POV Reni. “Itu tidak mungkin, kan, Mia? Niki, tidak mungkin memperk*sa Intan? Pasti Intan yang sudah menjebak Niki. Kita harus lakukan sesuat!” seru Mbak Tina lagi, dia memeluk madunya. “Kita cari tahu sekarang Mbak, ayo, kita segera bersiap!” ajak Mbak Mia. Ya, Tuhan, jadi begitu ceritanya? Jadi, Intan tidak mau kembali ke rumah ini karena sudah dilecehkan anak dari suaminya sendiri? Aku jadi ngeri sendiri. Dasar tidak ada yang benar semua yang ada di rumah ini. Enggak orang tua, enggak anak bejat semua. Ini kesempatanku untuk pergi dari sini. Mereka semua sedang panik dan juga tidak ada yang berjaga. Aku harus terlihat biasa saja, meski anuku gatal sekali, ya, Tuhan aku ini kenapa, sih! Keluar dari rumah megah itu aku merasa sangat senang sekali. Padahal awalnya aku kira tadi bisa mengambi uangku yang dicuri anaknya Mbak Mia, malahan aku suruh bayar utang. Dasar stres semua! Kulihat dompetku lalu menghitung isinya. Hah, tinggal 800 ribu rupiah. Cukup atau tidak ya, kalau untuk
🌸🌸🌸"Ternyata selain suka sama suami orang, kamu tidak punya sopan santun juga,” ucap ibu yang aku pastikan itu ibunya Sekar.“Sudahlah, Bu, tidak usah basa-basi langsung aja sikat!” sahut Sekar.“Ternyata modelan begini ya, yang berani merebut laki orang. Dasar pelakor tidak berbobot!” Ibunya Sekar memandangku dari atas sampai bawah.“Memang enggak berbobot kok, Bu. Lihat aja tuh, cuma tukang jahit. Beda sama Mbak Risa yang berpendidikan tinggi dan seorang dokter,” timpal Sekar.“Kok, bisa ya, Fais suka sama perempuan modelan begini?” Bapaknya Sekar pun ikut angkat bicara.“Ya, enggak mungkin kali, Pak, kalau tidak pakai jampi-jampi. Lihat aja tuh, ndeso begitu,” jawab ibunya Sekar.“Bener juga kata Ibu. Kalau jampi-jampi sudah berbicara maka akan mengalahkan segalanya.”“Pelakor sekarang nekat-nekat banget. Demi mendapatkan apa pun yang diinginkan.”“Ibu sama Bapak benar juga sepertinya Mas Fais memang sudah dijampi-jampi sama perempuan ini. Ya, meskipun cantik sih, tapi kalau ti
“Fais, eling, le’, sadar. Kamu itu sedang terkena peletnya dia. Istighfar,” ucap bapaknya Sekar.“Aku sedang dalam keadaan sadar, Pak. Aku tidak akan membentak orang kalau tidak kelewatan,” jawab Mas Fais.“Fais, kamu salah paham, Nak. Kami ke sini dengan baik-baik dan bicara baik-baik pada perempuan itu, tapi kamu lihat sendiri kan, kami malah disiram begini,” elak ibunya Sekar.“Sepertinya percuma bicara dengan Ibu dan Bapak. Sama sekali tidak ada hasilnya ....”“Fais, Nak, kami, tunggu kamu di rumah, ya? Kita bicarakan semua ini baik-baik di rumah. Bapak janji akan hadirkan Risa nanti. Kita bicara dari hati ke hati. Bapak yakin Risa pun mau. Kamu tenangkan pikiranmu dulu, ya, Bapak tunggu di rumah sore nanti,” ucap bapaknya Sekar.“Tidak perlu menungguku, Pak. Aku tidak akan ke sana. Tadi pun harusnya aku bertemu Risa, tapi dia tidak ada. Sepertinya dia lebih memilih tinggal ke rumah pacarnya dari pada datang untuk mediasi. Aku rasa aku tidak perlu melakukan ini pada Bapak dan Ib
“Sekali lagi kamu katakan anakku sudah berzina, aku tidak akan segan-segan membunuhmu! Aku tidak takut padamu sekali pun kamu orang kaya raya di sini!” teriak bapaknya Sekar menarik perhatian orang-orang yang lalu lalang.“Dan kamu perempuan sampah! Awas berani macam-macam pada kami dan mencoba mengambil apa yang sudah dimiliki anak kami, maka aku pun tidak akan pernah tinggal diam. Kamu akan kehilangan nyawamu juga!” teriaknya padaku. Aku yang tidak tahu apa-apa tentu saja tidak terima dikatai dan diancam begitu.“Jangan, panggil aku sampah kalau nyatanya situ yang sampah!” Kulempar tong sampah di depanku tepat mengenai mereka.“Kurang ajar!” Bapaknya Sekar emosi dan hendak membalasku. Mas Fais sigap berdiri dan memegang kerah kemejanya.“Pergi atau aku ....” ucap Mas Fais kesal.Duh, Mas Fais ... lagi-lagi dia mencoba melindungiku.“Ayo, Bu, kita pulang! Fais, urusan kita belum selesai!”Mereka menggeber mobilnya lalu pergi dari sini.“Mas, kenapa kamu enggak balas pukul sih,” tanya
Aku jelaskan pada semuanya yang ada di sini tentang kondisi Intan.Ibu pun setuju kalau aku menyusul ke rumah sakit. Aku dan ibu. Susanti tidak ikut dia, harus mulai mengerjakan jahitan kami.Klek! Mas Fais ke luar dari kamar mandi.Mata kami tertuju pada dia seorang. Kami semua tertawa terpingkal-pingkal, bahkan aku sampai keluar air mata melihat Mas Fais pakai kaos oblongku. Dia bukannya salah tingkah malah pede aja tanpa tersenyum ataupun bicara.“Eghem! Mbak Fatki, terima kasih sudah meminjamiku kaos ini.” Aku mengangguk seraya menahan tawa.“Ya, sudah kalau gitu, kami permisi pulang,” ujar Mas Fais lagi.“Eh ... pulang-pulang. Nanti dulu. Kita antar Mbak Fatki ke rumah sakit dulu. Adik iparnya katanya sakitnya bertambah parah, Mas,” ucap Zahra.“Intan, maksudnya?” tanya Mas Fais. Kami serempak mengangguk.“Baik, kalau gitu dengan senang hati.”“Kita salat dulu, Mas, sudah azan Zuhur tuh,” pinta Zahra.“Tapi, Mas Fais gimana? Pakai baju perempuan gitu?” tanyaku panik.“Tenang, Mba
Assalamu’alaikum selamat pagi semua ... Yuk, bantu follow akunku! 😍🌸🌸🌸POV Fais.Astaghfirullah!” seru Zahra saat mendapati mertuaku lebih tepatnya calon mantan mertua alias orang tua Risa sudah duduk manis di ruang keluarga.Di depan memang tidak ada mobilnya maka dari itu kami kaget ketika mendapati mereka sedang bersantai ria dan tertawa bersama mamah. Seolah tidak terjadi apa pun tadi siang.“Kamu kenapa, Zah? Kok, kaget gitu?” tanya mamah saat kami menyalami beliau.“Lihat set*n,” bisik Zahra dan aku terkekeh.“Di mana?” jawab mamah, ya, Allah, mamah percaya juga dengan ucapannya Zahra.“Di depan, Mamah,” bisik Zahra lagi.”“Astaghfirullah ... Zahra! Kalau ngomong hati-hati ah, enggak boleh gitu enggk baik!” bentak mamah. Zahara dan aku terkekeh lagi.Kemudian kami bergantian menyalami orang tua Risa.“Baru pulang kalian, Nak, seneng deh, Ibu, kalau lihat kakak adik gini akur banget. Saling sayang gitu,” ucap ibunya Risa.“Iya, seperti yang Ibu lihat,” jawab Zahra. Dia dudu
“Menuduh? Ck, Bapak dan Ibu jangan tutup mata dan pura-pura tidak tahu, deh! Memang begitulah kelakuan Mbak Risa. Mana ada istri Soleha biarin suaminya terkatu-katung tanpa kejelasan status padahal dikasih nafkah lahir tiap bulan. Apalah kurangnya Mamasku ini. Segala-galanya dia punya dan sudah bersikap baik selayaknya suami.” Zahra pun tidak tinggal diam suaranya melengking hingga suaminya menghampiri kami.“Sayang? Kamu sudah pulang, yuk, masuk!” ajak suami Zahra.“Iya, Mas, tunggu! Aku mau belain kakakku dulu. Pak, Buk, sudah cukup ya, selama ini kesabaran kami. Pokoknya aku tidak rela dan tidak ridho dunia akhirat atas perlakuan kalian terhadap kakakku,” ucap Zahra lagi. Lalu pamit masuk ke kamar.“Nak, apa itu benar?” tanya Mamah. Aku mengangguk.“Mah, aku tadi tidak sengaja mau bertamu ke rumah Mbak Fatki, itu karena Zahra yang mengajak dan ternyata feeling dia benar. Mamah mau tahu? Di sana orang tua Risa sedang memaki Mbak Fatki yang tidak-tidak. Padahal sudah ditegaskan berka
“Cemburu? Ya, itu dulu saat Risa mengakui bahwa dia jatuh cinta dengan laki-laki lain selain aku suaminya. Bapak bisa bayangkan sendiri bagaimana syok dan sakitnya hatiku waktu itu? Jika Bapak laki-laki bergelar suami yang punya rasa cinta pada istrinya pasti Bapak pun akan merasakan apa yang aku rasakan. Itu dulu, Pak. Sekarang tidak lagi, aku sudah membebaskan Risa. Aku sudah menemukan wanita lain yang aku cintai. Jangan salahkan aku karena aku hanya berusaha mengobati lukaku. Jika, Bapak tidak percaya dengan pengakuanku bisa ditanyakan sendiri pada Risa ataupun Sekar, ataupun Dafa. Dokter Dafa, itu kekasih Risa saat ini bahkan dari 4 tahun yang lalu. Bukankah dalam Islam agama kita, berpacaran sudah disebut zina? Zina dalam agama kita bukan hanya berhubungan badan layaknya suami istri? Ada zina tangan, zina mata, zina hati? Aku yakin Bapak lebih tahu tentang ini dari pada aku.”“Tenang, Nak, jaga emosimu,” ucap mamah seraya mengelus-ngelus dadaku.“Kita buktikan ya, Pak, aku akan t
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p