Semua Bab Susahnya Jadi Mas Joko: Bab 171 - Bab 180

231 Bab

Bab 171: Anak Kucing di Atas Pohon

Bab 171: Anak Kucing di Atas Pohon Aku dan Menuk saling bertukar kabar. Lalu, selayaknya orang yang pernah saling mengenal kami berdua pun segera terlibat obrolan yang hangat. Kami saling bertanya tentang kegiatan masing-masing, tentang pekerjaan, tentang hobi, dicampur dengan rumpi-rumpi sedikit, plus sedikit canda untuk lebih mencairkan suasana. Ketika obrolan kami terjeda karena tema yang menggantung atau karena saling mencari bahasan baru, aku terdiam dengan sedikit rasa malu. Sementara Menuk, dia gugup dan aku tahu itu. Penyebabnya, tentu saja dia yang dulu pernah menyukai aku, dan aku tahu itu. “Eh, Nuk, ini nomor hape kamu yang baru ya?” tanyaku mencoba mengatasi rasa kikuk. “Iya.” “Nomor asli atau nomor samaran?” “Maksud kamu?” “Maksudku, apakah nomor ini hanya kamu pakai untuk sementara saja?” “Tidak, ini memang nomorku yang baru.” “Ya sudah kalau begitu. Biar aku simpan. Ngomong-ngomong,
Baca selengkapnya

Bab 172: Anak Kucing di Bawah Kap Mesin

Bab 172: Anak Kucing di Bawah Kap Mesin  “Mas, mas, tolong saya, Mas!” tahan wanita pengendara yang tengah berdiri di samping mobilnya itu.           “Ada apa, Bu?” tanyaku setelah berhenti.           “Ini, sini, tolong ke sini,” wanita itu melambaikan tangan dan mengajak aku ke arah sisi depan mobil, di mana kap mesinnya sendiri telah ia buka. Ia lalu menunjuk-nunjuk ke dalam ruang mesin.           “Di sini ada anak kucing, tapi tidak tahu tepatnya di mana. Tolong saya keluarin kucingnya, Mas.”           Sontak saja aku merasa heran. Ini bagaimana ceritanya bisa begini? Kenapa semua orang banyak yang meminta tolong padaku hari i
Baca selengkapnya

Bab 173: Malaikat di Depan Toko

Bab 173: Malaikat di Depan Toko  Keesokan harinya..,Aku sedang menonton sebuah tayangan video melalui saluran internet ketika Pepen datang menghampiri aku.           “Mas, hape yang atas nama Angel, sudah selesai diperbaiki, Mas?”           “Angel?”           “Iya, itu orangnya sudah datang mau mengambil.”           Aku mem-pause tayangan video yang sedang kutonton. Bangkit dari kursi aku membuka sebuah laci untuk mengambil ponsel milik Angel. Lalu, aku berjalan ke arah gerai depan sambil mengelap-elap layar ponsel menggunakan kain halus yang kucomot sambil berjalan tadi.          &nb
Baca selengkapnya

Bab 174: Bidadari di Kereta Kencana

Bab 174: Bidadari di Kereta Kencana  “Bu Joyce!”“Bu Joyce!”Kenapa Ibu Joyce tidak mendengarku? Tidak mungkin, tidak mungkin dia tidak mendengar suara panggilanku. Aku menggegas langkah menuju mobilnya yang mulai berjalan perlahan meninggalkan pelataran ruko.“Bu Joyce!” panggilku lagi dengan suara yang makin keras. Dan, mobil wanita yang mengaku bernama Angel itu terus saja berjalan hingga sedikit lagi hampir saja mencapai jalan aspal. Aku sampai berlari untuk mengejarnya, lalu menghadang.Aku sengaja memosisikan diriku persis di depan mobil supaya ia berhenti. Setelah mobil Angel berhenti aku segera menyisir ke arah samping pada sisi pengemudi. Aku membungkukkan tubuhku sedikit dan mengetuk pelan kaca jendela. Entah mengapa aku takut, cemas, tapi anehnya aku juga merasa senang dan bahagia. Apalagi ketika kemudian Angel berkenan memberi kesempatan dengan menu
Baca selengkapnya

Bab 175: Duda Butuh Curhat

Bab 175: Duda Butuh Curhat  Sumpah mati aku jadi penasaran. Mengapa Ibu Joyce tidak mau mengakui jatidirinya di depanku? Mengapa ia tampak begitu takut dan malu? Apakah ini berkaitan dengan masa lalu kami berdua yang.., ah, aku jadi tidak berselera untuk melakukan apa-apa.           Sudah pukul sepuluh malam. Deden dan Pepen sudah menutup pintu toko. Sekarang mereka berdua sudah masuk ke kamar untuk beristirahat. Aku masih duduk di meja kerjaku, membiarkan tayangan video tentang pertandingan voli luar negeri berputar sendiri tanpa sedikit pun kuambil peduli.           Sedikit menunduk, aku terpaku sebentar pada komponen-komponen laptop yang tadi siang telah aku bongkar, lalu menggesernya pada satu pojok di meja kerjaku. Kaca pembesar dan lampu bertangkai juga aku geser ke tepi. Supaya aku bisa maju l
Baca selengkapnya

Bab 176: Tentara Gadungan

Bab 176: Tentara Gadungan   “Mas Joko, kamu tahu? Aku duduk di perempatan lampu merah ini seperti orang linglung. Aku memandangi mobil-mobil dan semua kendaraan yang lalu-lalang di depanku dengan pandangan yang kosong. Aku melamun, terus melamun.”           “Rasanya, aku ingin cepat pulang kampung ke Selat Panjang sana, meninggalkan saja kuliahku yang semakin terbengkalai, dan mengubur angan-anganku untuk menjadi seorang bidan. Aku ingin pulang ke rumah nenekku, orang yang dulu merawatku ketika masih kecil. Aku ingin berjalan-jalan di halaman belakangnya yang penuh dengan tanaman buah. Terus berjalan, jauh, menurun, melintasi hutan kecil hingga sampai di tepi pantai. Di situ, ada pohon ketapang dan cemara angin yang tumbuh berdekatan. Aku ingin memasang ayunan hammock di antara dua pohon itu, dan berbaring di atasnya untuk menikmati embusa
Baca selengkapnya

Bab 177: Gara-gara Bebek

Bab 177: Gara-gara Bebek  Akhirnya, Alex yang aku tunggu-tunggu datang juga. Ia sampai di rukoku pukul sebelas malam. Segera saja aku membuka pintu geser dan menyuruh dia untuk memasukkan motornya ke dalam. Deden dan Pepen sedang menonton tayangan televisi di laptop menggunakan TV tuner. Aku melihat sekilas lewat pintu kamar mereka yang terbuka. Aku tidak ingin mengganggu mereka dengan menyuruh membuatkan kopi. Biarlah mereka istirahat, pikirku.           Aku lalu mengajak Alex untuk naik ke lantai atas di mana kamarku berada. Di atas sini, selain kamar tidur masih ada lagi satu kamar mandi dan sebuah ruangan serbaguna yang cukup luas.           “Lumayan lama juga kamu tidak ke sini ya, Lex?” Tanyaku.           “Baru seb
Baca selengkapnya

Bab 178: Perempuan di Lampu Merah

Bab 178: Perempuan di Lampu Merah  “Memangnya, siapa perempuan yang kamu lihat itu?”“Ningsih.”“Ning.., sih..??”           Tiba-tiba aku terdiam. Perlahan kugerakkan kepalaku untuk menoleh pada Alex, lalu mencermati sosok sahabatku ini beserta segala mimik yang tertera di wajahnya. Temaram lampu di balkon ini masih cukup terang untuk menampakkan wajah Alex.           Sebuah nama, Ningsih, yang seketika saja membuat hatiku berdebar. Lalu, secara sekilas dan secepat kelebatan cahaya dari lampu mobil yang melintas di jalan raya, aku pun terbawa ke masa lalu yang betapa pun ingin aku lupakan tetapi ianya sangat membekas di dalam ingatanku.       “Ningsih?” Ulangku bertanya.     &n
Baca selengkapnya

Bab 179: Penantian Yang Mendebarkan

Bab 179: Penantian Yang Mendebarkan “Menemui dia? Heh, untuk apa?” “Untuk.., “Aku terdiam. Benar juga, pikirku, untuk alasan apa aku menemui Ibu Joyce? Perasaan macam apa ini yang membuatku ingin bertemu lagi dengan mantan atasanku itu? Ganjilnya lagi, mengapa aku ingin mengulangi momen saat-saat aku memandang wajahnya yang ayu nan teduh dalam balutan hijabnya yang menawan? “Hayo? Untuk apa kamu ingin menemui Bu Joyce itu?” “Untuk.., untuk.., untuk menanyakan kepadanya, kenapa dia bersikap seolah-olah mau menghindari aku?” “Apakah itu perlu?” Tanya Alex lagi sambil menyorotku dengan pandangannya yang sedikit tajam. Aku diam sebentar, lalu mengangguk. “Perlu,” jawabku. “Kamu bilang perlu..,” Alex mencondongkan badannya ke arahku. Dua jarinya yang menjepit rokok sedang menyala ia tudingkan ke arah wajahku. Lalu katanya.., “Nah, yang menjawab perlu itu, akal kamu? Atau hati kamu?”
Baca selengkapnya

Bab 180: Kucing Patah Hati

Bab 180: Kucing Patah Hati  “Assalamu’alaikum..,”Terdengar suara salam di depan pintu. Aku pun menoleh untuk melihat sosok yang..,Deg!           Oh, Ya Allah.., copot jantungku! Lolos semua sendi dan tulang-tulangku, nafasku tercekat, aliran darahku terasa berhenti dan tubuhku mematung seakan dipaku ke bumi, saat aku melihat seorang wanita berhijab yang berhenti di depan situ untuk membuka sepatu. Kepalanya dan tubuhnya menunduk. Ujung baju terusan dan ujung hijabnya terjuntai hampir menyentuh lantai.Tiba-tiba aku merasa gugup dan takut. Tapi aneh, aku juga merasakan kegembiraan yang luar biasa dan itu tak terjelaskan dengan kata-kata. Karena dia, dia.., dia adalah Angel! Dia adalah Joyce Angelique yang beberapa hari lalu bertemu denganku di gerai. Maka benar, Angel dan Ibu Joyce adalah orang yang sama!Ibu Joyce
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
24
DMCA.com Protection Status