Home / Rumah Tangga / JODOH HASIL RAMPASAN / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of JODOH HASIL RAMPASAN: Chapter 71 - Chapter 80

83 Chapters

Part 71

"Dwi!" Kini ibu Kania berjalan mendekat ke arahku. Aku masih tetap berlindung di belakang tubuh suamiku dengan tungkai kaki yang kian gemetaran. Wanita paruh baya itu tetap mendekat dan kini memegangi lenganku."Ibu mohon, Dwi. Kali ini saja. Tolong minta Haikal mencabut laporannya. Ibu akan melakukan apa saja yang kalian inginkan. Kasihani ibu, Nak. Ibu tidak punya siapa-siapa lagi. Kalian lihat sendiri dia sudah mendapatkan hukumannya. Tak seorang pun lagi di sini yang mau menyapanya. Dia juga sudah kehilangan pekerjaan. Bagaimana nasib ibu selanjutnya jika dia di penjara, Dwi?" Tangis wanita malang itu benar-benar membuatku dilema.Dia benar. Sejahat apa pun puterinya, tetap dialah yang menjadi tulang punggung keluarga. Selama ini yang aku lihat ibunya hanya menggantungkan hidup pada anak semata wayangnya itu saja. Meski terlihat masih muda, namun wanita itu tampak lemah. Seperti tak punya tenaga tuk bekerja dengan berat. Entah karena tidak terawat, atau suatu penyakit yang dideri
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

Part 72

Mataku terbuka saat kurasakan area lubang hidungku terasa panas. Aroma minyak kayu putih terasa begitu menyegarkan hingga ke tenggorokan. Mataku berkeliling untuk melihat sedang berada di mana aku sekarang. Ingatanku kembali sesaat sebelum tak sadarkan diri tadi. Mungkin saja suamiku kembali membawaku ke rumah Bima untuk mendapatkan perawatan, sekaligus menuntut pertanyaan dari si pembuat onar itu.Namun ternyata ruangan ini masih bisa kukenali. Kamar ini, kamarku sendiri. Ekor mataku bergerak ke sana kemari melihat keberadaan bang Haikal. Namun pria yang tadi sedang dilanda emosi tingkat dewa itu tak terlihat sama sekali.Aku langsung bangkit dari ranjang. Meski masih merasakan pusing di kepala, tetap saja hatiku tak bisa tenang untuk kembali berbaring di atas sana.Suamiku pasti sekarang di rumah Bima. Mungkin sedang mengamuk dan membuat keributan di luar sana. Setelah merasa aku baik-baik saja, dia pasti meninggalkanku untuk menyelesaikan semuanya.Aku bergegas menuju pintu. Baru
last updateLast Updated : 2022-08-26
Read more

Part 73

"Pulanglah. Kau tidak pantas datang saat suamiku tak ada." "Kau bilang sudah tak marah? Kenapa tak mengacuhkanku?""Kau bicara apa? Tak ada yang aneh dengan sikapku." Aku masih berkilah. "Kau pulanglah. Orang-orang akan membicarakan yang tidak-tidak, nanti."Dia mengulurkan sebuah bungkusan plastik kecil padaku."Apa itu?" Aku tak lantas menyambut pemberiannya."Vitamin. Aku melihat resep yang ayahku tuliskan untukmu saat menebusnya kemarin. Pasti sudah habis, kan? Ini baik untukmu."Mataku membesar melihat sikapnya. Semakin hari semakin menunjukkan kelancangan yang membuatku merasa tak nyaman."Tidak perlu. Suamiku sudah membelikannya untukku." Aku beralasan."Kau kenapa?""Kenapa apanya?""Kau seperti menjaga jarak."Menjaga jarak. Tentu saja aku harus melakukan itu. Bukan hanya perasaan suamiku yang harus aku jaga, tapi juga Dea yang benar-benar menaruh hati padanya."Ada yang ingin aku tanyakan padamu." Dengan gugup aku memberanikan diri bertanya. Tentang fitnah keji yang dialama
last updateLast Updated : 2022-08-26
Read more

Part 74

Bima tampak memandangku dengan tatapan liar. Caranya menatapku seperti mengisyaratkan... entah."Jawab, Bim!" desakku."Kau ingin aku menjawab apa?" Matanya berkedip perlahan melihatku."Jawab saja yang sebenarnya!" Aku berkata tegas. Lelah dipermainkan oleh mimik wajahnya yang selalu saja sulit diartikan.Tanpa menjawab dia langsung membalikkan badan untuk berlalu. Membuatku mengerjab melihat sikapnya. Rasa penasaran membuatku tak rela jika dia pergi begitu saja. Dengan cepat aku menarik kemeja yang dia biarkan seluruh kancingnya terbuka. Memperlihatkan kaos putih polos yang berada di dalamnya."Jangan lari. Kau harus menjelaskan semuanya padaku." Aku benar-benar meremas ujung kemejanya agar dia tak bisa ke mana-mana.Dia terlihat begitu santai. Lalu membalikkan badan dengan raut wajah tanpa rasa bersalah."Kalau benar, kau mau apa?" Tanpa diduga, Bima membalikkan pertanyaan padaku. Membuat hatiku semakin ketar-ketir dengan permainan teka-tekinya."Jawab saja!" Aku semakin menarik
last updateLast Updated : 2022-08-27
Read more

Part 75

"Kau tahu aku tidak suka berbasa-basi, kan?" Dia tak lagi terlihat santai. "Lalu sekarang kau mau apa? Kau ingin aku mengakui semuanya dan bertanggung jawab atas pelecehan yang aku lakukan padamu? Aku akan bertanggung jawab. Akan kukatakan semuanya pada suamimu.""Hentikan, Bima! Kau lepas kendali. Aku sudah bersuami dan kau tidak pantas mengatakan semua itu padaku.""Kau sendiri yang memaksaku mengaku. Aku bisa menyelamatkanmu dari pernikahan palsu itu. Sadarlah. Hubungan kalian tidak akan pernah berhasil.""Kau benar-benar kelewatan. Aku membencimu. Aku tak mau lagi bicara padamu!" Aku berlari masuk dan membanting pintu dengan keras. Duduk bersimpuh di balik pintu dengan meremas kerah bajuku sendiri.*Aku baru saja selesai mandi. Terkejut saat melihat bang Haikal sudah berdiri di depan pintu kamarnya yang berhadapan langsung dengan kamar mandi. Sontak aku menutup tubuh bagian atas yang hanya berbalut handuk sampai sebatas dada."Kenapa ditutup? Aku sudah pernah melihat semuanya." B
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

Part 76

Di pagi hari aku kembali menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk suamiku. Bang Haikal keluar dari kamar sudah dalam keadaan rapi, lengkap dengan rambutnya yang masih basah dan juga wangi.Aroma shampo menyeruak menerobos indera penciuman. Membuatku merasa nyaman seperti menghirup aroma terapi.Dia duduk di kursi makan. Memerhatikan aku yang meletakkan secangkir teh di hadapannya. "Wajahmu memerah. Apa kau demam?" tegur pria dengan kemeja lengan panjang itu.Sontak aku memegang kedua pipiku. Lalu melotot ke arahnya. Tahu Kalau dia sedang meledekku. Padahal wajahnya sendiri tak berbeda jauh dari apa yang dia katakan tentang aku. Merah dan juga merona di bagian pipinya.Dia tertawa kecil. Lalu menarikku agar berdiri merapat ke tubuhnya. Wajahnya yang kini hanya setinggi perutku dia dongakkan untuk menatapku. Memandang dengan tatapan penuh cinta. Membuatku semakin terpesona dibuatnya."Terima kasih." Setengah berbisik dia ucapkan kata itu. Aku mengulum senyum. Mengingat sikap manisnya m
last updateLast Updated : 2022-08-29
Read more

Part 77

"Abang bicara apa? Kalau mau punya mainan, ya menikah saja. Abang bisa membuat anak sebanyak-banyaknya." Aku menggantikan suamiku menjawab permintaannya. "Aku masih kecil. Belum siap menjadi seorang ibu." Aku memasang wajah merengut.Ini kali kedua abangku meminta hal yang bukan-bukan pada kami. Hanya karena aku sudah jarang mengganggunya, dia jadi meminta penggantiku sebagai tumbal keisengannya.Bang Haikal mengamati wajahku, kemudian menunduk. Masih mengusap-usap dadanya yang mungkin masih merasa sakit akibat tersedak tadi.*Aku dan bang Haikal kembali melintasi malam dengan motor matic kesayangannya. Masih dengan pelukanku yang mesra melingkari pinggangnya. Kami tak ubahnya seperti pasangan remaja yang sedang dimabuk cinta. Dia juga tak lagi canggung saat menunjukkan perhatiannya padaku di depan keluarga kami. Baik di hadapan orang tuaku, terlebih lagi pada ayah dan ibunya. Tak seperti saat awal-awal pernikahan dulu. Selalu saja kaku, bahkan hanya untuk merangkul bahuku."Dwi?" B
last updateLast Updated : 2022-08-29
Read more

Part 78

"Sudah mulai nakal kau rupanya, ya." Bang Haikal menyentil keningku dengan jemarinya. Membuat bibirku mengerucut dibuatnya."Makanya jangan menyuruhku yang bukan-bukan. Lebih baik aku mengurus sepuluh anak daripada memegang buku pelajaran," protesku.Dia tertawa kecil. "Kalau soal membantah, kau memang juaranya." Bang Haikal mengacak-acak rambutku.Aku tersenyum malu. Menganggap bahwa hal itu adalah suatu pujian, bukan lagi sebuah sindiran yang dia alamatkan untuk mengejekku seperti biasanya.*Siang ini aku menemani Dea ke toko buku. Tadi aku menghampirinya di kampus, lalu pergi bersama dengan Honda Brio merah-nya. Hal rutin yang sering kami lakukan saat bahan bacaan di rumah sudah habis.Dea terkikik geli saat aku menceritakan ide bang Haikal yang ingin kembali menyekolahkanku. Aku mencubit bahunya karena terus-terusan meledek, bahwa suamiku mungkin amnesia dan tak lagi mengenalku. Si bodoh yang ingin cepat-cepat lulus SMA agar bisa menikah dengan pria impiannya."Wanita yang baik
last updateLast Updated : 2022-08-30
Read more

Part 79

Aku rasa sikapku selama ini terlalu kasar menghadapinya. Dari caranya menatapku tadi, seperti ingin menyapa dan menanyakan kabarku. Namun hal itu urung dia lakukan, karena Kania langsung menarik tangannya, dan menyeretnya menjauh dari kami.Tak lama kulihat sebuah mobil Daihatsu Sigra berhenti menghampiri mereka. Lalu gadis yang masih menatapku dengan penuh kebencian itu menghilang bersama ibunya saat mobil itu melintasi dan meninggalkan tempat."Singgah ke rumah, ya, Dwi. Biar nanti Haikal suruh menjemputmu di rumah." Ibu merangkulku hendak menuju mobil.Aku melirik Bima sekilas."Iya, Bu. Bang Haikal pasti akan bergegas menjemput jika tahu aku tidak di rumah." Sengaja aku bicara berlebihan agar Bima tahu bahwa hubungan rumah tanggaku tak seperti yang dia pikirkan.Dia hanya menatapku tajam tanpa mengucap sepatah kata pun.*[Norak!] Sebuah pesan whatsapp masuk atas nama Bima.Mataku membesar saat membacanya. Aku yang duduk di bangku belakang mobil milik ayah langsung membalasnya.[K
last updateLast Updated : 2022-08-30
Read more

Part 80

Bima tampak masih sangat tenang meski semua orang menatapnya. Ingin sekali rasanya aku mencekik lehernya karena telah membuat suamiku kembali memikirkan hal yang bukan-bukan tentang aku dan dia.Bang Haikal pasti berpikir kalau Bima masih menaruh perhatian dan mencari cara agar bisa mendekatkan diri denganku. Tanpa dia tahu, kini aku dan Bima terlibat selisih paham karena kekurang ajaran mahasiswa psikologi itu.Jika malam ini sampai terjadi masalah lagi di antara kami karena Bima, aku bersumpah akan melempar kaca jendelanya hingga pecah. Aku lelah dengan semua masalah yang seperti tidak ada habisnya."Wah, Bima baik sekali. Kau dengar itu, Dwi?" Ibu tampak lebih mengagumi pemuda itu dari sebelumnya. "Harusnya kau juga bersemangat seperti Bima. Bukannya kalian seumuran? Kau bisa mengejar ketertinggalan jika belajar bersama Bima."Aku mendesis pelan. Ibu seolah-olah masih menaruh harapan agar aku juga memiliki antusias seperti Bima. Menjadi anak perempuan
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status