bu. Motor
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Tuntutan nggak masuk akal

"Bulik, aku haus," lirih Tio bersandar di dinding. Hatiku iba melihat penderitaan Tio. Ku singkirkan rasa malas ini, lalu aku kedapur mengambil air minum. "Mas, gara-gara Tio jatuh, motor baruku remuk! Mana kridit nya belum lunas, udah rusak. Puas kamu Tio? Puas?! Kaki patah tangan patah, duit lagi duit lagi!" Itu seperti suara Mbak Meri, rupanya dia sudah pulang. Aku harus siap-siap, kalo dia bikin onar, aku nggak akan tinggal diam. Aku keluar membawa nampan berisi teko air minum dan gelas. Mbak Meri berkacak pinggang, sambil ngomel nggak jelas. "Heh, lancang kamu masuk dapurku!" Mbak Meri mendelik saat melihatku keluar dari dapur membawa air minum. 'Kan, dugaanku benar. Pasti kena sasaran. Meskipun yang ku lakukan itu benar, tetap saja salah dimata Mbak Meri. "Aku yang minta Bulik ngambilin minum." Tio angkat bicara. "Kenapa kamu biarkan orang miskin ini masuk dapur ibu? Bisa-bisa bumbu dan perabotan ku hilang diambil dia!" Telunjuk Mbak Meri mengarah kepadaku. Ada yang nyer
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Dimana hatimu Mbak

"Cukup, Mer! Cukup! Jangan terus kau salahkan Arum. Justru Arum yang nemenin Tio di tempat Bu Esti tadi. Kamu malah nggak ada, padahal kamu ibunya. Setega itu kamu sama Tio!" Kang Handoyo tersulut emosi. "Loh, harus dong! Emang si madesu itu pembawa s*al! Liat, Mas! Gara-gara bergaul sama si Arum, masa depan Tio suram, Tio cacat Mas! Apa yang mau dibanggain dari anak cacat, hah?!" Mbak Meri emosinya tak terkontrol hingga peluru nylekit keluar dari mulutnya. PLAK Hadiah tamparan mendarat cantik dipipi nan glowing, membuat Mbak Meri terhuyung limbung saking kuatnya tamparan itu. "Ibu macam apa kamu Mer?! Anak sendiri kau bilang cacat. Kelewatan kamu!" Dada Kang Handoyo naik turun. Aku langsung menoleh Tio yang menangis, pasti hati Tio sakit mendengar kalimat ibunya yang nylekit itu. "Bulik, Tio nggak berguna, ya? Tio mati aja ya, Bulik. Tio nggak mau nyusahin Ibu," tangis Tio menggema. Kupeluk erat keponakanku ini, kuusap dan kusemangati Tio. "Jangan dengerin omongan ibumu! Dia l
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Meri yang kejam

Perutku perih, karena memang belum makan. Tapi, Mbak Meri tak menawari makanan. Kutahan saja rasa lapar ini. "Duit bisa dicari, yang penting anakku sehat!" Kang Handoyo berlalu kedapur. Entahlah mau apa dia. Mbak Meri duduk jegang, sambil melahap makanannya, tanpa menawariku. "Bulik, ikut aku berobat, ya!" Mata Tio memohon kepadaku. "Duh, gimana, ya? Maaf, Bulik kayaknya nggak bisa ikut, Nang. Bulik harus siap-siap sebentar lagi mau selamatan empat puluh hari Dik Yazid. Tio yang sabar, 'kan ada bapak yang nemenin." Kubujuk Tio. Ada sorot kesedihan yang teramat sangat dimata Tio. Kasihan dia. "Mas, itu motornya gimana? Motor juga butuh dandan." Ketus Mbak Meri, kulihat ia makan sambil ngomong. Ya Allah, lebih mikirin motor daripada anak? Astaghfirullah halazim! Bener-bener ni orang. Aku mengelus dada. "Mer, kamu ini aneh, anakmu itulo yang harus dipikirin! Motor dideler banyak, Mer! Kalo Tio, cuma satu-satunya anak kita, Mer!" Kang Handoyo mengingatkan Mbak Meri. Kang Handoyo
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Menolong Tio

"Beneran, Rum! Aku nggak bohong!" Mak Odah wajahnya meyakinkan. "Ya Allah! Tega amat Mbak Meri! Ayo Mak, kita kesana cepetan! Kasihan Tio!" Aku melesat cepat mendahului Mak Odah. "Mak, tolong pintunya di tutup, ya!" teriakku sambil berlari. Astaghfirullah halazim! Apa sih yang ada dipikiran Mbak Meri? Kenapa setega itu sama Tio. Ya Allah, gimana nasib Tio sekarang? Kupercepat lariku sebisa mungkin. "Ampun, Bu! Ampun!" Itu suara Tio menangis sambil minta ampun. "Rasain kamu! Dasar anak nakal! Bandel! Pecicilan!" Mbak Meri ngomel. Nafasku Senin Kamis saat sampai di teras rumah Mbak Meri. Pintu berusaha kubuka, apes! Dikunci. Gimana ini? Nasib Tio gimana? Bisa habis dihajar sama ibunya, anak itu. "Mbak Meri! Buka pintunya!" Kugedor paksa pintu ini. Aku khawatir bukan main pada kondisi Tio, sementara Tio masih menangis dan minta ampun. Beberapa orang tetangga datang menghampiriku. "Mbak Arum, ada apa ini, kenapa Tio menangis teriak-teriak minta ampun?" Pak Gendut wajahnya bingung
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Mengalah lagi

Walah, sepertinya jiwa Mbak Meri tertekan atas runtutan peristiwa yang menimpanya. Tapi, harusnya nggak begitu sama anak. Mau dihajar kayanapa juga, Tio tetep nggak bisa melawan, bangkit aja susah. Kasihan Mbak Meri, dia begitu tertekan hingga berbuat begini pada Tio. "Coba kamu diposisiku sekarang! Ku jamin kamu pasti setres!" Suara Mbak Meri melengking. Sapu dibanting kasar kelantai hingga gagang sapunya patah. Mbak Meri masuk kamar. Taklama kemudian ia menjerit menangis histeris. "Kenapa jadi begini! Hidupku s*al terus!" Tangisan Mbak Meri menyesali kejadian yang menimpa hidupnya. Kang Handoyo berlari kekamar, suaranya membujuk Mbak Meri. Sepertinya kalau Mbak Meri masih tetap begini, alamat Tio dalam bahaya. Duh, gimana ini? "Mas!" Kupanggil suamiku. Mas Rahman mendekati aku dan Tio. Suamiku memegang tangan Tio yang masih gemetar. "Tio, kita ke tukang urut aja sama Om dan Bulik, ya!" Mas Rahman membujuk Tio. "Aaaaaaaaa! Kenapa hidupku begini? Apa salahku?" Mbak Meri menangis
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Proses pengobatan

"Mas kalo sampe nginep, sampean telpon aja Bu Aisyah, bilang kita masih ngurus Tio. Nanti, takut Bu Aisyah nungguin uang nimbang karet. Besok 'kan jadwal nimbang karet punya sodara Bu Aisyah." Sebenarnya malas sekali berurusan dengan semua ini. Tapi, kalau bukan aku dan Mas Rahman yang ngalah, kasihan Tio. Pengen protes, dengan semuanya, tapi ... hatiku pilu melihat derita Tio didepan mata ini. Entahlah Mbak Meri benar-benar depresi, tertekan, atau memang mau lepas tangan. Heran deh, sayang banget sama uang. Kalau memang harus keluar duit, ya gimana lagi. Apa ini namanya karma? "Dik, kamu kenapa, kok diem gitu?" Mas Rahman membuyarkan lamunanku. "Eh, em, enggak, Mas. Nggak papa. Aku mikirin pemulihan Tio ini berapa lama, ya? Kasihan kalo lama. Sekolah Tio gimana?" Kutoleh Tio yang masih meringis menahan sakit. "Kalo nggak parah, biasanya penyembuhan itu cepat, dua bulan bisa pulih. Tapi, terapi beberapa kali urut sih, Mbak." Pak Imam menyahut. "Em, biayanya berapa ya, Pak Imam?"
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Permintaan Tio

"Oh, iya!" Seruku kaget. Pasti Pak Imam sudah lapor ini. "Ini, tolong dibalurkan dulu dibagian yang cidera, biar bengkaknya agak kempes." Ia mengulurkan sebuah batok kelapa berisi air berwarna hijau. Aromanya semriwing, segar. "Oh, iya. Terimakasih! Tapi, gimana ini? Tangan sama kaki Tio di tali begini." Tentusaja aku bingung. "Ini dilepaskan dulu saja, nanti dipasang lagi. Yang penting ramuan ini dibalurkan dulu secara merata, jangan lupa baca bismillah, ya Bu!" Wanita cantik itu ramah sekali memberiku instruksi. Aku mengangguk. Mas Rahman pun mulai melepas tali yang ada ditangan Tio. Seketika Tio meringis kesakitan. Harusnya aku nggak disini, harusnya Mbak Meri yang disini. Ini anak mereka. Tapi, saat seperti ini, malah aku yang kena imbasnya. "Ramuan ini manjur banget, lho, Mbak. Anget kalo dibalurin di bagian yang sakit. Sampean beruntung, datang langsung dikasih. Mas itu, dari tadi, baru dikasih bareng sama anak sampean." Seorang ibu lain berkomentar. Wah, mungkin karena Pa
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Empat puluh hari Yazid

Kulihat buliran bening jatuh dari sudut mata Tio. Keponakanku ini masih tertunduk. "Aku nggak mau pulang kerumah, Bulik. Ibu pasti marah-marah lagi. Aku sehat aja dimarah, apa lagi sekarang aku nggak bisa ngapa-ngapain. Ibu bilang, aku 'kan nggak berguna. Aku jadi anaknya Bulik Arum aja. Ibuku jahat," isak Tio. Hatiku sakit mendengar ucapan Tio, seakan ikut merasakan derita yang menimpanya. "Tio, nggak boleh gitu. Apapun kesalahan ibumu, maafkanlah. Mungkin ibumu lagi kesal aja. Harap maklum!" Kunasehati Tio. Aku bisa saja menghasut Tio untuk membenci ibunya. Tapi, sudahlah. Itu perbuatan tercela. Aku harus bisa membuat Tio mau pulang kerumahnya, kalau sampai Tio pulang kerumahku, alamat perang dunia kesepuluh, tau sendiri Mbak Meri sikapnya begitu. "Bu, anaknya dibawa masuk sekarang, mau diurut." Seorang wanita muda yang memberiku ramuan tadi, menyuruh membawa masuk Tio. "Lho, kok adik ini duluan? Cucu saya nunggu sudah dari tadi, lho!" Seorang bapak protes. "Maaf, Pak. Yang d
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa

Apa salahku

"Iya, Bu. Pokoke daging aqiqah harus habis. Kata Pak Hasan, begitu." Aku kembali tersenyum. Sekitar pukul sebelas siang keluarga ku datang, aku kedepan menyambut mereka, semuanya datang kesini. Kami berpelukan haru. "Rum, Mas mu, mau pada pulang nanti sore. Cuma ibu aja yang ditinggal. Besok biar Rahman yang nganterin ibu." Aku mengangguk. Aku paham, Mas ku pada punya tanggungan ternak dirumah. Mereka kesini saja aku sudah senang. Sore harinya ... "Heh! Heh! Apa-apaan kamu! Apa itu yang diplastik?" Terdengar keributan di belakang. Aku sedang berganti baju. "Ya ampun! Daging sebanyak ini mau kamu umpetin, Sri!" Suara Mak Odah meninggi. "Walah, Mak! Itulo daging masih banyak. Masa ngambil segini, nggak boleh!" Kudengar Bude Sri menjawab. "Heh Sri. Tadi 'kan udah dikasih. Itu juga banyak. Kira-kira dong kalo ngambil daging. Ini seplastik daging mateng, ada sekilo lebih loh. Daging itu khusus untuk nanti malam, sama untuk keluarganya Arum. Heran deh, lancang banget kamu masuk ruan
last updateHuling Na-update : 2024-10-29
Magbasa pa
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status