Home / Romansa / Aku Mundur, Mas! / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Aku Mundur, Mas! : Chapter 31 - Chapter 40

84 Chapters

Bab 31

Kubuka mata, kupindai setiap sudut ruangan. Nihil, aku tak tahu ini di mana. Ruangan dengan dominasi warna biru.Teringat dengan Putra, kekasih hati yang tak bisa ku miliki.Dia sangat menyukai warna biru,andai saja dia datang lebih awal untuk melamar ku pasti semua tak akan seperti ini. Sayang garis takdir Tuhan memisahkan kita. Mungkin ini yang namanya mencintai tapi tak dapat memiliki. Benda bulat yang menempel di dinding kamar menunjukkan angka sebelas. Perasaan semakin tak menentu mengingat kejadian terakhir. Aku pingsan di depan ruko yang telah tutup. Dan ketika membuka mata sudah ada di kamar ini. Ya Allah, aku ada di mana? Mencari tas yang tadi kukalungkan di pundak,ingin mengambil ponsel dan menghubungi Mbak Bella. Kucari kanan kiri tapi tak juga ku temukan. "Ah, kenapa aku ganti baju seperti ini?" teriakku memenuhi kamar. Gamis yang ku pakai tadi telah berganti dengan kaos panjang dan celana panjang lelaki. Dan sebuah hijab model ibu-ibu dengan banyak renda menempel di uj
Read more

Bab 32

"Good morning Ais, sini sarapan dulu." ajak Putra saat aku berjalan ke dapur. Semalam aku memang terpaksa menginap di kediaman Putra, karena tak mungkin pulang di tengah malam. Bila orang-orang tahu pasti akan menimbulkan fitnah. Ku jatuhkan bobot di kursi, tepat berhadapan dengan Putra. Bik Tutik sudah menyiapkan semangkuk bubur ayam dan teh hangat di untukku. Ku masukkan setiap sendok bubur hingga tandas tak tersisa. Mungkin ini salah satu nikmat yang Allah berikan padaku. Di saat kebanyakan ibu hamil muntah hingga susah makan. Tapi tidak denganku, muntah dan mual hanya beberapa kali saja. Setelahnya aku hanya mudah merasakan lapar. Mungkin karena aku mengandung dua janin di rahim, hingga membuat nafsu makanku meningkat. "Terima kasih Putra, kalau kamu tidak menyelamatkanku, aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku." Ucapku memulai obrolan setelah keheningan menyelimuti kami. "Sama-sama Ais, wajib hukumnya menolong sesama bukan."Ucapannya membuat aku sadar siapa diriku ini. M
Read more

Pov Adam 1

Sudah berhari-hari Jesica mendiamkanku setelah insiden tertangkap basah oleh Umi. Telepon tak diangkat.Pesan tak pernah di balas, hanya centang biru saja. Andai saja kamu mau berpindah keyakinan, barang tentu aku akan menikahimu dan menolak perjodohan dengan Aisyah. Jurang dalam hubungan kita terlalu dalam. Sadarkah kamu Jes? Haruskah kita selamanya seperti ini? Aku lelah, sangat lelah. [Sayang, aku ingin bertemu. Akan ku jelaskan semuanya]Kukirim pesan kepada Jesica semoga saja dia mau membalas pesanku ini. Hampir satu jam aku menunggu balasannya namun tetap saja tak ada pesan masuk meski pesanku sudah di baca. Kuacak rambut, frustasi. Aku bisa gila kalau sampai kehilangan Jesica. [Beri aku satu kesempatan Jes, aku tunggu di caffe biasa. Jam lima ya sayang.]Lagi-lagi pesan hanya dibaca tanpa di balas. Jesica jangan perlakukan aku seperti ini! Jarum jam sudah menunjukkan angka empat,ku tutup benda persegi berukuran empat belas inci dihadapanku. Aku harus segera sampai di caff
Read more

Pov Adam 2

Sudah satu minggu Jesica mendiamkanku,nomor ponselku pun telah diblokir. Aku seperti kehilangan separuh jiwaku. KriiinggKriiinggSuara ponsel menyadarkanku dari lamunan. Sebuah panggilan dari nomor baru. Aku tak tahu ini nomor siapa? Ah, mungkin saja orang iseng. Kubiarkan saja hingga ponsel diam sendiri. Lagi, ponselku menjerit-jerit. Satu panggilan dari nomor yang sama. Rasa penasaran, akhirnya ku angkat telpon itu. "Assalamu'alaikum...""Waalaikumsalam, Adam?Kamu Adam kan?" tanya seorang lelaki dari seberang sana. Dari suaranya saja aku tak tahu dia siapa? "Iya, saya sendiri, anda siapa ya? Ada perlu apa dengan saya?""Saya papinya Jesica, tolong ke rumah sakit sekarang. Jesica di rawat di sini. Dari kemarin dia selalu menyebut namamu. Om mohon kamu segera ke sini."DEGKamu kenapa Jes, kenapa seperti ini? Pasti semua gara-gara aku. Aku bodoh, membiarkan orang yang aku cintai terluka karena ulahku sendiri. 'Bodoh kamu Dam, bodoh...!'merutuki diri sendiri. "Kamu mendengar uca
Read more

Pov Adam 3

Kutatap wajah cantik Jesica, dia terlelap hingga tak mendengar pertengkaran kami. Mungkin pengaruh obat, hingga dia tidur dengan pulas.Kucium tangannya, air bening mengalir dari sudut netra. Aku tak sanggup kehilangan dia. Ya Allah persatukan kami dalam ikatan suci pernikahan."Cepat pergi dari sini! Saya muak melihat kamu!" bentak papi Jesica."Maafkan aku Jes." kubisikan di telinganya. Semoga saja dia memaafkanku."Adam, kamu tak mendengar perkataan saya!""Ba-baik Om, saya titip Jesica. Kalau ada apa-apa tolong hubungi saya." kuangkat bokong dari kursi. Tak ada alasan lagi aku berada di sini.Melangkah gontai, sesekali kulirik Jesica yang masih terlelap. Andai dapat kuulang waktu. Aku akan memilih menolak perjodohan itu. Aku tak sanggup kehilangan kamu Jes. Ini terlalu sakit.*****Kuparkirkan mobil di carport. Berjalan gontai memasuki rumah."Mas Adam sudah pulang? kok tidak terdengar salam?" Aisyah berjalan mendekat mencium tanganku dengan takzim."Kamu tidak mendengarnya mungki
Read more

Pov Adam 4

Kami terdiam sembari menatap Jesica, ada kebimbangan di sorot matanya. Aku tahu ini pilihan yang berat untuknya. Aku hanya bisa pasrah. Bila Jesica mau berpindah keyakinan aku siap meninggalkan Aisyah. Dan jika kemungkinan terburuk Jesica memilih mundur, aku hanya bisa menjalani biduk rumah tangga dengan Aisyah walau tanpa cinta."Aku siap berpindah keyakinan pi, mi. Maafkan Jesica.""Papi ikhlas walau berat nak, asalkan kamu sembuh dan bahagia." ucap Om Wibowo. Mereka bertiga akhirnya berpelukan.Aku bernafas lega, setelah ini aku dan Jesica akan hidup bahagia. Untuk restu Umi dan Abi biar datang seiring berjalannya waktu.****Satu bulan setelah kepulangan Jesica dari rumah sakit. Dengan mantap Jesica mengucapkan kalimat syahadat di masjid tak jauh dari kediaman Om Wibowo. Lega bercampur haru menyaksikan itu.Tante Ana berkali-kali menyeka air mata yang jatuh membasahi pipi. Om Wibowo sendiri terlihat berlapang dada melepas putri kesayangannya untuk berpindah keyakinan.Sesuai kesep
Read more

Bab 37

Hari demi hari kulalui seorang diri. Tak terasa usia kandunganku memasuki usia empat bulan, dengan perut membukit seperti hamil usia enam bulan. Mungkin karena ada dua calon bayi di dalamnya.Kurebahkan tubuh di kasur depan televisi. Kasur di kamar ayah yang dipindahkan tetangga yang sedang memperbaiki sambungan pipa di wastafel tempo hari. Sengaja memang karena bosan tiduran di kamar. Kunyalakan televisi, tak sengaja melihat acara memasak yang di tayangkan salah satu stasiun televisi swasta. Melihat ayam berpadu dengan tepung dan sambal membuat air liur menetes sendirinya. Jarum jam baru menunjukkan angka sembilan. Kusambar hijab dan dompet, berjalan perlahan menuju warung sayur mayur tak jauh dari rumah. Semoga saja masih ada ayam. Karena ingin sekali menyantap ayam dengan dengan sambal bawang. Sebenarnya ingin membeli yang sudah matang saja, tapi aku harus lebih berhemat untuk biaya kelahiran anakku nantinya. Karena aku tak mau meminta sepeserpun uang dari Mas Adam. Bagiku ayah
Read more

Bab 38

Mbak Bella melangkah mendekatiku, mengelus pundak. Menguatkan diri ini yang sudah rapuh. "Kamu kuat Aisyah,kamu bisa melewati semua ini. Tak usah mendengarkan omongan orang lain. Belum tentu mereka sanggup melewati semua ini jika berada diposisi kamu."Ucapan Mbak Bella mampu memberi semangat dikala diri ini terpuruk. "Terima kasih Mbak sudah mau mendengarkan curhatan saya. Dan saya minta maaf untuk laporannya. Akan segera saya perbaiki.""Jangan mencampur adukan lagi urusan pribadi dan pekerjaan Ais.""Baik Mbak."Mbak Bella melangkah meninggalkan ruanganku. Namun setelah membuka pintu dia berbalik arah menatapku kembali. "Jadwal periksa kandungan,kan? Saya izinkan kamu pulang lebih awal." ucapnya lalu pergi meninggalkanku yang masih kebingungan. Dari mana Mbak Bella tahu kalau ini jadwal periksa kandungan, aku saja hampir lupa. ****TingSatu notifikasi pesan WhatsApp masuk. Kubuka aplikasi yang berwarna hijau itu. [Aku tunggu di depan ya.]Pesan dari Daniel bikin geleng-gelen
Read more

Bab 39

Pov DanielMengantar bumilku memeriksakan kandungan adalah rutinitas yang paling menyenangkan bagiku. Walau sering kali Aisyah melarang, tapi aku tetap setia menemaninya. Momen seperti ini sangat di nantikan bagi sepasang suami istri.Seperti hari ini aku mengantarnya ke rumah sakit. Saat berjalan ke poli kandungan aku melihat sepasang suami istri berjalan bergandengan dan sesekali suami itu mengelus perut istrinya yang telah membukit.Aku membayangkan jika Aisyah adalah istriku. Pasti aku akan melakukan hal yang sama, mengelus dan mencium perutnya yang telah membukit.Tak lupa mengajak berbicara janin yang ada di dalam perutnya. Ah, pasti sangat menyenangkan."Dan," panggil Aisyah."Iya sayang." Kutatap Aisyah. Dia menyatukan kedua alisnya.Apa ada yang salah dengan ucapanku? Kenapa ekspresi Aisyah seperti itu?"Sayang...?" tanya Aisyah memastikan.Astaga, aku kelepasan. Kugaruk kepala yang tak gatal dan pasti mukaku sudah merah menahan malu."Maaf Ais." Aisyah justru tersenyum meliha
Read more

Bab 40

Aisyah mengunci pintu rumah, tak lupa menyimpannya di dalam tas. Duduk termenung sembari menunggu ojek online yang telah di pesannya beberapa menit yang lalu.Sudah hampir lima belas menit dia menunggu, namun posisi ojek masih sama, belum ada pergerakan. Itu tandanya ojek masih setia di tempatnya.KriiiinggKriiiinggPonsel Aisyah menjerit-jerit, tanpa menunggu lama Aisyah menggeser ke atas tombol hijau yang tertera di layar ponsel."Sampai mana Pak?" tanya Aisyah dengan suara sedikit meninggi."Maaf Mbak, dicancel saja ya, ban sepeda motor saya bocor terkena paku. Ini baru mencari bengkel mbak." jawab ojek dengan suara serak, merasa bersalah karena harus mengecewakan pelanggan. Meski ini buka sepenuhnya kesalahannya,semua murni musibah."Aduh, ya sudah kalau begitu." dengan raut kecewa Aisyah mematikan sambungan telepon. Membatalkan pesanan dari aplikasi online.Aisyah kembali mengotak atik benda pipih miliknya. Memesan kembali ojek online. Tapi belum ada juga yang menerima orderann
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status