“Apaan sih, San, enggak mungkin juga kan, aku marahin Mas Fais. Jangan ngadi-ngadi, deh, buruan habisin. Ayo, cepetan! Kamu mau pulang apa mau jadi penunggu warung makan ini?”“Pulang dong, Mbak. Sabar, ya? Aku kan, harus mengunyah makananku ini 33 kali biar lambungku mencernanya tidak kepayahan,” jawab Susanti. Pintar sekali dia beralasan.Aku buru-buru menghabiskan makananku sedang Mas Fais terlihat masih memesan makanan untuk dibawa pulang. Kalau sudah begini aku jadi tidak enak. Mas Fais baik sekali dari pertama kenal hingga saat ini. Aku bingung mau balas kebaikan dia dengan apa.“Nah, kan, malah Mbak yang bengong. Lihatin apa, sih?” Tangan Susanti dikibas-kibaskan di depan wajahku.“Bukan bengong, San ...."“Aaa ... aku tahu pasti Mbak Fatki masih memperhatikan Mas Fais, kan? Benar kan, Mbak, apa yang aku bilang duren itu lebih menggoda,” ucap Susanti ngalor ngidul enggak jelas.“Susanti, apaan sih, kamu! Asal aja, kalau Mas Fais dengar kan, aku malu. Aku itu bukan memperhatikan
Last Updated : 2022-09-15 Read more