Home / Pernikahan / Tak Semanis Madu / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Tak Semanis Madu: Chapter 101 - Chapter 110

174 Chapters

101. Surat Mama 3

"Bangunlah, aku membawakan pesananmu. Makan dulu," kataku setelah kulihat waktu semakin berputar, sedangkan masih banyak yang harus dikerjakan."Aku menunggumu sampai tertidur, Bell," ucapnya beralasan lalu beranjak duduk."Rapikan pakaianmu itu, gimana kalau ada yang lihat kamu tidur seperti itu, Bi?" ocehku seraya membuka dan menyiapkan makanan."Nanti setelah makan aku pakai.""Ni, makan, keburu dingin . Aku harus kembali bekerja." Kuberikan satu kotak dan tak lupa kusiapkan sendoknya sekalian. Ia tidak mengambilnya, namun justru membuka mulutnya. Pertanda minta disuapi.Tak mau membuang waktu aku pun segera melakukannya. "Terimakasih sudah memberiku makan siang," ucap Abi setelah makan siang selesai."Itu kewajiban utamaku,"jawabku merapikan meja."Udah biar OB aja yang melakukannya," kata Abi memegang tanganku yang masih sibuk."Ini adalah hubungan suami istri, bukan hubungan kerja!" jawabku.Tok ... tok ... tok. Terdengar suara pintu diketuk. Kami menoleh ke arahnya bersamaan.
Read more

102. Kedatangan Mama mertua

Dua minggu sudah aku bergelut dengan edisi maret setelah Abi memberi ACC untuk design dan lain sebagainya. Kami pun sudah tinggal di Villa. Asri juga masih bersama kami. Dengan adanya Asri, aku bisa fokus dengan pekerjaanku karena semua pekerjaan rumah diambil alih oleh Asri."Sarapan, Mbak Bell. Biar tambah semangat untuk membantu suami tambah kaya.""Nyindir kamu, Sri?" protes Abi yang sudah duduk manis di meja makan. Begitulah setiap hari yang mereka lakukan. Ribut dan ribut, bahkan saat aku harus mengerjakan pekerjaanku di rumah. Mereka setia menemani, namun justru mengganggu karena selalu ribut."Nggak, Mas. Asri cuma bercanda," kata Asri melarikan diri ke dapur."Ribut terus, mau nanti anak kamu mukanya kayak Asri?""Amit-amit. Emang udah ada tanda-tanda, Sayang?" bisik Abi mendekatiku."Tanda apa?""Tanda kamu hamil.""Hah, belum ada, Bi. Ini juga lagi haid.""Kapan?""Subuh tadi.""Wah, puasa dong ntar malam!" celetuk Abi lalu berdecak malas."Helleh, Udah nih, makan!" perint
Read more

103. Kedatangan Mama mertua 2

POV Abi.Beberapa hari setelah kejadian di gudang, Bella terus mendesakku untuk mencari tahu siapa yang sudah menguncinya di dalam gudang. Rupanya dia sangat yakin dan tidak percaya kalau itu hanya halusinasi.Aku pun menuruti, tentunya dengan melihat CCTV yang terpasang di gudang. Namun, CCTV nyatanya juga ikut rusak. Bukannya hanya mencari tahu tentang itu akhirnya aku kembali lagi harus memarahi karyawan karena hal ini. Bagaimana bisa CCTV di gudang yang justru sebagai tempat penyimpanan banyak barang, mati? Bagaimana kalau ada yang mencuri dari sana? Masyaallah, lagi-lagi aku harus mengeluarkan nada tinggi. Pencarian sementara menemui jalan buntu dan kami beralih kembali pada fokus utama kami, yaitu edisi maret. Aku akan bertemu Papa hari ini, tepat di hari majalah akan di cetak untuk membicarakan tentang surat itu. Meta memberi kabar bahwa Papa sedang melakukan perawatan di rumah sakit Riswan, sahabatku. Karena kadar gulanya naik setelah perdebatanku dengan Mama dan Adip beber
Read more

104. Membungkam mulut wanita beracun

POV Bella.Lama aku menunggu kabar dari Abi, sudah hampir satu jam aku bolak-balik memeriksa ponsel yang aku letakkan di atas meja. Sampai akhirnya, sudah dua jam aku menunggu dan tetap tidak ada kabar. Bahkan, panggilanku tidak dijawab olehnya. Merasa sudah tidak sabar, tanpa berpikir panjang aku pun bergegas ke ruangan Abi. "Mau ke mana, Bell?" tanya Mbak Mei saat aku keluar ruangan."Mau ke pantry membuat kopi, aku begadang semalaman, ngantuk!" jawabku beralasan."O, oke!""Bawakan satu juga untukku, Bell." Kak Raka yang sekarang jauh lebih pendiam akhirnya mau membuka suara juga."Hemm," jawabku lalu pergi dengan langkah tak sabar.Kubuka pintu tanpa ketukan atau salam terlebih dahulu. "Abi!" sentakku begitu aku masuk.Kulihat Abi sedang bersi tegang dengan wanita tua itu, dari gesture Abi, sepertinya dia sedang mengusirnya.Begitu aku datang, Abi langsung menoleh dan menghampiriku dengan wajah penuh rasa bersalah."Bell, maaf, aku lupa," kata Abi begitu sampai di hadapanku, mem
Read more

105. Membungkam mulut wanita beracun 2

"Maksudku mamanya Tari, Bell. Nyonya Priawan. Jangan marah dulu, dong." Abi meraih tanganku lalu mengecupnya singkat. Aku tahu dia sedang mencoba untuk merayu."Terima kasih sudah ada di sampingku," ucapnya dengan senyum yang mengembang sempurna. Sontak membuat jantungku berdebar-debar.Kutatap lekat wajah suamiku."Bi,""Hem?" jawabnya singkat masih dengan tatapan maut menusuk jantung."Benarkan aku murahan?"Ia tersenyum lagi. "Justru kamu yang paling berharga dan tidak ternilai," jawab Abi menatapku dalam.Dengan mata berkaca-kaca, kuulurkan kedua tanganku, ia meraihnya dan membawaku ke dalam pelukannya. Seolah tahu bahwa aku sedang membutuhkannya."Kamu yang paling berharga dan utama untukku, Bell," ulangnya mengusap punggungku lembut."Meski kamu harus kehilangan, termasuk kehilangan keluargamu? Bahkan, aku juga yang menyebabkan kamu kehilangan saham di Hayuda. Karena aku pergi tanpa kabar dan membuatmu ....""G*la?" sergahnya.Kutepuk punggung yang saat ini ada di hadapanku kasar
Read more

106. Mama

"Kamu mau tahu jawabannya, Abi?" tanya Papa, kali ini dia mulai mau menoleh ke arahku."Ya, Abi mau tau, sesakit apapun alasan kalian, meski akan membuatku semakin terluka. Tetap aku ingin mengetahuinya," jawabku mantap.Ia tak menghela napas."Mama mu sendiri yang menyuruh Papa untuk menikah lagi."Degh ... apa lagi ini? Benar-benar kenyataan yang membuatku kaget setengah mati, sungguh mencengangkan."Ambisi Mama-mu untuk mendapatkan harta dari keluarga Papa, membuatnya melakukan bermacam cara. Tidak kunjung hamil di usia pernikahan kami yang sudah menginjak 5 tahun, membuatnya menginginkan Papa untuk menikahi sahabatnya sendiri yang tidak lain dan tidak bukan adalah Mamamu, agar harta tidak jatuh ke tangan saudara Papa.""Jadi, mereka bersahabat? Dan maksud Papa, kalian memanfaatkan mamaku untuk mendapat harta?!" tanyaku tak percaya."Nggak, Bi, Papa sempat menolak saat itu. Papa tidak ingin menikah untuk harta. Papa tahu rasanya menikah namun tidak bahagia. Papa tidak mau mengul
Read more

107. Mama 2

POV BellaApa yang terjadi pada Abi? Jam makan siang yang dia janjikan akan menyempatkan diri untuk makan siang denganku hingga jam kantor selesai. Ia belum juga terlihat kembali, padahal dia berjanji untuk menjemputku sore ini.Hingga satu jam usai jam kerja, aku masih setia menunggu Abi di depan gang kecil yang biasa kami gunakan untuk bertemu dan berpisah. Yang membuatku semakin cemas adalah ponsel Abi tidak bisa aku hubungi sejak ia pergi hingga sampai detik ini. Ponsel itu masih mati."Abi, kemana sih kamu, Bi?" tanyaku pada diri sendiri."Bell, ngapain kamu di sini? Udah mau Maghrib lo," Kak Raka datang menghampiriku, mbuyatkan lamunanku."Aku menunggu taksi, Kak," jawabku beralasan."Mau pulang bareng? Kamu cancel aja taksinya," tawar Kak Raka. Kalau dulu aku akan sumringah mendengar tawaran ini dan tidak akan menyia-nyiakannya. Berbeda dengan sekarang, rasanya enggan dan takut. Takut jika Abi melihat dan salah paham padaku."Nggak usah, Kak. Kakak duluan aja. Sepertinya taksi
Read more

108. Usaha Bella

POV BellaAkhirnya suara adzan subuh membangunkanku juga, setelah aku bisa tidur beberapa jam yang lalu. Ya, Abi sempat mengalami demam semalam dan membuatku harus terjaga. Yang aku lihat saat pertama kali terbangun tentu adalah suhu tubuh Abi. Kuperiksa bagian kening, pipi, dan leher, tampaknya sudah membaik. Alhamdulillah.Saat ini yang bisa aku lihat hanyalah Abi yang begitu terpukul, lemah,dan rapuh. Terbukti, dalam tidurnya pun sudut mata Abi masih terlihat basah. Aku paham dan aku mengerti, Abi juga manusia yang punya batas kesabaran. Ada kalanya dia lelah dan ingin menyerah. Namun, tetap saja hal ini tidak boleh berlarut, aku harus melakukan sesuatu sebelum semua bertambah semrawut. Terutama hubungan Abi dan Papa. Mereka adalah darah daging yang harus saling menjaga, tidak boleh saling memusuhi. Bergegas aku melaksanakan sholat subuh setelah kulihat Abi masih setia dalam tidurnya lalu aku ke dapur untuk menyiapkan sarapan."Asri, mungkin nanti Abi tinggal di rumah. Kamu jaga
Read more

109. Usaha Bella 2

"Kumat, Abi. Aku pergi!" celetukku lalu kubuka pintu meninggalkan Abi."Eh, Sayang yakin nggak titip, itu ....""Tutup mulutmu, Abi!" teriakku melihat kanan dan kiri lalu kembali ke arah Abi. Tak lupa ku arahkan jari telunjukku padanya agar dia diam. Aku tahu dia akan menggodaku dengan menawarkan hal-hal aneh untuk penunjang kegiatan malam itu."Pergi nggak!" usirku mengangkat tangan ke arah super market."Oke, siap," kata Abi lalu menyalakan mesin mobilnya.Kuhela napas setelah Abi benar-benar pergi lalu aku pun segera berjalan menuju pintu gerbang seperti biasa. Namun, kali ini terasa berbeda karena aku harus berjalan menuju gerbang sambil memikirkan bagaimana cara agar aku bisa ke rumah sakit. Bagaimana pun juga aku harus melakukan sesuatu untuk Papa dan Abi. Aku yakin ada kesalah pahaman diantara mereka. Kulihat Papa begitu menyayangi Abi begitu juga Abi. Meski sama-sama keras kepala namun terlihat jelas kasih sayang diantara mereka. Mana mungkin harus bermusuhan. Membayangkanny
Read more

110. Menantu Papa

Aku tersentak kaget, bahkan ponsel yang masih menempel di telingaku sempat merosot jatuh dan mengakibatkan panggilanku pada Mama terputus. "Abi?" Kuambil ponsel yang terjatuh di lantai lalu memasukkannya ke dalam tas. Gemetar, itu yang aku rasakan saat ini."Kamu membohongiku?! Pulang!" sentak Abi menarik tanganku. Membawaku menjauh dari kamar rawat Papa. Kukumpulkan seluruh keberanian lalu dengan cepat aku menghempaskan tangan yang senantiasa memelukku setiap malam itu."Abi, kamu jangan egois. Kamu nggak lihat kondisi Papa kamu?" "Aku nggak peduli! Aku nggak ada hubungan lagi dengan mereka!" ucapnya kasar dengan mata berapi-api."Mereka? Apa maksudmu dengan mereka? Papamu hanya sendiri, seorang diri. Terbaring di dalam dan kamu bilang nggak peduli? Anak macam apa kamu, Bi?!" kataku dengan suara pelan namun penuh penekanan. Ya, aku tidak mau ada kegaduhan yang bisa membuat pasien lain terganggu dan berakhir dengan pengusiran."Bell, berapa kali aku bilang jangan berhubungan denga
Read more
PREV
1
...
910111213
...
18
DMCA.com Protection Status