Home / Fantasi / The Seven Phoenix Shards / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of The Seven Phoenix Shards : Chapter 61 - Chapter 70

100 Chapters

Surat Dari Masa Lalu

Aku gelisah seakan nyawa sudah di ujung tanduk. Mana mungkin aplikasi penerjemah bahasa Darkness, ke bahasa Scramble begitu sangat lambat beroperasi. Aku duduk di lantai sambil terus berharap, agar mereka melakukan itu lebih cepat. Aku sudah menunggu tiga jam lamanya, dan itu sangatlah melelahkan.Waktu seakan berjalan lambat sekali. Calvin dan Zay agaknya masih lama menyelesaikannya. Padahal, mereka hanya kuperintah, untuk mengartikan isi surat; melalui aplikasi Ev. Tanganku rasanya kebas. Pandanganku hampir memudar. Migrainku sepertinya kambuh, karena terlalu lama memikirkan hal, yang seharusnya tidak terlalu kupikirkan.Identitas Ratu Felicia—ibuku, di dalam kertas itu, telah berulang-ulang kubaca. Hatiku resah, tatkala melihat nama tempat pendidikan terakhirnya—Akademi Destroyer. Aku tidak dapat menampung semua rasa penasaran yang timbul. Pikiranku melayang bersama isi surat itu. Baru kali itu, aku menjumpai banyak kiasan yang aneh—bahasa yang tercantum adalah bahasa Darkness, tet
Read more

Plan A

Latihan keras yang kami lakukan, akhirnya membuahkan hasil maksimal. Aku berusaha untuk tidak cepat puas, terhadap pencapaian yang telah didapatkan. Nona Filia bersama dengan Calvin, membentuk sebuah susunan tim yang cukup baik. Sebagai seorang kapten, aku hanya bisa pasrah melihat mereka berjuang mati-matian. Sebelumnya, aku telah melarang mereka, untuk melakukan latihan jangka panjang. Namun, mereka semua keras kepala. Kata Tuan Farren, plan A harus dijalankan, bagaimana pun akhirnya nanti. Dalam rancangan itu tertulis bahwa,"Semua member baik atasan, maupun bawahan harus mencapai level puncak sihir, sebelum terjun ke medan peperangan. Penyerangan berkala akan dilakukan, setiap menjelang akhir pekan. Untuk meminimalisir terjadinya perubahan rencana, plan A digunakan sebagai rujukan awal yang bersifat tetap"."Bagaimana hasil dari penglihatan masa lalumu, Re?" tanyaku pada pria yang berdiri tegap, di depan sana. Beberapa hari belakangan, dia selalu terlihat murung. "Kehidupan Sean
Read more

Benteng Pertahanan Erreala

Pesawat dengan nomor penerbangan yang disamarkan, melintas dengan cepat di cakrawala. Langit biru sedikit mendung kami lewati begitu saja. Jet yang kami tumpangi sengaja dibiarkan asing, agar pemerintah setempat tidak curiga. Lebih tepatnya, mereka mungkin tidak akan bisa mengakses data kami.Aku pergi berdua dengan Zay. Degree bilang, dia membutuhkan istirahat, makanya tidak bisa ikut. Ketika aku ingin mengajak Nona Filia, Axel mengatakan bahwa, bosnya sedang berkencan dengan Calvin. Ah! Mereka ada-ada saja. Atas saran Zay, aku mengurungkan niat untuk mengajak Eunoia, dan Sera. Kami pikir, mereka berdua mungkin sibuk melatih sihir penyerangan, bersama Tuan Farren."Aku akan membawakan penyihir kita beberapa botol madu asli, dari Scramble. Tuan Farren pasti sangat kelelahan, karena kita terus merepotkannya." Aku memasang kacamata scan. Pesawat yang sebelumnya telah kuubah menjadi mode auto pilot, berjalan dengan ketinggian sedang—36.000 kaki dari permukaan bumi."Mungkin, kita sebaikn
Read more

Opsi Akhir

Aku menggunakan magic regenerasi sel terlalu berlebihan. Kekuatan magic-ku hampir habis, karena terlalu sering menggunakannya. Aku gelisah. Perasaanku bercampur aduk seperti es campur. Hatiku bertanya-tanya, kenapa Kaisar Harvey pandai mengalahkanku? Aku bahkan belum sempat untuk mendarat, di benteng pertahanan mereka."Kapten, apa yang telah terjadi? Kenapa wajahmu tampak memerah seperti itu?" Sera meletakkan tangannya di dahiku. Dia menghampiriku lebih dulu, daripada anggota tim yang lainnya.Tubuhku gemetar, dan seketika berkeringat dingin. Bagaimana caranya agar mereka tidak memarahi kecerobohanku? Sial! Aku malah jadi gelagapan. Penguasaan publik speaking seakan tidak berpengaruh pada kegugupanku. "Kamu kenapa, Kapten Ar? Oh iya, di mana Zay?" Ucapan Nona Filia bak busur panah yang melesat tepat, di tengah hati. Tepat sasaran.Aku melihat mereka dengan tatapan nanar. Bahuku berasa nyeri. Punggungku melemas. Rasanya aku ingin jatuh pingsan. Oh tidak, kenapa malah jadi semakin par
Read more

Menaklukkan Tornado Hitam

Jet kami meluncur tidak imbang, dan akhirnya jatuh dengan keras, di depan benteng. Tanah di sekitar sana bergetar hebat bak gempa. Aku memastikan keadaan. Untunglah, mereka semua telah belajar magic regenerasi sel. Meski, hanya sebatas tahap satu—menyembuhkan luka skala kecil hingga sedang.Saat kami membuka pintu pesawat, robot-robot keamanan Scramble memberikan santapan granat. Mereka menyerang, hingga membabi-buta. Tuan Farren dengan santainya mengayunkan tongkat, ke arah mereka. Tidak lama setelahnya, semuanya telah beres oleh tangan pria tua itu.Tank-tank yang terus menembakkan peluru kendali, membuat Sera mengamuk. Gadis itu menghancurkan segalanya dengan mudah. Aku berjalan dengan tenang, karena tidak ada lagi yang perlu kukhawatirkan. Kecuali, orang yang berdiri di depan kehancuran itu.Benteng yang belum diberi nama itu memiliki desain unik. Namun, keindahan saja tidak cukup, untuk melindungi suatu bangunan. Adanya keamanan tingkat tinggi pastinya akan membantu, serta menopa
Read more

Jalan Ke Luar

Bug! Bug! Bug!Mulutku memuntahkan cairan merah kental. Aku memegangi perutku yang terasa semakin sakit. Kakiku tidak bisa berdiri lagi. Aku lemah. Apa yang ia katakan adalah sebuah fakta. Ya, aku adalah seorang pecundang. Sekuat apa pun aku berusaha, ternyata hasilnya sama saja. Kenapa kepercayaan yang besar ditaruh pada pundak rapuhku? Kenapa Dewa Naga tidak memilih orang lain saja?"Dunia ini terlalu serius untuk orang payah sepertimu!" Senyum licik milik Kaisar Harvey melengkapi penderitaanku. Aku menggerutu di dalam hati, "Dih, wajah saja yang tampan, tetapi hatinya busuk!"Sekilas, Kaisar Harvey mirip dengan seseorang, yang pernah kutemui di masa Sean. Namun, aku tidak tahu siapa nama orang itu. Apakah Kaisar Harvey merupakan seorang penyihir hitam? Entahlah.Tangan kekar miliknya mencengkeram erat leherku. Aku kesulitan bernapas. Kenapa dia tak kunjung puas, dengan penyiksaan yang diberikannya? Dasar tidak punya hati nurani! Wajar saja, seluruh kerajaan tempo dulu sangat membe
Read more

Pesta Bom

"Aku mohon, bertahanlah sebentar lagi!" jeritku kencang. Tanganku tak henti-hentinya memukul mesin, yang mempunyai keyboard berwarna-warni itu. Teknologi itu membuatku kesal.Wajah cantik Sera tampak tersiksa, di dalam tabung aneh itu. Cairan mirip air mineral, tetapi lebih memiliki warna kebiruan itu sepertinya berisi sesuatu. Aku belum bisa menyimpulkan, air apa yang para pengkhianat itu taruh di sana? Dua belas rekan—termasuk Bibi Naya dan Tuan Farren, terkurung di setiap tabung. Aku mesti bergegas untuk menghancurkan dinding tebal itu.Aku meracau, "Kapak ... tidak bukan, harusnya senjata yang lain. Bagaimana jika melukai tubuhnya? Bagaimana? Argh!" Kulepas jas hitamku dengan tarikan yang cepat. Aku sudah berjanji untuk tidak kalah. Bagaimana pun, aku harus menepati semuanya.Prang!Tabung setinggi sekitar dua meteran di depanku hancur lebur, tatkala tanganku berhasil menerobos titik lemahnya. Air itu mengering. Sontak aku pun terkejut melihat pemandangan selangka itu. Bagaimana
Read more

Pecahnya Demonstrasi

"Negara Erreala tercinta sedang mengalami krisis keamanan. Para wakil rakyat beserta para menteri akan menjalankan rapat, dalam tiga hari ke depan. Dukungan dari beberapa negara bagian mendapatkan apresiasi, yang cukup tinggi dari Presiden Edward." Reporter TV—seorang wanita berambut hitam pendek, itu tampak memegangi microphone di keramaian."Duta besar Erreala adalah tempat pengambilan gambar yang menarik," ucapku sambil membuka bungkus rokok. Menyaksikan acara berita dari sofa memang surganya dunia. Aku cukup mendambakan sensasi santai, bersama empuknya tempat duduk itu. Misi yang sulit, membuat kepalaku serasa ingin meledak. Gagal lagi. Namun, aku tidak akan menyerah."Sekarang kamu merokok, ya?" Sera datang dengan gaun tidurnya yang indah. Wanita muda itu terlihat sangat cantik, malam itu. Aku sangat menyukai model pakaian, yang dia kenakan.Aku menyanggahnya, "Nggaklah, Ra. Itu tuh Si Darrel yang merokok."Sera memandang seakan ragu dengan pernyataanku. Astaga! Sesulit itukah w
Read more

Keputusan Presiden

Pecahnya dua wilayah menjadikan misi kami bertambah mudah. Penyatuan wilayah yang terdiri atas Kota Riqueza, dan Kota Linear telah menjalin hubungan kerja sama, dengan tim kami. Svnhrds diubah lagi menjadi Treize; sesuai jumlah anggota. Bang Lucas dan Aiko baru pulang dari luar negeri. Mereka berdua membawa kabar baik. "Bagaimana tentang usaha menutup jalur eksternal mereka?" tanyaku sambil menopang dagu. Matahari terbit, cahayanya menembus masuk ke kantorku. Tempat yang baru beberapa hari belakangan dibangun itu, telah menjadi tempat favoritku."Yoi, Kapten Ar. Seperti biasanya, berhasil! Tentu saja, aman juga." Bang Lucas memberikan sebuah flashdisk padaku. Aku mengangguk pelan. "Kerja bagus, Bang. Aku harap, penyerangan menyeluruh besok akan berjalan dengan lancar. Tolong sampaikan dengan anggota yang lainnya!""Baik, Kapten Ar!" timpal Bang Lucas. Hari itu, dia terlihat sangat antusias. Apa ada yang istimewa di Bulan Juli? Entahlah, aku sendiri bukan seorang pembaca pikiran.Pi
Read more

Penyerangan Skala Besar

"Kalian masih bertengkar, ya?" tanyaku pada Degree—pria yang sedang berlatih menembak one shot-one kill, di sampingku."Cuma salah paham doang. Lagian, kok bisa Aiko tiba-tiba terpeleset gitu. Jadinya, kan, kesannya kek aku mau rebut pacar orang," jawab Degree. Mata elangnya itu terlihat fokus ke target."Benarkah?" Aku kurang yakin dengan ucapannya."Tentu saja. Emangnya sejak kapan aku suka bohong? Kalau mau, pake magis penglihatan masa laluku aja, biar nggak dituduh terus sama kamu.""Ya, lupakan saja.""Ada apa, Lio? Kamu kayaknya gelisah terus dari tadi? Kamu kenapa?""Sebenarnya, aku masih ragu dengan tim kita, Re. Rasa ingin tahu itu terus muncul, kala bunga mimpi mulai kembali. Aku lelah, jika terus menampung beban pikiran, yang aku sendiri tidak bisa menjabarkannya."Degree menurunkan senjata miliknya. "Apa yang kamu ragukan dari sebuah kesetiakawanan?""Ya, aku takut dikhianati. Oh iya, kok bisa ya kalian mendukungku?" Aku mengambil pistol, yang tergeletak di atas meja. Kemu
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status