Home / Pernikahan / Kami Bisa Tanpamu Mas / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Kami Bisa Tanpamu Mas: Chapter 1 - Chapter 10

106 Chapters

Bab 1 | Ke mana Mas Jazirah

Aku masih merenung, bingung hendak memasak apa hari ini untuk kedua anak-anakku. Dua pekan sudah mas Jazirah tidak pulang ke rumah, tempat kerjanya yang cukup jauh dari kontrakan kami, membuatnya memutuskan untuk pulang setiap satu pekan sekali. Tapi mengapa sudah dua pekan dia tidak juga pulang? Jangankan bahan makanan, bahkan beraspun sudah tidak ada di dalam tempayan.Aku hanya seorang ibu rumah tangga yang sibuk mengurus kedua putraku, si sulung, Langit Biru berusia lima tahun, dan adiknya, Bumi Bhayangkara baru saja menginjak usia tiga tahun sebulan yang lalu. Suamiku, mas Jazirah bekerja sebagai penjaga toko sembako, di pasar induk yang terletak di kota, sedang kami mengontrak rumah petakan di desa.Tidak banyak pendapatan yang mas Jazirah dapatkan dengan bekerja di sana, tapi setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan kami berempat dan untuk membayar kontrakan. Biasanya gaji mas Jazirah akan dibayarkan setiap pekan, jadi mas Jazirah pulang kekontrakan selain untuk melepas rindu
Read more

Bab 2 | Pekerjaan Baru

“Permisi, Bu. Maaf pekerjaan sudah selesai, saya mau pamit sekarang boleh ya, Bu?” tanyaku ketika menemui beliau sedang berada di depan televisi.“Oh iya boleh, Gi. Kamu tunggu dulu sebentar di sini, ya.” Bu Rosmalia beranjak dari duduknya hendak menuju ke arah dapur.Aku menunggu dengan cemas, memikirkan anak-anakku yang pasti sudah sangat kelaparan di rumah. Tidak lama kemudian, Bu Rosmalia datang dengan membawa kantong kresek berwarna putih di tangannya.“Ini, kamu bawa makanan untuk Langit dan Bumi! pasti mereka sudah lapar. Kalau yang ini, upah kamu karena sudah bantu-bantu Ibu hari ini,” kata Bu Rosmalia seraya menyerahkan kantong kresek putih di tangannya dan sebuah amplop kepadaku.“Terima kasih, Bu, karena Ibu sudah berkenan menolong saya dengan memberikan pekerjaan kepada saya, anak-anak saya pasti senang, karena saya membawakan banyak makanan enak untuk mereka di rumah,” sahutku penuh haru. Ah baik sekali orang tua ini.“Sama-sama, Gi. Kamu juga sudah membantu saya hari ini
Read more

Bab 3 | Ada Apa Dengan Langit?

Aku segera menata semua makanan tersebut ke dalam piring dan mangkok plastik yang sudah kuambil. Kemudian membawanya ke ruang depan dan meletakkannya di depan Langit dan Bumi, seperti dugaanku, kedua anakku langsung terperanjat, pandangan mereka membulat melihat banyaknya makanan yang kusajikan.“Ibu, ini makanan buat kita?” tanya Langit dengan pandangan berkaca-kaca.“Benar, sayang. Yuk Langit sama Bumi makan, ya.” Aku menyerahkan masing-masing piring berisi nasi dan potongan ikan kepada mereka.“Asiiikk, Bumi lapel banget, Bu. Tadi Bumi mau makan loti tapi bude Lum malahin kita ya, Kak? Tutur Bumi dengan suara cadelnya, membuat hatiku kembali perih mengingat hal menyakitkan tadi.“Lain kali kalau Ibu suruh Langit sama Bumi di rumah aja kalian harus nurut, ya! Ibu minta maaf tadi perginya kelamaan. Ibu tadi pergi ke desa sebelah untuk kerja, Alhamdulillah ada yang mau pakai jasa Ibu buat beres-beres rumah dan memasak. Nah, makanan ini dikasih sama orang yang memberi Ibu pekerjaan.”“
Read more

Bab 4 | Anak Miskin

Kusiapkan makan malam untuk Bumi dan juga untukku, karena tadi akupun belum sempat makan karena sibuk beres-beres rumah. Bumi makan dengan lahap, walaupun tadi sore sudah makan, tapi pengaruh tidak makan dari pagi sampai siang membuat dia cepat lapar lagi sepertinya. Setelah selesai makan, aku mengajak Bumi untuk sholat isya bersama, kulihat Langit sebentar, hendak mengajaknya sholat bersama juga, tapi sepertinya dia sudah tertidur, kuusap lembut kepala Langit dan membisikan doa agar dia menjadi anak yang sholeh, sabar dan patuh kepada kedua orang tua, kemudian kutiupkan ubun-ubun kepalanya, hal itu rutin kulakukan kepada kedua putraku ketika mereka sedang tertidur.Setelah menunaikan sholat isya bersama Bumi, aku membimbingnya untuk segera naik ke atas kasur yang tanpa dialasi dipan. Kuajak dia berdoa sebelum tidur dan membacakan sedikit dongeng sebagai pengantar tidurnya. Bumi dan Langit sama-sama suka jika aku mendongeng untuk mereka sebelum tidur. Biasanya aku akan menceritakan
Read more

Bab 5 | Cap Keluarga Miskin

Ku peluk erat tubuh sulungku itu, kasian sekali dia, hanya karena keterbasan ekonomi yang kami sandang, membuatnya harus menerima perlakuan buruk dari orang lain. Hati ibu mana yang tidak sakit melihat anaknya disakiti orang lain yang bakan tidak ikut andil dalam memberikan nafkah.“Langit enggak mau lagi mengaji di masjid, Bu. Langit takut diejek teman-teman karena Langit dan Adek Bumi anak miskin. Malu sekali, Bu.” Allah … hancur hati ini mendengarnya, bahaya bullying memang sangat berbahaya, karena korbannya akan merasa sangat tersakiti dan menjadi rendah diri, merasa dikucilkan serta tak memiliki ruang di tempat umum. Perilaku bullying bahkan sudah masuk ke dalam pelanggaran HAM, baik bullying secara verbal maupun non verbal seperti cyber bullying atau penghinaan melalui media sosial.“Langit, dengar ibu ya, Nak! Allah tidak pernah membeda-bedakan hambanya hanya karena dia orang kaya atau orang miskin. Allah hanya melihat hambanya dari keimanan dan ketaqwaannya saja. Walau orang
Read more

Bab 6 | Terkenang Masa Lalu

Aku dan anak-anak segera masuk ke dalam rumah, canggung karena bingung apa yang harus kulakukan, kemana bu Rosmalia pergi? Apa beliau lupa jika menyuruhku untuk datang hari ini. Aku masih berdiri di ruang tamu ketika tidak tau apa yang harus ku lakukan. Hingga akhirnya pria tadi menyadari keberadaanku yang belum beranjak dari posisi dia duduk.“Kamu ngapain berdiri di situ, hah?” tanyanya ketus, membuatku yang tengah kebingungan terlonjak kaget.=====================================================Aku sedang menyapu lantai dapur, ketika bu Rosmalia datang sambil meletakkan kantong plastik merah bawaannya ke atas meja dapur. Wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah mendekati kepala enam itu tersenyum kepadaku.“Maaf ya, Gi, ibu tadi dari warung sebentar. Kamu sudah dari tadi?” tanyanya kepadaku.“Baru saja kok, Bu. Tadi ada sedikit masalah di jalan, jadi agak telat sampai sini. Maaf ya, Bu,” tuturku merasa tidak enak.“Masalah apa, Gi? Anak-anakmu jadi ikut ke sini, kan
Read more

Bab 7 | Awal Mula Mas Berubah

Kami sampai ke rumah dan mas Jazi langsung dipersilahkan masuk untuk menemui bapak mertua, sedangkan aku dan anak-anak? Disuruh masuk pun kami tidak. Aku dan anak-anak memutuskan untuk menunggu mas Jazi di teras rumah.Sungguh perih, setidaknya biarkan anak-anakku masuk. Mereka kepanasan menunggu di teras. Langit mereka minta makan, karena memang tadi kami belum sempat sarapan di rumah, tapi bagaimana mungkin, bahkan pintu rumah pun tertutup rapat. Akhirnya aku mengajak langit dan Bumi pulang dulu ke kontrakan untuk makan.=====================================================Sesampainya di kontrakan aku segera menyiapkan makanan untuk Langit dan Bumi, anak-anak makan dengan lahap sekali, selain kelaparan, mereka juga kehausan, menunggu cukup lama di teras rumah dari pagi hingga siang hari tentu membuat mereka kelelahan. Akhirnya setela selesai makan kedua anakku tertidur, sementara aku membereskan bekas makan mereka.Hari sudah beranjak malam, tapi belum ada tanda-tanda mas Jazi pula
Read more

Bab 8 | Ada Apa Dengan Bu Rosmalia?

Aku menata semua masakan yang telah matang di atas meja makan, tidak lupa aku menata piring dan gelas untuk ku isi air putih juga. Setelah semua sudah siap, aku menghampiri bu Rosmalia untuk memberitahukan jika makanan suda terhidang. Tapi langkahku terhenti ketika tanpa sengaja, telingaku menangkap suara tangisan dari dalam kamar mas Riza. Siapa yang menangis? Apa mas Riza?.=====================================================Aku baru saja akan beranjak dari depan kamar mas Riza ketika tiba-tiba saja pintu kamar tersebut terbuka, menampilkan sosok pria yang tadi pagi terlihat sangat ketus, tapi siang ini terlihat cukup rapuh, ada air mata tersemat di ujung matanya, menandakan suara yang tadi kudengar adalah benar tangisannya.“Ngapaain kamu di depan kamar saya?” tanya mas Riza, ketika tatapan kami bersirobok. Kesan rapuh seketika hilang, berganti wajah ketus di sana.“Hmm anu Mas, ta – tadi saya tidak sengaja sedang lewat depan kamar Mas Riza, terus mendengar suara ta….” Belum sem
Read more

Bab 9 | Kedatangan Mas Jazirah

Mas Riza langsung berlari menuju mobilnya, tidak lama ia kembali dengan kota perkakas, dibukannya kotak itu dan menemukan sebatang palu berukuran besar. Segera saja Mas Riza memukul-mukul engsel dengan palu, berhasil, engselnya rusak, tapi belum terbuka. Kembali Mas Riza mengetukkan palunya, kali ini berhasil, Mas Riza mencopot engselnya dan mencongkel, akhirnya pintu kamar Bu Rosmalia terbuka. Kami segera masuk, alangkah terkejutnya dengan apa yang kami lihat di dalam kamar.=====================================================Kami semua terkejut melihat posisi Bu Rosmalia yang tersungkur tak sadarkan diri di lantai, Mbak Rima teriak histeris, Tiara tidak mau kalah dengan tantenya tersebut, dia menangis sekencang yang dia bisa sambil terus memanggil neneknya. Sementara Mas Riza, dia terlihat sangat shock, sehingga hanya bergeming di posisinya berdiri.Aku yang menyadari jika keadaan Bu Ros tidak baik-baik saja, segera menghampirinya dan membawanya ke pangkuanku. Hal pertama yang aku
Read more

Bab 10 | Foto Siapa Ini?

“Justru itu, aku ke sini mau bilang, jika aku tengah mengurus proses perceraian kita, kamu tunggu saja suratnya datang, tidak perlu datang ke pengadilan!. Anak-anak biar ikut kamu saja, lagi pula keluargaku maupun Jamilah tidak menginginkan mereka. Jadi aku minta sama kamu, sampaikan kepada mereka jika aku bukan bapaknya lagi!” ujaranya lancar.Ingin ku sumpal mulutnya dengan tomat busuk, di mana fikirannya sebagai ayah? Kenapa bisa-bisanya dia memutuskan pertalian darah antara dirinya dengan anak-anak?“Yaudah yuk kita pulang, katanya Mas Jazi mau ngajak aku belanja.” Lagi, wanita tidak tahu malu itu bergelayut manja.“Iya sayang, sebentar.”“Dek, sudah ya, aku pamit, surat cerai akan segera ku kirim. Kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi, ya!” ujarnya seraya melenggang meninggalkanku mematung di depan pintu.=====================================================Aku masih terpaku dengan perasaan yang entah seperti apa harus ku gambarkan, bagaimana bisa seorang ayah memutuskan pe
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status