Share

Bab 38

Penulis: Dyah Ayu Prabandari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mbak Bella melangkah mendekatiku, mengelus pundak. Menguatkan diri ini yang sudah rapuh.

"Kamu kuat Aisyah,kamu bisa melewati semua ini. Tak usah mendengarkan omongan orang lain. Belum tentu mereka sanggup melewati semua ini jika berada diposisi kamu."

Ucapan Mbak Bella mampu memberi semangat dikala diri ini terpuruk.

"Terima kasih Mbak sudah mau mendengarkan curhatan saya. Dan saya minta maaf untuk laporannya. Akan segera saya perbaiki."

"Jangan mencampur adukan lagi urusan pribadi dan pekerjaan Ais."

"Baik Mbak."

Mbak Bella melangkah meninggalkan ruanganku. Namun setelah membuka pintu dia berbalik arah menatapku kembali.

"Jadwal periksa kandungan,kan? Saya izinkan kamu pulang lebih awal." ucapnya lalu pergi meninggalkanku yang masih kebingungan.

Dari mana Mbak Bella tahu kalau ini jadwal periksa kandungan, aku saja hampir lupa.

****

Ting

Satu notifikasi pesan WhatsApp masuk. Kubuka aplikasi yang berwarna hijau itu.

[Aku tunggu di depan ya.]

Pesan dari Daniel bikin geleng-gelen
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 39

    Pov DanielMengantar bumilku memeriksakan kandungan adalah rutinitas yang paling menyenangkan bagiku. Walau sering kali Aisyah melarang, tapi aku tetap setia menemaninya. Momen seperti ini sangat di nantikan bagi sepasang suami istri.Seperti hari ini aku mengantarnya ke rumah sakit. Saat berjalan ke poli kandungan aku melihat sepasang suami istri berjalan bergandengan dan sesekali suami itu mengelus perut istrinya yang telah membukit.Aku membayangkan jika Aisyah adalah istriku. Pasti aku akan melakukan hal yang sama, mengelus dan mencium perutnya yang telah membukit.Tak lupa mengajak berbicara janin yang ada di dalam perutnya. Ah, pasti sangat menyenangkan."Dan," panggil Aisyah."Iya sayang." Kutatap Aisyah. Dia menyatukan kedua alisnya.Apa ada yang salah dengan ucapanku? Kenapa ekspresi Aisyah seperti itu?"Sayang...?" tanya Aisyah memastikan.Astaga, aku kelepasan. Kugaruk kepala yang tak gatal dan pasti mukaku sudah merah menahan malu."Maaf Ais." Aisyah justru tersenyum meliha

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 40

    Aisyah mengunci pintu rumah, tak lupa menyimpannya di dalam tas. Duduk termenung sembari menunggu ojek online yang telah di pesannya beberapa menit yang lalu.Sudah hampir lima belas menit dia menunggu, namun posisi ojek masih sama, belum ada pergerakan. Itu tandanya ojek masih setia di tempatnya.KriiiinggKriiiinggPonsel Aisyah menjerit-jerit, tanpa menunggu lama Aisyah menggeser ke atas tombol hijau yang tertera di layar ponsel."Sampai mana Pak?" tanya Aisyah dengan suara sedikit meninggi."Maaf Mbak, dicancel saja ya, ban sepeda motor saya bocor terkena paku. Ini baru mencari bengkel mbak." jawab ojek dengan suara serak, merasa bersalah karena harus mengecewakan pelanggan. Meski ini buka sepenuhnya kesalahannya,semua murni musibah."Aduh, ya sudah kalau begitu." dengan raut kecewa Aisyah mematikan sambungan telepon. Membatalkan pesanan dari aplikasi online.Aisyah kembali mengotak atik benda pipih miliknya. Memesan kembali ojek online. Tapi belum ada juga yang menerima orderann

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 41

    Bella mulai membicarakan pokok-pokok kerjasama yang akan dilakukan dengan Putra. Dengan seksama Aisyah memperhatikan. Berbeda dengan Putra yang lebih fokus memperhatikan wanita yang ada di hadapannya.Putra terdiam, bukan mendengarkan ucapan Bella tapi justru memikirkan cara meminta maaf dan merebut hati Aisyah kembali. Bagi Putra Aisyah lebih penting dari meeting saat ini."Apakah ada pertanyaan Pak Putra mengenai kerja sama kita yang baru?" tanya Bella.Netra Putra berputar-putar, kebingungan mau menjawab apa? Bagaimana dia bisa menjawab sedang yang dibicarakan saja dia tidak tahu menahu."Tidak Bu Bella, saya sangat setuju dengan apa yang ada ucapkan barusan."ucap Putra lantang.Walau di dalam hatinya ada keraguan, tapi Putra malu memperlihatkannya di hadapan Aisyah."Baiklah kalau begitu, meeting hari ini selesai. Untuk kontrak kerja samanya akan di berikan Aisyah besok Pak." ucap Bella menutup meeting pagi ini."Baik Bu." ucap Putra.Aisyah berjalan perlahan meninggalkan ruang me

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 42

    "Mbak Tiara Aisyah ya?" tanya driver taxi online yang kupesan."Iya Pak," ku buka pintu belakang mobil, perlahan ku jatuhkan bobot di kursi penumpang "sesuai aplikasi ya Pak.""Baik Mbak."Sang driver mulai melajukan mobil, meninggalkan restoran berserta Putra. Tanpa bisa di tahan bulir bening mengalir begitu saja. Dada terasa sesak kalau mengingat tingkah Putra dan Mas Adam.Apakah lelaki sama saja? Hanya memikirkan ego dan keinginannya saja. Tak pernahkan mereka merasakan apa yang kaum hawa rasakan?Samar-samar terdengar suara adzan magrib. Teringat ayah yang selalu mengingatkanku agar shalat tepat waktu. Selalu ingat pada Sang Pencipta."Ayah..." lirihku sambil terisak. Aku merasa tak bisa menjalankan amanat terakhir yang beliau ucapkan padaku."Jadilah istri yang sholehah nak." ucapnya kala itu sebelum ijab qabul dilaksanakan.Maafkan anakmu ini yah.Maafkan Aisyah yang tak bisa menjadi istri sholehah."Sudah sampai Mbak."ucap Pak driver menyadarkanku dari lamunan."Terima kasih P

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 43

    Allahu AkbarAllahu AkbarSamar-samar terdengar adzan subuh berkumandang.Mengerjapkan mata yang masih terasa lengket. Perlahan menggerakkan badan yang kian berat. Sungguh nikmat rasanya mengandung anak kembar.Dengan langkat tertatih menuju kamar mandi untuk berwudhu. Dan segera melaksanakan ibadah wajib dua rakaat.TingSatu pesan masuk di aplikasi berwarna hijau Segera ku baca.[Mau sarapan apa bumilku?]Senyum mengembang saat membaca pesan dari Daniel. Entah mengapa apa yang dia lakukan selalu membuatku bahagia. Karena dia aku bisa sedikit melupakan pahitnya hidupku.[Bubur ayam enak kali Dan]Tak butuh waktu lama pesanku sudah dibaca olehnya.[Asiiiaappp...][Di kirim ke butik aja ya Ais, gak enak sama tetangga julid kamu.]Alhamdulillah, lega rasanya membaca pesan dari Daniel. Untunglah dia mengerti situasiku saat ini."Assalamu'alaikum..."ucapku mendekati Daniel yang sudah menunggu di depan butik."Waalaikumsalam bumilku." jawabannya membuat wajahku bersemu merah."Kenapa tidak

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 44

    Berjalan perlahan, hingga mata ini memanas melihat sepasang suami istri di depannya. Dada kembali sesak saat melihat mereka. Ingin balik badan, tapi mereka sudah terlanjur melihat keberadaanku. Bagaimana ini?"Aisyah..." ucap Jesica sambil meletakkan pakaian bayi berwarna pink di tempatnya.Jesica mulai mendekat, sedang Mas Adam hanya diam mematung sambil terus memindaiku dari atas ke bawah. Apa yang salah dengan penampilanku?"Bagaimana kabarmu Ais?" tanyanya ramah."Baik, seperti yang kamu lihat sekarang."jawabku datar."Alhamdulillah, mau membeli perlengkapan bayi ya?""Iya."Apakah Jesica sudah hamil? tapi perutnya masih terlihat datar. Mungkin usia kehamilannya baru beberapa minggu saja, jadi belum terlihat. Ah, itu bukan urusanku lagi. Tidak penting memikirkan orang yang tidak memperdulikan orang lain."Kamu sendirian Ais? Kasihan ya." ucap Mas Adam mengejek.Astagfirullah...Aku beristighfar dalam hati. Ya Allah, kenapa ada lelaki seperti itu? Sudah tak mau mengakui buah hatiny

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 45

    Tok ... Tok ... Tok....Segera ku sambar hijab dan memakainya. Berjalan perlahan untuk membuka pintu. Perut yang semakin membesar membuat langkahku seperti siput.Senyum mengembang Daniel saat pintu telah ku buka. Tanpa dikomando Daniel duduk di kursi yang ada di teras. Ya, memang disinilah kursi kebesaran Daniel saat bertamu ke rumahku. Akan menimbulkan fitnah jika Daniel masuk ke dalam rumah."Kamu duduk, akan aku ambilkan piring beserta sendok dan gelasnya." ucap Daniel ketika aku putar badan."Tapi Dan,""Gak usah protes, bumilku gak boleh capek bukan?" Daniel melangkah menuju dapur yang letaknya di belakang.Duduk berjejer dengan sekat meja kecil diantara kursi. Dengan cepat Daniel membuka bungkus sate dan meletakkannya di piring. Jeruk hangat juga sudah berpindah tempat. Selalu Daniel melakukan itu, membuatku merasakan kenyamanan saat bersamanya."Di makan sayang, jangan cuman dilihatin." lagi pipi memerah karena ucapannya.Ku alihkan pandangan ke lontong dan sate, Pura-pura mul

  • Aku Mundur, Mas!    Hadiah Terindah

    Aisyah berjalan tertatih masuk ke dalam masjid. Sesekali tangannya mengelus perut yang terasa mulas.Dia merasakan mulas seperti ingin buang air besar, padahal sudah tadi pagi dia mengeluarkan isi perutnya."Kamu kenapa Ais?" tanya Bella sedikit khawatir melihat wajah calon adik iparnya yang sedikit pucat."Gak apa-apa mbak, sedikit mulas karena tadi pagi terlalu banyak makan sambal." terang Aisyah sedikit menghilangkan khawatir Bella."Apa mungkin sudah waktunya melahirkan?" gumam Bella dalam hati."Kalau mulasnya terasa lebih sering bilang mbak ya Ais, jangan di tahan." nasihat Bella."Iya mbak. Makasih sudah perduli dengan keadaanku." tanpa terasa bulir bening mengalir dari sudut netranya. Aisyah merasa terharu melihat kebaikan dan ketulusan yang diberikan Bella kepadanya. Dia merasa memiliki seorang kakak yang sangat memperdulikannya."Sudah jangan menangis, Daniel sudah menunggu di dalam." dengan lembut Bella menghapus air mata Aisyah. Bella tak ingin melihat Aisyah menangis di ha

Bab terbaru

  • Aku Mundur, Mas!    Akhir Sebuah Cerita

    Tok ... Tok ... Tok.... Kuketuk pintu rumah Jesica dengan hati berdebar tak menentu. Semoga saja niat baikku disambut baik oleh Jesica dan keluarganya."Assalamu'alaikum...." ucapku."Waalaikumsalam" jawaban dari dalam rumah. Suara yang dulu sangat kurindu. Dialah wanita yang mati-matian ku perjuangkan meski akhirnya kulukai hatinya perlahan.Pintu di buka dari dalam, Jesica terlihat terkejut saat melihat diriku berdiri tepat di depan pintu. Menatapnya dengan rasa rindu.Rindu ingin memeluknya, meski kutahu dia tak akan mau ku sentuh. Mungkin dia jijik dengan diriku. Lelaki yang tega melukai hatinya. Menggoreskan luka di sanubarinya.Dengan penuh amarah dia berusaha menutup pintu. Namun terganjal kakiku. Sakit saat kaki beradu dengan pintu. Tapi akhirnya tahu tak sesakit hati Jesica."Jesica, tolong buka pintunya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan dan meminta maaf padamu." ucapku mengiba."Untuk apa kamu kemari?" tanyanya ketus sambil perlahan membuka pintu.Alhamdulillah, akhirn

  • Aku Mundur, Mas!    Sadar

    Pov AdamTiga puluh menit menatap gedung yang penuh kenangan. Perusahaan yang susah payah ku bangun kini hilang begitu saja. Kenapa hidupku menderita seperti ini?Mengambil ponsel dari saku celana. Memesan taxi dari aplikasi online. Tujuanku saat ini adalah rumah masa kecilku dulu. Semoga Abi mengizinkanku tinggal di sana. Bukankah aku anak kandungnya, pasti beliau akan menerimaku meski aku telah mengecewakannya.Sebuah mobil berhenti tepat di hadapanku.Mobil dengan warna putih dan plat yang sama seperti di aplikasi."Dengan Pak Adam?" tanya driver itu."Iya Pak, sesuai aplikasi ya!" ku masukkan koper ke dalam mobil dan menjatuhkan bobot di atas kursi belakang kemudi."Baik Pak."Kendaraan roda empat yang ku tumpangi melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya kemacetan ibu kota. Mobil berwarna putih ini berhenti saat lampu merah menyala. Pandanganku tertuju pada segerombolan pengamen dan pengemis di trotoar jalan.Ya Allah, apa nasibku akan sama seperti mereka?Tak punya tempat t

  • Aku Mundur, Mas!    Kehancuran

    Pov Adam"Maaf Dam, Abi sudah tak memiliki apapun. Semua harta benda bukan lagi milik Abi."Ucapan Abi bagai halilintar di siang bolong. Bagaimana mungkin harta benda Abi hilang begitu saja? Atau ini hanya akal-akalan Abi saja?Astaga, aku harus bagaimana?Kupijit pelipis yang terasa berdenyut.Menyambar kunci mobil di atas meja. Berjalan sedikit berlari menuju mobil yang terparkir. Aku harus ke rumah Abi, memastikan apa yang barusan kudengar hanya omong kosong belaka. Abi pasti hanya bercanda padaku.Melajukan kendaraan roda empatku dengan kecepatan tinggi. Kuterjang semua yang ada di hadapanku.Tak perduli klakson kendaraan lain berbunyi seperti tengah memprotesku.Yang aku ingin segera sampai di rumah Abi.Keluar dari mobil disambut terik mentari yang menusuk kulit. Melangkahkan kaki masuk kedalam rumah yang tak dikunci. Sepi, sunyi tak ada lagi kehangatan yang selalu kurasakan saat berada di rumahku. Yang terasa hanya kenangan pahit saat kehilangan wanita yang sangat ku cintai, Umi.

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam

    Aku duduk di teras rumah seorang diri, tak ada lagi istri apalagi anak. Hidupku kini terasa begitu sunyi.Kemana hilangnya kebahagiaan yang dulu kurasakan?Baru kemarin kurasakan hidupku begitu sempurna. Dan kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kesepian dan sengsara.Apa ini benar sebuah karma? atau hanya cobaan dari Sang Pencipta.Ku pijat pelipis yang terasa berdenyut. Memikirkan nasib perusahaan dan pernikahan yang sedang diujung tanduk.Para investor mulai mencabut kucuran dananya hanya karena sebuah video. Padahal sudah pernah ku jelaskan. Namun nyatanya semua sia-sia belaka.Mereka pikir aku adalah lelaki yang tak bertanggung jawab karena menelantarkan anak dan istri. Bahkan tega meninggalkan Jesica yang tengah sakit. Mereka tak pernah melihat dari sudut pandang ku. Andai mereka jadi sepertiku, mungkin akan bertindak sama seperti yang kulakukan."Ini tehnya Pak." Bibi meletakkan secangkir teh di atas meja."Terima kasih,Bi," Kuseruput teh hangat. Sedikit memberi ketenanga

  • Aku Mundur, Mas!    Maaf

    Aku duduk di ruang tunggu bersama Daniel. Menunggu seorang suster memanggil namaku. Sudah dua puluh menit kami menunggu. Hingga membuatku merasa bosan. "Nyonya Tiara Aisyah Kurniawan." panggil seorang suster. Berjalan memasuki ruang periksa dokter dengan tangan digandeng Daniel. "Selamat siang Dok...." sapaku kepada dokter Asih, dokter yang menangani ku saat hamil si kembar dulu. "Selamat siang, Bu Aisyah apa kabar?Bagaimana keadaan si kembar?" tanyanya basa-basi. Mungkin dia masih ingat kalau aku pasiennya dulu. "Alhamdulillah sehat dok.""Nah, gitu dong Pak. Kalau istrinya periksa kandungan di temani. Jangan seperti dulu. Kasihan istrinya." ucap dokter Asih membuatku dan Daniel saling pandang. Mungkin wanita di hadapanku ini mengira jika dulu ayah si kembar adalah Daniel. Daniel hanya mengangguk. Menjelaskan secara rinci juga tak mungkin. "Saya belum tahu istri saya hamil atau tidak dok. Tapi sudah telat satu minggu." ucap Daniel. "Baik Pak, biar saya periksa terlebih dahul

  • Aku Mundur, Mas!    Hamil?

    Aku duduk di teras sambil menyuapi Mukhlas dan Mukhlis. Ya, sekarang mereka sudah bisa makan bubur saring karena usia mereka sudah delapan bulan. Kedua buah hatiku dengan lahap memakan bubur saring dengan hati ayam dan brokoli. Mereka menyukai bubur buatan sendiri dibandingkan bubur kemasan. Ini membuat PR untukku agar lebih kreatif dalam membuat makanan agar mereka tak bosan. "Suapan terakhir sayang," ucapku pada Mukhlas.Mukhlas menutup mulut rapat-rapat sama seperti Mukhlis. Mungkin keduanya sudah kenyang. Karena hanya satu sendok yang tersisa. Suara mobil berhenti di depan rumah. Lelaki yang kini menemani hari-hariku keluar dari mobil dengan wajah sumringah. "Mbak Sari, tolong bersihkan bekas makan yang menempel di pipi ya." Mbak Sari mengangguk lalu mendorong stroller masuk ke dalam rumah. Meninggalkan diriku di teras rumah. "Assalamu'alaikum,Sayang." Daniel mendekat. Bau terasi terdeteksi oleh indera penciuman. Semakin lama semakin mendekat. Kenapa Daniel baunya seperti ini

  • Aku Mundur, Mas!    Kebahagiaan Aisyah

    Aku menata pakaian ke dalam koper. Tak terasa sudah tiga hari kami menghabiskan waktu untuk berbulan madu. Rasa rindu pada si kembar kian menggebu. Meski setiap hari melakukan videocall namun rinduku masih belum terobati kalau belum bertemu."Sudah selesai sayang?" tanya Daniel yang baru keluar dari kamar mandi. Handuk hanya melilit bagian pinggangnya.Ku tatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ada debaran tak menentu saat melihat Daniel seperti itu.Lelaki yang sudah sah menjadi imamku berjalan mendekat. Dan lagi desiran hangat memenuhi sekujur tubuh. Degup jantung kian berdetak kencang."Kenapa lihatin seperti itu?Mau?" wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti dari wajahku.CUPSatu kecupan mendarat di bibir. Ah, Daniel selalu seperti itu.Membuatku melayang ke angkasa."Aku baru selesai mandi lho,Yang, rambut juga masih basah," ucapku manja."Ih, kamu pikiranya ke situ terus. Mau lagi ya?" mengerlingkan mata, menggoda."Apaan sih?" Kututup wajah ini yang mulai bersemu merah.D

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya 2

    Jarum jam sudah menunjukkan angka empat. Ku matikan laptop dan segera berjalan menuju pintu."Pak." panggilan Luna menghentikan langkahku."Ada apa?""Kita ada meeting sebentar lagi."Ya Allah, aku sampai lupa kalau akan meeting. Bagaimana ini? Kalau aku tak datang Papi akan marah besar."Tolong atur jadwal lagi, saya ada keperluan mendesak." ucapku lalu meninggalkannya begitu saja.Aku berjalan menuju lift,netra melihat setiap sudut kantor.Karyawan masih banyak yang berlalu lalang. Dan tersenyum saat aku melewatinya.Bagaimana jika perusahaan ini bangkrut? Mereka akan kerja dimana untuk menghidupi keluarganya? Ya Allah, isi semua karena aku tak fokus hingga investor terbesar membatalkan kerjasamanya.Ya Allah, kenapa ujian bertubi-tubi menimpaku?Apa karena aku kurang bersedekah?Atau karena aku tega menyakiti hati Aisyah?"Pak..." panggilan seseorang menyentakku dari lamunan."I-iya." ucapku terbata."Maaf Pak, apakah ada yang bisa saya bantu? Saya lihat dari tadi Bapak berdiri di

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya

    Pov AdamAda nyeri di sanubari saat melihat Aisyah duduk di pelaminan bersanding dengan Daniel. Sesak dada untuk bernafas pun rasanya susah. Harusnya aku yang ada di sana bukan Daniel. Persis lagu yang barusan aku nyanyikan.Berjalan mendekat, bukan untuk memberi selamat tapi untuk melihat Aisyah lebih dekat. Pandangan tak suka nampak jelas terlihat di wajah Om Bram, ayah sahabatku."Santai saja Om, aku hanya ingin melihat ibu dari anak-anakku lebih dekat," batinku.Semakin dekat dengan Aisyah,entah kenapa jantung kian berdetak kencang. Dengan perasaan yang sulit ku artikan.Kenapa aku justru merasakan benih cinta mulai mekar saat bunga itu telah tumbuh subuh di halaman rumah orang lain?Kenapa cinta ini terlambat? Saat dia telah pergi aku baru menyadari dia begitu berarti.Kutatap wajah ibu dari kedua anakku. Dia sungguh cantik mempesona. Dan kenapa aku baru menyadarinya? Kemana saja diriku selama ini?"Selamat ya, jaga Aisyah baik-baik. Sebelum aku mengambilnya kembali," ucapku pela

DMCA.com Protection Status