Home / Romansa / TERNODA DI MALAM PERTAMA / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of TERNODA DI MALAM PERTAMA: Chapter 141 - Chapter 150

197 Chapters

Bab 141

“Hai, Rimba. Apa kabar, Sayang?” terdengar suara mendesah manja dari mulut Emely. “Sudahlah, Mel. Ada apa kamu malam-malam begini telpon?” “Aku kecapean, habis maen tiga ronde sama Roby. Aku membayangkan, jika tubuhmu yang berada bersamaku, Sayang. Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Kamu tega sekali tiba-tiba menghilang,” bentak Emely yang disambung isak. “Mel, kamu itu udah jadi istri orang. Nggak pantas untuk berhubungan dengan laki-laki lain. Ingat itu, Mel. Apalagi laki-laki yang kamu dekati itu sudah punya istri, coba kamu bayangkan, bagaimana sakitnya istri Roby,” cecar Rimba. “Aku sedang tidak mau berdebat denganmu sekarang, Rimba. Datanglah besok ke alamat yang nanti aku kirim padamu. Ok. Bye, Rimba. Sampai besok. Aku sangat merindukanmu,” pungkasnya, lalu ponsel itu senyap. Tak lama, kembali terdengar bunyi.
Read more

Bab 142

“Kamu? Sendirian ke sini? Tahu dari mana alamat rumah ini?” cecar Aline.“Siapa Lin? Suruh masuk dulu, dong, jangan ngobrol di luar.” Retno tiba-tiba muncul.“Eh, iya. Ayo masuk, Han. Maaf, ya. saking kagetnya lihat kamu di sini,” ucap ALine seraya menarik tangan wanita dengan perut membuncit itu.Hani mengangguk dan mengikuti langkah Aline yang menuntunnya.“Ayo, duduk dulu, Han. Aku buatkan dulu minuman buat kamu, ya.” Aline segera ke dapur dan membawakan minuman hangat juga camilan. Hani duduk menunduk dengan wajah yang memerah, sepertinya tak henti menangis sepanjang jalan.“Minum dulu, Han. Kamu pasti belum sarapan.” Aline menyodorkan secangkir teh hangat pada Hani. Wanita itu sepertinya enggan menerima jika Aline tidak memaksa.“Minum dulu, Han … aku yakin kamu pasti belum makan apa-apa. Inget bayi dalam kandunganmu, dia masih bergantung sama kamu,” pinta Aline. Hatinya begitu teriris saat melihat kondisi Hani, dengan wajah yang kusut, mata yang cekung dan bibir yang kering.
Read more

Bab 143

Dua buah tangan tiba-tiba terjulur dari belakang dan melewati leher Rimba hingga menjulur ke dada. Laki-laki itu menoleh ke belakang. Sebuah senyuman tersungging di wajah wanita berambut bob itu. “Halo, Sayang. Sudah lama banget kita nggak ketemu. Aku kangen,” ucap Emely. Rimba sontak bangkit dan menepis tangan yang melingkar di lehernya. “Hentikan, Mel. Ingat, kamu ini istri orang!” Emely tersenyum miring. “Aku sudah mengurus perceraian dengan Ravi. Kami bahkan sudah lama sekali tidak tinggal serumah. Laki-laki bodoh itu saja yang memaksakan diri ingin tetap mempertahankan aku. Jadi, kamu jangan takut. Aku akan menjadi milikmu seutuhnya.” Emely mendekat pada Rimba. Tangannya kembali terulur hendak membelai wajah Rimba. Namu, laki-laki itu segera menghindar. “Mel, apa yang kamu inginkan? Untuk apa
Read more

Bab 144

Hani memasuki kamar sang suami di rumah mertuanya. Tadi, saat dia baru saja tiba di rumah itu, ibunya Roby tampak kaget dengan kedatangan menantunya yang tengah hamil besar itu. Apalagi kedatangannya kali ini terbilang mendadak juga tanpa Naima, sang cucu.Aline yang mengantarkan Hani, tak ikut turun. Dia memilih untuk membiarkan Hani berbicara dari hati ke hati dengan suaminya itu. “Mas,” ucap Hani menyapa suaminya yang sedang duduk bersandar di sandaran spring bed. Mata Roby membulat kaget.“Hani?” pekiknya, lalu menyimpan ponselnya di nakas sebelah ranjang. “Kamu kapan ke sini? Sama siapa?” tanyanya kaget sembari berdiri.“Sendiri,” jawab Hani. Tangannya menaruh tas ke atas meja.“Tapi, buat apa kamu ke sini segala? Terus Naima gimana?”“Aku ke sini mau menyusul suamiku. Apakah salah?” tanya Hani.“Bukan begitu, Han. Tapi kasian Naima kalau kamu tinggalkan dia sendirian, “ sergah Roby.“Oh, rupanya kamu masih punya rasa kasihan juga pada Naima. Lalu bagaimana terhadapku, Mas? apa
Read more

Bab 145

Hani menyambar tasnya dan hendak beranjak pergi. Namun, Roby pun tak kalah cepat menyambar tangan sang istri. “Han, kamu tidak bisa bersikap seperti itu padaku. Ingat, Naima itu perempuan, dia butuh aku. Setidaknya saat nanti dia menikah, dia akan mencariku untuk menjadi walinya,” geram Roby, berusaha mengingatkan sang istri. Hani kembali tersenyum miring. “Ternyata kamu ingat juga jika anakmu itu perempuan, Mas? Bagaimana rasanya jika Naima ada di posisiku? Bagaimana jika dia yang diperlakukan seperti ini sama suaminya? Bagaimana jika dia juga mendapatkan seorang suami pengkhianat sepertimu? Pikirkan itu baik-baik, Mas. dalam islam itu tidak ada yang namanya karma, tapi baik buruk perbuatan kita, akan kembali pada diri kita sendiri. Dan yang lebih menyakitkan, jika balasan itu menimpa pada orang yang kita sayangi. Apa kamu rela, jika anakmu yang menanggung buah dari perbuatanmu?” ujar Hani dengan
Read more

Bab 146

Pukulan-pukulan berkali-kali mendarat di samsak yang menggantung. Napas Roby tersengal saat pukulannya berehanti sesaat. Kemudian dia melesakan kembali tinjunya hingga benda berbentuk guling berwarna merah itu terombang-ambing. Peluh sebesar butiran jagung menetes dari pelipisnya.Rimba masuk ke ruangan itu tanpa Roby sadari, lalu melangkah mendekati samsak yang menggelantung ke sana kemari dan menahannya hingga berhenti.Roby mendongak perlahan hingga tatapannya terhenti pada sahabatnya itu.“Ngapain elu ke sini?” tanya Roby lalu berjalan kea rah meja di mana terdapat minuman juga handuk kecil. Dia meneguk air dari botol sembari menyeka keringat yang mengucur.Rimba menngikuti Roby, lalu duduk di kursi tak jauh dari meja di mana Roby berdiri.“Elu beneran ada affair sama Emely?” tanya Rimba to the point.Robby yang masih menyeka keringat langsung menghentikan gerakannya dan menoleh pada laki-laki yang duduk tak jauh darinya.“Emangnya kenapa? Elu cemburu?” Roby balik bertanya.Rimba
Read more

Bab 147

“Baru pulang, Mas? kok lama amat?” tanya Aline saat Rimba baru sampai di rumah orang tua Aline. “Iya, tadi aku ketemu dulu sama Roby,” jawab Rimba. “Terus?” tanya Aline yang sedang bermain dengan Reynand. Bocah itu terlihat menguap. Aline segera menggendong dan mengayun-ayun dalam gendongannya seraya mengikuti langkah suaminya menuju kamar. “Nanti saja ceritanya. Aku mandi dulu, ya, gerah.”  Rimba mengelus pipi tembam Reynand lalu mengelus puncak kepala istrinya. Sementara Rimba mandi, Aline menidurkan Reynand dan menaruhnya di tempat tidur. Tring!Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Dia segera mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur. Sebuah nomor baru, mengirimkan beberapa foto Rimba dengan Emely di taman. Foto itu diambil dengan berbagai sudut yang sempurna. Saat kedua orang itu berpegangan tangan, saat Emely
Read more

Bab 148

Darwis menekuri setiap dokumen yang dia terima dari setiap department untuk ditandatangani. Setumpuk map ada di mejanya.  Detik jam terdengar di ruangan yang sepi itu. ‘Wah, sudah jam 8 ternyata,’ batin Darwis. Dia segera membereskan alat tulisnya. Enggan rasanya jika harus membuat sang istri menunggu. Terlebih, saat ini ketiga cucunya sedang ada di rumah. Darwis bangkit dan menyambar jas yang tersampir di kursi. Perutnya sudah terasa lapar, tapi dia yakin jika sang istri sudah menyediakan makanan kesukaannya di rumah. Langkahnya lebar-lebar menuju parkiran. Mobilnya terparkir paling ujung. ‘Hai, Om.” Sebuah sapaan mengejutkannya saat Darwis hendak membuka pintu. Dia menoleh ke sumber suara. “Eh, Emely. Kamu sedang apa di sini jam segini?” tanya Darwis urung naik ke mobilnya. “Saya nyari Ravi, tapi ternyata sedan
Read more

Bab 149

“Gini aja, deh. Nanti Om telpon dulu Tante, bilang aja ada acara makan malam sama temen atau kllien. Beres kan? Ayo, dong Om, pliiisss, sebentar saja,” bujuk Emely dengan wajah memelas.Darwis merasa tidak enak hati pada Emely juga pada istrinya. Namun, mendengar bujukan Emely yang mengatakan hanya sebentar saja, Darwis mulai tergoda.“Emh … baiklah. Sebentar saja ya,” jawabnya. Emely langsung melonjak kegirangan. “Terima kasih, Om. Saya janji nanti sebentar aja kok. Hanya masukin ke microwave aja, 15 menit jadi,” ucap Emely saat mereka sudah memasuki lift menuju lantai lima belas. Suasana apartemen Emely begitu nyaman. Wanita itu mempersilahkan Darwis untuk duduk di sofa sementara dirinya membuatkan minuman hangat. “Silahkan diminum, Om. Biar tubuhnya lebih hangat,” ujar Emely menyodorkan secangkir teh yang menguarkan asap.
Read more

Bab 150

Pagi-pagi, Darwis terbangun. Tubuhnya bergetar hebat karena kaget. Di sampingnya, ada Emely yang tertidur dengan manis, bahkan sepertinya tanpa sehelai benang pun.“Astagfirullah, apa yang sudah aku lakukan?” gumam Darwis panik. Dia beberapa kali mengusap wajah dan menyugar rambutnya.“Selamat pagi, Om. Sudah bangun?” sapa Emely dengan manja. Matanya terpicing karena silau dengan sinar matahari yang masuk.“Apa semalam terjadi sesuatu di antara kita?” tanya Darwis ketakutan.“Tentu saja. Apa Om lupa? Om bahkan sangat bergairah dan membuatku kewalahan,” jawab Emely dengan tatapan menggoda. Dia bahkan membuka selimut yang menutupi bagian atas tubuhnya.“Kalau Om masih mau, ayo … aku juga siap, kok.” Emely mengerling nakal.“Tidak … tidak! Saya harus pulang sekarang. Istri saya pasti khawatir menunggu saya semalaman. Saya bahkan sampai lupa mengabarinya,” ujar Darwis yang langsung memunguti setiap helai bajunya yang terserak kemudian memakainya.“Nggak mandi dulu, Om? Biar seger. Aku man
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status