Home / Rumah Tangga / VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU / Chapter 301 - Chapter 310

All Chapters of VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU : Chapter 301 - Chapter 310

614 Chapters

BAB 306. Melawan Risa.

Ibu terlihat bingung. Kalau sudah begini pasti nanti ujung-ujungnya ibu banyak bertanya padaku.“Risa, jaga sikap!” bisik Mas Dafa.“Sikap apaan sih, Mas, kan memang kenyataannya begitu. Mas Fais cinta mati sama perempuan ini dia rela nungguin jandanya,” jawab Dokter Risa lagi.“Ayo, Bu, kita pulang! Kita tunggu di sana saja mobilnya,” ajakku.“Kenapa menghindar? Kalau memang kenyataannya begitu? Gara-gara orang tuaku memperdebatkan kamu jadi bapakku sakit dan hampir saja mati. Heran aku sama Mas Fais kok, bisa-bisanya jatuh cinta mati-matian sama perempuan miskin seperti kamu. Apa kali bagusnya. Karir pun tidak punya hanya seorang penjahit rendahan,” ucap Dokter Risa lagi.“Ibu pasti ibunya perempuan ini, kan?Tolong ya, ini anak Ibu dibilangin jangan jadi pelakor dalam rumah tangga orang dan jangan terlalu kepedean. Melihat ke atas memang baik, tapi kalau terlalu mendongak takutnya kesandung eh, kecemplung jurang, deh! Apalagi sekarang dia sudah jadi janda, kan? Jadi, sebaiknya ikat
last updateLast Updated : 2022-09-26
Read more

BAB 307. Tak habis pikir kelakuan Dokter Risa.

“Semua ini gara-gara kamu!” pekik Dokter Risa dan dia menyerangku, tapi aku berhasil menghindar, jadi dia jatuh tersungkur hingga gamisnya tersibak. Posisi jatuhnya tengkurap.Dia jadi pusat perhatian orang-orang bahkan ada yang menertawakannya. Pasti Dokter Risa sangat malu.“Aaaaa! Kurang ajar! Aku akan balas kamu, Fatki! Perempuan bodoh! ”teriaknya.Aku dan Mas Nanang pun menahan tawa sedang ibu terlihat panik. Dokter Risa bangun sendiri dari jatuhnya seraya mengibas-kibaskan bajunya yang mungkin kotor padahal kan, jatuhnya juga dilantai keramik.“Mau Dokter apa? Kita ini tidak saling kenal. Bukankah waktu Mas Fais memperkenalkan kita, Anda justru menolak? Lalu kenapa sekarang sepertinya sok akrab sekali dengan saya? Sampai Anda tahu segala tentang privasi dan tujuan saya ada di tempat ini. Atau jangan-jangan Anda ini penggemar rahasia saya?” kataku menanyakan keisengan Dokter Risa yang hari ini tahu betul tujuanku ke sini.“Enggak usah ge-er begitu, deh! Ngefens kok, sama perempua
last updateLast Updated : 2022-09-27
Read more

BAB 308. Laporan Citra.

bernilai tinggi dan bahkan akan ada manusia yang rela berkotor-kotor demi mendapatkannya. Ibu paham perasaanmu, lalu jika kita membalas apa membuat orang akan jera? Yang ada akan semakin menjadi dendam pada kita. Yakinlah, Nak, semua akan dibalas sama yang di atas tugas kita sebagai manusia hanya bisa mendoakan agar diberi kesadaran.” Nasihat ibu.Aku dan Mas Nanang hanya saling lirik saja. Yang dikatakan ibu pun benar, tapi naluriku sebagai manusia biasa jelas saja kesal dan emosi dikata-katai seperti itu. Mending kalau hanya sekali dua kali ini berkali-kali apa lagi kalau menghinanya depan ibu dan kakakku begitu. Siapa pun kalau imannya masih naik turun sepertiku pasti akan emsoi.Ooh ... ibu maafkan anakmu ini belum bisa jadi seperti yang ibu inginkan. Semoga lain kali aku lebih bisa mengontrol emosiku lagi.“Iya, Bu, maaf. Insya Allah lain kali aku tidak begitu lagi,” jawabku.Mas Nanang mengelus-elus bahuku. Aku yakin Mas Nanang pun setuju dengan yang aku lakukan.“Bu, sudahlah j
last updateLast Updated : 2022-09-27
Read more

BAB 309. Telepon Mas Arman.

“Nak, maafin Ibu,” ucap beliau lirih.“Ya, Allah, Ibu. Iya, tidak apa-apa sudahlah aku pun justru makasih banget karena Ibu sudah selalu mengingatkan aku,” jawabku tulus.Kata Pak kiyai, apa pun pendapat orang tua kita yang tidak sejalan dengan pemikiran kita terutama ibu kita, selagi itu bukan menentang perintah Allah maka diam dan diamlah. Diammu itu akan menjadi keberkahan untukmu. Jadi, itulah yang aku terapkan saat ini dan berusaha membuat ibu nyaman karena aku tahu ibu jadi tidak enak hati padaku.“Ibu, habis ini aku mau shopping, boleh? Aku pingin beli gamis di butik kenalan aku. Bajunya bagus-bagus, Bu. Nanti aku belikan Ibu juga,” kataku mencarikan suasana.“Apa ada uang, Nak? Setahu Ibu, kalau beli baju di butik itu harganya mahal,” tanya ibu khawatir.“Ada dong, Bu! Kan, hasil penjualan tanah kemarin banyak Bu, dan sama sekali belum pernah aku pakai. Bayar kekurangan ruko pakai uang yang dibayar oleh Mas Arman. Kalau untuk beli baju kita insya Allah ada.”“Alhamdulillah, iy
last updateLast Updated : 2022-09-27
Read more

BAB 310. Kenekatan Mas Dafa.

“Sudah. Lihat ini Mas, sudah selesai tinggal Ibu saja.” Kulihat ibu baru setengah menyelesaikan makannya. Beliau memang sudah ada beberapa giginya yang ompong, jadi makannya susah dan ini membuat kami harus ekstra sabar. Kalau tidak ada Mas Dafa sih, tidak apa-apa.“Duduk dululah, Fatki, sepertinya kamu terburu-buru sekali kalau bertemu denganku,” sahut Mas Dafa.“Iya, itu tahu, Mas. Kenapa juga Mas Dafa ke sini?”“Sejak kapan aku ke warung bakso harus izin padamu? Lagi pula ini bukan warung bakso milikmu?” jawab Mas Dafa ketus. Mas Nanag air mukanya sudah berubah.“Tidak ada juga yang bilang kalau ini warung bakso milikku, Mas. Yang aku maksud kenapa kamu tidak cari tempat duduk lain saja? Kan, banyak itu yang kosong,” jawabku tak mau kalah.“Terserah aku lah mau duduk di mana. Kan, aku bayar,” ucapnya lagi.“Kami permisi duluan ya, Nak Dafa,” pamit ibu.“Loh, mau ke mana, Bu? Padahal aku ingin sekali ngobrol dengan Ibu dan juga dengan anak Ibu yang sepertinya sok benar ini,” jawa
last updateLast Updated : 2022-09-27
Read more

BAB 311. Perseteruan Mas Fais dan Mas Dafa.

“Kurang kerjaan, ya, kamu, selalu saja ganggu urusan orang lain!” bentak Mas Dafa, sementara Mas Fais hanya tersenyum saja.“Bukan urusan orang lain kalau itu menyangkut Mbak Fatki,” jawab Mas Fais. Itu semakin membuat Mas Dafa marah. Terlihat sekali dari giginya bergemeletuk dan deru napasnya yang kasar.“Dia bukan milik siapa-siapa dan siapa pun tidak akan pernah memilikinya kecuali aku.” Mas Dafa tak kalah sengit dia menatap Mas Fais dalam-dalam. Matanya merah.“Aku tahu itu. Tapi, sayangnya aku pun tidak bisa diatur siapa pun, jadi bagiku ya, dia milikku. Terserah saja, mau terima atau tidak. Setahuku Mbak Fatki sangat tidak nyaman denganmu.”“Kamu itu bak pungguk merindukan bulan, Is. Jangan mimpi bisa bersanding dengan Fatki. Sesuatu yang pernah jadi milikku tidak akan ada yang bisa memilikinya,” jawab Mas Dafa.“Terserah sajalah apa katamu, aku tidak mau meladeni anak kecil seperti kamu. Buang-buang waktu saja!”“Jaga ucapanmu wahai bapak doktor! Kamu punya istri saja diabaikan
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more

BAB 312. Kekhawatiran Ibuku.

“Apa! Bu, jangan gegabah. Kasihan Fatki, dia masih trauma biarkan saja dia menikmati kesendiriannya,” bela Mas Nanang.“Benar, Bu, jangan bertindak melakukan sesuatu yang tidak aku suka. Kalau Ibu tidak suka mereka aku bisa kok, menjauhi mereka.”“Bu—kan begitu, Nak, Ibu bukan tidak suka pada mereka Ibu takut terjadi sesuatu pada kamu,” jawab ibu.“Tetap saja, Bu. Menjodohkan Fatki dengan pilihan Ibu pun itu bukan keputusan yang tepat. Apa Ibu mau Fatki lebih tertekan lagi?”“Tidak, Nak, sudah lupakan saja ucapan Ibu barusan. Ibu tidak bermaksud membuat Fatki lebih tertekan lagi. Ibu hanya berujar saja. Kalau tidak mau juga tidak apa-apa,” jawab ibu.“Tidak, Bu, aku tidak mau! Aku masih ingin sendiri,” tegasku.Ibu menghela nafas. Sepertinya beliau memang tidak suka dengan jawabanku dan Mas Nanang. Biar sajalah, aku memang tidak mau dijodoh-jodohkan. “Menghindari masalah dengan menjodokanku dengan orang pilihan Ibu itu tentu saja bukan sesuatu yang baik,” ucapku mencoba membuka jala
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more

BAB 313. Keseruan bersama ibu dan Mas Nanang.

“Kasihan, ya? Kok, Ibu jadi tidak tega.” “Sama, aku pun juga, Bu.” “Ini sudah jadi resiko dia dan jalan hidup dia, Nduk, Makanya kita harus jadi perempuan baik biar tidak bernasib seperti itu. Banyak sekarang contohnya perempuan-perempuan begitu.” “Iya, Bu.” Kami gegas pulang setelah membayar semuanya. Ketika kami sedang menunggu mobil, Ika memperhatikan kami. Sebenarnya aku ingin menyapa, tapi takut salah paham lagi. Dia itu kan, sifatnya sebelas dua belas sama Reni. “Dia memperhatikan kamu terus, Nduk, mungkin ingin bicara dengan kamu,” ucap ibu. “Iya, Bu, tapi biarlah kalau dia tidak menyapamu duluan aku tidak mau. Takut salah paham nanti malah terjadi keributan.” “Sepertinya dia sakit. Kurus dan pucat.” “Iya, Bu, waktu itu Intan lagi sakit aku bertemu Mbak Sulis, katanya memang Ika lagi sakit.” “Ya, Allah kasihan. Apa itu tadi majikannya lagi? Kok, enggak dikasih izin, sih, sakit diajak pergi saja.” “Mungkin, Bu.” Ibuku memang tidak tahu masalah rumah tangga Ika dengan al
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more

BAB 314. Sintia meninggal.

***“Innalillahiwainnailaihiroji’un ....” Kubaca dengan gemetaran pesan WA dari Mbak Wulan. Dikirim tadi waktu Maghrib. Sedang dari tadi aku tidak membuka HP. Begitu selesai salat Maghrib langsung masuk ke bioskop dan sekarang jam 8 malam baru kubaca.“Siapa yang meninggal, Mbak?”“Mbak Sintia, San. Ini yang WA aku Mbak Wulan, adiknya Mas Fawas.”“Innalilahi waInnailaihiroji’uun ... kasihan banget. Berarti kecelakaan kemarin itu parah, Mbak?”“Sepertinya, iya, San.”“Berarti anaknya juga ikut meninggal, Mbak?”“Ya, jelas itu. Kan, masih dalam kandungan Mbak Sintia.”“Siapa, Dik?” tanya Mas Nanang.“Oh, ini, Mas kerabat Mas Fais meninggal,” jawabku. Meski Kujelaskan juga Mas Nanang tidak akan paham.“Gimana itu ya, Mbak. Kok, aku Kasihan, meski dia itu jahat.”“Ya, tidak gimana-gimana, San, sudah takdir. Semoga pas belum meninggal Mbak Sintia sudah sempat meminta maaf pada orang-orang di sekelilingnya dan juga sudah sempat bertaubat.”“Aamiin ... iya, Mbak.”“Kita takziah apa enggak, M
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more

BAB 315. Tingkah lucu Mas Fais.

Assalamualaikum selamat pagi semuanya. Bantu follow akunku ya, teman-teman. Terima kasih.🌸🌸🌸“Mbak, di depan ada pangeran!” teriak Susanti. Aku yang sedang memakai jilbab tentu saja sudah paham pasti itu Mas Fais.“Kok, biasa aja sih, Mbak? Padahal kan, ada Mas Fais?” ujar Susanti lagi.“Katakan padanya kita berangkat sendiri saja,” kataku.“Oke, Bos!” jawab Santi, dia turun ke bawah.Aku membuka HP-ku barang kali ada kabar dari Citra tentang penyakit Mas Arman.Gara-gara itu pun aku jadi sering ke kamar mandi untuk mengecek dan aku cari informasi dari google tentang penyakit kelamin yang diderita Reni.“Takziah ke mana, Dik?” tanya Mas Nanang.“Ke rumah teman, Mas?”“Bareng Fais?” tanyanya lagi.“Enggak, Mas! Aku sama Susanti saja. Kan, lebih aman lagi pula aku masa Iddah.”“Hati-hati jaga diri, ya, Dik?”“Iya, Mas.”“Loh, San, kok, kamu pakai baju hitam-hitam begitu?” tanyaku heran.“Lahh, kan, melayat Mbak, berkabung. Jadi, ya, pakai baju hitam,” jawab Santi.“Mbak, Fatki, kok,
last updateLast Updated : 2022-09-29
Read more
PREV
1
...
2930313233
...
62
DMCA.com Protection Status