Home / Pernikahan / KARMA PERSELINGKUHAN AYAH / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of KARMA PERSELINGKUHAN AYAH : Chapter 41 - Chapter 50

181 Chapters

BAB 50. Ayah ditangkap Polisi.

Kini hanya ada aku, kakek, nenek, Tante Eni, dan juga Lusi.Tante Eni bilang, saat hari pertama aku dirawat setelah melewati masa kritis ada seseorang yang berusaha mencelakaiku, itu sebabnya aku kembali kritis.Aku ingat saat itu aku pura-pura tidur. Hanya ada aku dan ayah di ruangan tempat aku dirawat. Tidak lama kemudian aku merasakan gelap dan juga sesak. Seperti ada orang yang menutup wajahku dengan bantal dan juga melepas selang oksigen. Aku yakin sekali itu pasti perbuatan ayah.“Om Ardi sudah berhasil mengantongi rekaman cctv-nya,” celetuk Lusi.“Kenapa tidak langsung ditangkap saja, Kek?” tanyaku kesal.“1x24 jam, Al. Kamu tidak usah khawatir. Pasti mereka akan mendapatkan ganjaran yang setimpal,” jawab kakek.“Kakek kenapa lama sekali tidak datang ke rumah andai Kakek datang lebih awal mungkin Aldi masih hidup,” protesku. Aku masih tidak terima Aldi meninggal gara-gara kejahatan mereka.“Kakek banyak kerjaan, Nak. Maafkan Kakek. Ada penyusup. Kebun Kakek tidak aman. Hasilnya
Read more

BAB 51. Haruskah balas dendam.

Assalamualaikum everyone Alhamdulillah bisa up lagi. Bantu follow akunku yaaaaa ....💕🌸🌸🌸Astaghfirullah yang benar saja kenapa tiba-tiba tidak ada tukang ojek. Biasanya selalu ada yang mangkal di sana.“Hallo, Om. Aku dikejar Om Jeep aku di makam Ibu.”Pemakaman di kota memang tidak sesepi di kampung, tapi tetap saja areanya luas.Aku lari sampai depan masjid. Alhamdulillah banyak jamaah Masjid baru selesai salat asar.“Toloong! Pak, tolong saya!” teriakku sekuat tenaga saat lari memasuki halaman Masjid.Jamaah yang sedang sibuk mencari sandal dan sepatu berbondong-bondong menghampiriku.Tenagaku nyaris habis aku telah lari ratusan meter tanpa pemanasan terlebih dahulu. Telapak kakiku pun memar merah sebalah kanan karena tadi aku tidak sempat memakai sepatuku yang sebelah kanan.Bruk!Kurasakan tubuhku jatuh, sakit sekali. Aku masih sadarkan diri.“Ayo, tolong bawa ke teras, bawa cepat angkat!”“Kasihan sekali!”Dan masih banyak lagi ucapan yang terlontar dari para jamaah masjid
Read more

BAB 52. Ayah ingin bertemu.

“Nenek tahu ini sudah jadi ketentuan yang di atas, tapi Nenek juga merasa bersalah kenapa Nenek tidak tahu semuanya. Andai Nenek tahu, pasti Kejadian tidak akan seperti ini.”“Nek, aku tahu Nenek sedih, aku pun sangat merindukan Ibu dan juga merasa kehilangan. Aku benci orang-orang itu. Rasanya aku ingin sekali membunuh mereka semua, tapi apa dayaku. Tangan mungil ini tidak bisa berbuat lebih, Nek.” Aku dan nenek berpelukan saling menguatkan.Takdir hidup siapa yang tahu. Tugas kita hanya menjalani sebaik mungkin. Nasihat itulah yang selalu aku pegang hingga kini, nasihat dari ibuku.“Eeh, kok pada nangis gitu, itu makanan juga dianggurin aja. Kasihan nanti nansinya nangis. Om makan aja, ya?” ucap Om Ardi yang tiba-tiba sudah ada di pintu kamarku.“Om lapar, ya? Sama aku pun lapar.”“Sini Ibu suapin.” Nenek menarik lengan Om Ardi. Kami bergantian disuapi seperti anak kecil. Kalau Aldi masih ada pasti dia juga akan berebut minta disuapin.“Kok nangis lagi?” Om Ardi menjawil hidungku.
Read more

BAB 53. Sindiran.

🌸🌸🌸 “Ih, enggak nyangka banget ya, tega sama saudara sendiri. Amit-amit deh, punya saudara begitu!”“Cantik si, tapi pelakor!”“Tampilannya aja yang sopan, aslinya siapa aja mapan. UPS!”“Halah, baru kemarin tuh, pakai jilbab. Sopan apanya!”“Makin ngeri ya, kelakuan ABG zaman sekarang.”“Aku, ogah deh, temanan sama orang model begitu!”“Bener! Sama saudara sendiri aja tega apa lagi sama orang lain!”“Kayak enggak ada laki aja, ya? Padahal di sekolah juga banyak yang ngantri mau sama dia.”“Kelainan kali, makanya seleranya om-om.”“Dih, ngeri! Takut tertular penyakit kelamin!”“Betul, tuh! Kebanyakan memang begitu kalau jalan dan pacaran sama om-om tertular penyakit.”“Ratu tega dia!”“Rumah tangga tantenya sendiri diporak-porandakan!”“Diam-diam menghanyutkan!”“Kurang kasih sayang kali!”“Jelas lah, kan tinggal ayahnya aja sudah gitu enggak ngurusin dia malah kawin lagi.”“Eh, ayahnya dengar-dengar masuk bui, loh.”“Wah, pantas kelakuannya begitu. Ternyata sudah ada contoh tidak
Read more

BAB 54. Ada apa dengan Nindi?

“Ba—baik. Aku mengaku. Tapi, tolong lepaskan dulu tanganku sakit sekali, Al,” ucap Nindi memohon.Aku tidak mau terkecoh, bukan aku renggangkan justru semakin aku kuatkan. Nindi berteriak dan mengumpat.25 WIB. 10 menit lagi guru datang. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktu yang tersisa sedikit.“Iya, semua itu hanya tuduhan dan fitnah saja. Alya tidak seperti yang aku bilang di grup sekolah. Aku lakukan itu karena aku kesal dan marah padanya. Papahku dipenjara karena dia dan aku kehilangan Papahku,” teriak Nindi sambil menangis sesenggukan.Mataku bak mata elang yang siapa menerkam mangsanya. Kupindai seisi kelas mereka terkejut.Lima menit lagi guru datang. Tangan Nindi sudah tidak kukunci. Kini kerah bajunya yang kuangkat tinggi.“Aku sudah mengakuinya lepaskan aku,” pintanya.Brug!Kudorong tubuh ramping Nindi hingga membentur papan tulis dan terjatuh. Dia segera bangun membuka kasar pintu dan keluar kelasku dengan linangan air mata.Aku kembali duduk di posisiku semula. Si kutu bu
Read more

BAB 55. Kelakuan Opa.

🌸🌸🌸“Non, mau ke mana?”“Kamar, mau istirahat.”“ Enggak ikut ke Rumah Sakit?”“Enggak, Bik. Ah, enggak penting.” Bik Siti melongo lucu sekali.“Alya! Malah mau ke mana kamu cepetan keluarin mobil!” bentak oma. Tante Devi sudah meraung-raung menangisi Nindi.Anehnya Nindi tidak pingsan. Hanya meringis dan mengaduh. Aku tahu sih, itu sakit banget. Tapi, salah dia juga menyerangku tanpa ampun. Aku melakukannya juga untuk pertahanan diri bukan untuk bermaksud menyelakai.Tante Eni gegas mengambil tasnya dan menumpahkan isinya mencari kontak mobilnya.“Tante, enggak usah ikut sibuk, biarin aja mereka naik taxi online.” Bagai Mangasa empuk mereka menatapku nyalang. Tante Eni mengerutkan dahinya, tapi berhenti mencari kunci mobilnya.“Mereka juga tidak kasihan padaku, Aldi, dan Mbok ketika kami meregang nyawa di kamar Aldi,” jelasku.“Alya, keterlaluan kamu! Ini Nindi sekarat!” teriak opa.“Terserah aja. Bukan urusanku. Bik Siti tolong pesan gocar untuk mereka.” Tanpa menjawab Bik Siti c
Read more

BAB 56. Siapakah pelakunya?

~k~u🌸🌸Kuputuskan untuk masuk kamar Oma diam-diam. Tadi, aku lihat opa naik ojek online mungkin akan menyusul oma ke rumah sakit.Kamar oma seperti biasa selalu rapi dan wangi. Semua ditata apik.Kubuka lemari bajunya. Memeriksa setiap lipatan baju. Biasanya orang zaman dulu menyimpan uangnya di lipatan-lipatan baju.Nihil! Tidak kutemukan. Lipatan baju di lemari tiga pintu sudah kusisir rapi tetap tidak kutemukan. Baiklah aku bergeser pada lemari tasnya. Sebenarnya ini lemari bukuku yang sudah tidak terpakai sengaja di letakkan di kamar tamu ini untuk menaruh barang-barang. Tapi, oleh Oma dimanfaatkan untuk tempat tasnya.Kuperiksa satu per satu. Kuhitung tas oma ada tiga puluh buah. Orang tua sudah nenek-nenek, keriput, koleksi tasnya sebanyak ini mana branded semua. Aku yakin ini dibeli pakai uang ayah.Tidak ada juga. Duh, oma di mana ya, nyimpan uangnya. Karena lelah aku putuskan untuk rebahan sebentar.Mataku hampir saja terpejam karena ngantuk, tapi kutemukan benda aneh disel
Read more

BAB 57. Seperti tak peduli anak.

🌸🌸🌸“Ya Allah, Non! Dari tadi Bibi cari muter-muter enggak tahunya di sini. Itu loh, sudah dipanggil Nenek.” Bik Siti mengangetkanku yang sedang serius memikirkan Nindi.“Ya, udah, yuk! Aku mau salat dulu. Bik Siti tolong belikan camilan di indoapril ya. Terserah mau beli apa ini uangnya. Jangan lupa mi instan beberapa, ya?” Bik Siti mengangguk. Kuberikan tiga lembar uang seratus ribuan.Baiklah aku akan lebih serius mengawasi Nindi, bukan apa-apa ini demi keprimanusiaan. Bagaimana pun juga dia saudara sepupuku. Aku juga penasaran siapa yang sudah membuat Nindi begitu.Meski pakaian dia selalu tampil seksi Nindi termasuk pilih-pilih cowok dan setahuku di sekolah dia baru saja jadian dengan cowok yang dulunya suka denganku. Tapi, mereka tidak pernah jalan berdua jadian juga baru tiga bulan ini kalau jalan selalu bersama teman. Ah, pusing sendiri aku memikirkannya.“Jalan kok, sambil mikir gitu sih, Al!” tegur Tante Eni.“Loh, Tante dari mana bukannya tadi sudah jalan ke mushola?”“T
Read more

BAB 58. Nindi depresi.

“Loh, memang kamarnya Siti kenapa?” Nenek pasti kaget karena tidak biasanya aku menyuruh orang yang kerja di rumah untuk tidur dengan nenek.Lalu kuceritakan semuanya yang aku lihat tadi siang. Tentang opa yang bertindak kurang ajar pada Bik Siti. Aku tidak mau opa mengulangi kesalahannya makanya aku minta Bik Siti untuk tidur dengan nenek.“Astaghfirullahal’adhiim ... enggak nyangka opa begitu!” ucap Tante Eni geram.“Ini juga salah kamu, Siti! Kan, aku sudah berkali-kali bilang pakai baju itu yang sopan! Kalau sampai kejadian tadi siang benar-benar terjadi pasti nama baik kami juga tercoreng!” omel Tante Eni. Bik Siti menunduk sambil sesenggukan.“Sudah, Nak. Kasihan Siti. Dia juga tidak sepenuhnya salah mungkin Siti belum tahu atau bahkan tidak tahu batasan-batasan aurat seorang muslimah. Makanya dia berpapakaian begitu. Mulai besok kamu harus ikut ngaji di komplek Ti, biar saja kerjaan rumah belum beres yang penting kalau pas jadwal ngaji kamu harus berangkat. Seminggu tiga kali.
Read more

BAB 59. Seseorang menyelinap masuk kamar.

🌸🌸🌸“Tante bangun!” Tante Eni hanya menggeliat saat kubangunkan. Huh! Padahal aku ingin sekali memberi tahu apa yang baru saja aku dengar. Tadi aku langsung menyelinap masuk kamar saat opa duduk di halaman belakang setelah selesai teleponan.Rasa kantuk yang tadi menyerang kini tiba-tiba lenyapnya begitu saja. Apa mungkin ini efek kafein yang terkandung dalam kopi yang kuminum tadi. Atau mungkin efek keterkejutanku karena mendengar ucapan opa di telepon tadi.Aku belum bisa memastikan dengan siapa opa berbicara. Tadi aku sempat mendengar umpatan opa menyebut Nindi brengs*k.Tadi siang saat Nindi pendarahan opa hanya terkejut saja, sedikit pun tidak menunjukkan rasa khawatirnya. Padahal kan, Nindi cucu opa anak dari Tante Devi anak kandungnya.Astaghfirullah ... kiamat memang sudah sangat dekat. Kelakuan manusia sebagai mahkluk terbaik dan punya akal paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya ternyata kelakuannya melebihi binatang yang tidak punya akal. Semoga apa yang aku pikirk
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status