“Pulang yuk, sudah lama nih, kita keluar!” ajakku pada Aldi dan juga dua artku. Nenek tadi dijemput pekerjanya mereka ke kebun katanya kakek sudah sangat kelaparan. “Ayo, Non! Bibi jadi enggak sabar mau lihat itu si ulet bulu,” jawab Bi Inah. Aku pun tidak sabar apa yang terjadi di rumah setelah kami tinggal muter-muter kampung selama tiga jam. “Mbok, malah khawatir ulet bulu menyelinap masuk kamar Nyonya terus ngambil barang-barang Nyoya.” Duh, Mbok ini care banget sama nenek. “Mau ambil apa? Lah wong di kamar Nyonya enggak ada apa-apa selain minyak wangi nyongnyong, minyak urut, sama baju-baju zaman dulu. Perhiasan Nyonya enggak di sini sama Nyonya disimpan di brangkas.” Bi Inah pun menimpali. “Kok, kamu tahu, Nah?” “Tahu, Nyonya yang bilang.” “Syukur deh, kalau gitu.” “Biarin aja mau ambil juga, emang Tante pelakor kan, doyannya barang-barangnya orang lain,” sahutku. “Iya, benar. Ih, suka heran zaman sekarang ini kenapa sih, banyak banget pelakor?” “Entah. Aku juga enggak
Read more