Home / Lain / Setelah Bapak Tiada / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Setelah Bapak Tiada: Chapter 51 - Chapter 60

100 Chapters

Episode 51

~••°••~"Bapak apa kabar?" Aku bertanya hati-hati sambil mengamati Pak Arzen yang begitu sabar menyuapi istrinya sarapan. Semangkuk bubur putih dengan siraman gula merah cair, berada dalam genggamannya. Ada yang berbeda dengan beliau, terlihat sedikit kurus dibandingkan dahulu."Beginilah, Rindu."Emak meninggalkan kami, beliau dipanggil oleh suster untuk mengurus beberapa administrasi yang tidak masuk dalam cover-an kampus. Beruntunglah kami terdaftar dalam penerima bantuan iuran asuransi kesehatan milik pemerintah. Prosesnya memang sedikit rumit dan ribet, tetapi bagaimana lagi? Namanya butuh."Kamu sendiri kenapa sampai begini?" Pak Arzen balik bertanya."Saya ditabrak orang, Pak. Cidera serius di tulang rusuk. Pindah dari RS M.Djamil ke sini juga belum lama. Pasca-operasi baru ke sini. Alhamdulillah sekarang sudah jauh lebih baik, Pak. Sudah bisa duduk dan tidur sendiri. Ini lagi proses terapi punggung sambil terapi berjalan.""Alhamdulillah. Kuliah bagaimana?" tanya beliau lagi."
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 52

~••°••~Mendekati waktu Dzuhur, terapi berjalan dihentikan. Dari ruangan terapi, dibantu dengan penyangga punggung, perlahan tapi pasti aku nekad berjalan ke kamar. Jaraknya tidak begitu jauh, tapi sukses membuat peluhku bercucuran sebesar biji-biji jagung. Menurutku, sesekali memang harus dipaksakan. Jika didiamkan terus, dimanjakan terus, bisa lama sembuhnya.Emak berkali-kali bertanya dengan mimik wajah cemas. Beliau se-khawatir itu, melihat bajuku yang basah oleh keringat. Meski juga sudah dijawab berulang-ulang, tetap saja tiap beberapa menit sekali emang bertanya lagi. "Kamu beneran nggak kenapa-kenapa, Rin?" atau "Nggak apa-apa kan, Rin ... apa yang sakit, mana yang harus Emak pijat?"Itulah Emak, selalu khawatir untuk keadaan anak-anaknya.Setelah berjuang dengan maksimal, akhirnya bisa juga mencapai ranjang. Dengan sangat hati-hati aku duduk, menjaga agar tidak terjadi gerakan tiba-tiba yang bisa membuat ngilu di rusuk. Sebab, apabila itu terjadi aku bisa meradang kesakitan b
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 53

~••°••~Sore itu menjadi petang yang diselimuti rasa haru dan syukur tak terhingga. Pak Arzen beserta istrinya dipindahkan ke kamar VIP. Akhsan tidak mematok berapa biaya yang harus ia gelontorkan. Katanya, sampai istri Pak Arzen sembuh, ia bersedia saja membayarnya.Pertama, Akhsan memang anak orang kaya. Dia putra semata wayang pemilik perusahaan karpet nomor satu di Kota Padang. Selain itu, ayahnya juga mengelola banyak perumahan subsidi di berbagai tempat. Akhsan bukan orang kaya kaleng-kaleng. Ayah Akhsan asli Arab Saudi yang sudah lama menetap di Padang. Uang sejuta dua juta ibarat recehan baginya.Kendati demikian, Akhsan adalah gambaran sultan low profil. Dia merakyat sekali. Meski diakui sebagai salah satu crazy rich kota Padang, Akhsan tidak pernah segan makan di angkringan. Ngopi di mana saja ia mau. Makan pinggir jalan ia tak menolak. Mirip-mirip gaya Raffi Ahmad menurutku.Melupakan tentang Akhsan dan Pak Arzen, aku beralih pada Kak Rani yang sore itu tiba di Rumah Sakit
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 54

~••°••~Pak Arzen terduduk lemas di sofa setelah melihat bekas lebam-lebam hampir di sekujur tubuh Kak Rani. Emak duduk di tepi ranjang, menahan emosi agar tidak meluap. Megap-megap napas Pak Arzen di sela tangisannya yang tak mereda."Kenapa begini, Rani? Ayah pikir selama ini kamu hidup senang dan tenang di sana. Anak-anakmu ke mana?""Dengan teman-teman Rindu, Pak. Mereka cari makan keluar," sambarku cepat."Cucu-cucu aku disentuhnya juga, Rani? Kalau sampai iya, kupenggal kepala lelaki itu!" Pak Arzen mengepalkan tinjunya yang gemetar."Maafkan Rani, Yah.""Seumur hidupmu, Nak ... jangankan lekat tangan sampai memar-memar seperti ini, menjentikkan jari sedikit saja padamu, Ayah tidak pernah."Mendengar perkataan Pak Arzen membawaku pada situasi bernama de javu. Aku pernah mendengar kalimat itu beberapa tahun silam. Ketika aku ditampar seorang guru di sekolah, sampai meninggalkan jejak memar di sudut bibir. Dengan air mata bercucuran, bapak menemui sang guru. Beliau dengan rendah d
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 55

~••°••~"Gue mau ngomong banget sama kalian, please untuk sekali ini percaya." Raisya meremas jemari sendiri. Di ruangan VIP Mayang Terurai yang sudah kutempati lebih dari seminggu ini hanya ada aku dan empat kawanku.Siang ini mereka akan kembali ke Padang. Sebelum mereka bertolak, Emak izin ke pasar sebentar membeli beberapa printilan. Dengan begitu, kami juga leluasa bicara hal-hal yang sifatnya harus dirahasiakan dari Emak."Apa sih, tegang banget?" celetuk Robby. "Orang tuh bukannya nggak mau percaya sama elu, Cha. Tabiat sendiri yang bikin orang males. Dikit-dikit 'tapi boong', bentar-bentar 'canda' ... ya wajarlah akhirnya orang susah bedain mana yang candaan mana yang seriusan.""Nggak biasanya lo kayak gini, Cha. Tegang dan kaku kayak kanebo kering. Biasanya juga pecicilan nggak jelas." Fuji berkomentar juga."Kalian janji harus percaya sama gue. Ini tuh urgent soalnya, soal Kak Rani."Aku yang tadinya tidak begitu tertarik dengan pembahasan mereka, mengangkat kepala menatap
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 56

~••°••~"Mak?"Emak yang baru datang, menoleh cepat. Beliau sedikit terkejut. Apa suaraku barusan terlalu keras, ya?"Orang tuanya Rosemary katanya besok ke sini, Mak."Beliau tidak mengacuhkan. Malah sibuk melipat kain dan menyusun ke dalam tas besar yang biasa dijadikan tempat kain kotor. Aku tunggu-tunggu jawaban Emak, kok tidak ada. Apa beliau tidak mendengar penuturanku barusan?"Emak kok beres-beres?" Aku agak mendesak."Kain-kain yang jarang terpakai ini, mau Emak titip ke Doni kalau dia mampir nanti. Katanya lembur, ada urusan ke arah Singkarak. Begitu, pas pulang nanti mau singgah dulu sebelum ke rumah." Akhirnya, Emak bersuara juga."Ooh, kok Emak begitu, kayak ada yang aneh deh?""Aneh apa, Rindu?""Dingin gitu sikapnya?" tanyaku mulai mengorek-ngorek sikap Emak.Lagi Emak cuek saja. Malah semakin sibuk mengemas barang-barang yang jarang digunakan. Hampir dua Minggu di sini, seperti pindah rumah. Segala keperluan dan tetek bengeknya diangkut semua. Paling sepele, piring ena
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 57

~••°••~Sambil menunggu Bang Farid mengurus berkas-berkas administrasi, aku dan Emak menemui Pak Arzen ke kamar beliau. Sejak dari semalam, beliau sudah aku beritahu akan pulang hari ini. Senang dan sedih rasanya bercampur menjadi satu."Pak, Rindu pulang dulu." Kusalami Pak Arzen, beralih pada istri beliau yang sudah jauh lebih baik. Kami berpelukan seadanya."Cepat pulih ya, Bu." Aku mencium tangan beliau—istri Pak Arzen."Bapak nggak bisa ngomong apa-apa lagi, Rindu. Setelah semua yang kamu berikan ke Bapak. Insya Allah ada waktunya nanti untuk mampir ke Madila. Minta tolong didoakan semoga ibu juga lekas bisa pulang.""Insya Allah, selalu Rindu do'akan, Pak.""Ini temanmu si Akhsan, masa katanya mau bawa ibu ke Malaysia untuk berobat. Bapak ya kaget, Rin. Tetapi, orang tuanya Akhsan tadi Subuh menelpon Bapak. Katanya sudah dipesan tiket pesawat. Kalau Bapak nggak salah dengar tadi, katanya berangkat dalam minggu ini.""Masya Allah, Alhamdulillah, semoga jadi jalan untuk kesembuhan
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 58

Desember, 2014~••°••~Pak Gunadarma izin untuk duduk di luar, bersama dengan istrinya. Rumah Emak memang rendah atapnya, ketika matahari mulai terik akan terasa panas di sini. Keadaan tersebut diperparah dengan kondisi ventilasi yang tidak bagus.Mereka berdua duduk di kursi rotan tua, di tempat kami dulu biasanya membersihkan bawang. Aku di dalam rumah, hanya berbatas dinding dengan kedua orang tersebut. Mengambil posisi di pojokan, sambil menyalakan laptop dan mencari jaringan internet untuk HP. Posisi kampung Madila di kaki gunung, pohon-pohon rindang masih banyak. Kabarnya, hal tersebut mempengaruhi tangkapan sinyal internet di perangkat yang digunakan.Aku tidak bermaksud menguping pembicaraan orang tua Rosemary, sumpah!"Mami kira dia anak orang kaya, Pi. Minimal kayak anak pegawai gitu. Makanya Mami terprovokasi banget waktu Mary bilang mau direbut posisinya sama dia. Tahu begini, astaga ... berdosa banget kita, Pi. Kita sudah jahat, Tuhan pasti marah sama kita." Itu suara Bu
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 59

~••°••~Hari ke-3, rumah Emak sudah rampung. Ini hampir seperti program bedah rumah yang sering aku tonton di televisi. Perabotan rumah Emak juga diganti dengan yang baru.Bagian luar dicat warna biru telur asin, sesuai permintaan Emak. Bagian dalam warna putih semuanya. Benar-benar cantik rumah beliau. Tak hentinya syukur terucap dari mulut kami."Ya Allah, Emak sampai nggak bisa berkata-kata, Rin. Coba bapakmu masih ada, Nak." Emak mengusap air mata yang tak mau berhenti. Beliau menangis bahagia, terharu dengan semua yang sudah terjadi."Rindu, terima kasih banyak sudah mewujudkan cita-cita Bapak untuk merenovasi rumah kita. Bapakmu pasti tersenyum bahagia sekarang," ulas Emak.Kupeluk Emak, tak ingin rasanya melepaskan. Emak satu-satunya tempat aku bersandar. Dalam hatiku memohon pada Allah agar Emak diberikan kesehatan dan umur panjang. Aku bukan apa-apa jika tidak ada Emak di dunia ini. Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Engkau maha pengabul doa-doa hamba-Mu. Aku sa
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 60

~••°••~Emak sama tercengangnya denganku. Malah berbalik ke dalam memastikan waktu yang ditunjukkan oleh jarum jam. Belum tepat pukul tujuh, orang ini dari mana?"Nak Farid?" sambut Emak, tatkala dia sudah di depan pintu dan langsung mencium punggung tangan beliau."Assalamualaikum," katanya."Walaikumsalam." Aku dan Emak menjawab serentak.Roman air muka Bang Farid menunjukkan sesuatu yang tidak beres. Aku paham sekali mimik wajahnya. Sangat mudah mengenali suasana hati dari gambaran ekspresi yang terpampang."Abang dari mana?" Aku ajak dia duduk di depan rumah, Emak kembali ke dalam mungkin membuat kopi."Habis jemput beras."Mendengar itu aku langsung menoleh ke arah mobil yang dikendarainya tadi. Kosong. Tidak ada karung beras di sana. Benar-benar kosong melompong. Berarti benar, ada sesuatu yang tidak beres. Aku menatap padanya lagi.Emak datang membawa kopi dan sedikit camilan. Menaruhnya di atas meja kecil yang menjadi batas antara aku dan Bang Farid. Kursi plastik dari dalam r
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status