Tok ... Tok ... Tok....Segera ku sambar hijab dan memakainya. Berjalan perlahan untuk membuka pintu. Perut yang semakin membesar membuat langkahku seperti siput.Senyum mengembang Daniel saat pintu telah ku buka. Tanpa dikomando Daniel duduk di kursi yang ada di teras. Ya, memang disinilah kursi kebesaran Daniel saat bertamu ke rumahku. Akan menimbulkan fitnah jika Daniel masuk ke dalam rumah."Kamu duduk, akan aku ambilkan piring beserta sendok dan gelasnya." ucap Daniel ketika aku putar badan."Tapi Dan,""Gak usah protes, bumilku gak boleh capek bukan?" Daniel melangkah menuju dapur yang letaknya di belakang.Duduk berjejer dengan sekat meja kecil diantara kursi. Dengan cepat Daniel membuka bungkus sate dan meletakkannya di piring. Jeruk hangat juga sudah berpindah tempat. Selalu Daniel melakukan itu, membuatku merasakan kenyamanan saat bersamanya."Di makan sayang, jangan cuman dilihatin." lagi pipi memerah karena ucapannya.Ku alihkan pandangan ke lontong dan sate, Pura-pura mul
Aisyah berjalan tertatih masuk ke dalam masjid. Sesekali tangannya mengelus perut yang terasa mulas.Dia merasakan mulas seperti ingin buang air besar, padahal sudah tadi pagi dia mengeluarkan isi perutnya."Kamu kenapa Ais?" tanya Bella sedikit khawatir melihat wajah calon adik iparnya yang sedikit pucat."Gak apa-apa mbak, sedikit mulas karena tadi pagi terlalu banyak makan sambal." terang Aisyah sedikit menghilangkan khawatir Bella."Apa mungkin sudah waktunya melahirkan?" gumam Bella dalam hati."Kalau mulasnya terasa lebih sering bilang mbak ya Ais, jangan di tahan." nasihat Bella."Iya mbak. Makasih sudah perduli dengan keadaanku." tanpa terasa bulir bening mengalir dari sudut netranya. Aisyah merasa terharu melihat kebaikan dan ketulusan yang diberikan Bella kepadanya. Dia merasa memiliki seorang kakak yang sangat memperdulikannya."Sudah jangan menangis, Daniel sudah menunggu di dalam." dengan lembut Bella menghapus air mata Aisyah. Bella tak ingin melihat Aisyah menangis di ha
Aisyah duduk di kursi belakang menutup mata karena menahan sakit, tangannya tak henti mengelus perut yang membukit."Sabar sayang, kita akan berjuang bersama, kalian pasti kuat." gumamnya sambil mengelus-elus perut.Berkali-kali Daniel melirik cintanya dari balik kaca spion. Melihat Aisyah memejamkan mata menahan rasa sakit membuat hatinya takut tak menentu."Ya Allah beri kemudahan Aisyah saat melahirkan buah hati kami." doanya dalam hati.Dengan kecepatan sedang Daniel melajukan mobil. Beberapa kali bunyi klakson keluar dari kendaraan roda empatnya.Membuat pendengaran lain menggerutu kesal. Tapi Daniel tak memperdulikannya, yang dia tahu Aisyah harus segera tiba di rumah sakit.Mobil sport berwarna merah berhenti sembarangan di halaman rumah sakit. Tertatih Daniel membopong tubuh Aisyah masuk ke ruang IGD. Menidurkannya perlahan di atas brankar."Istri saya mau melahirkan Sus."teriak Daniel. Bahkan lelaki berkulit putih itu tak menyadari jika dia salah menyebut Aisyah dengan sebutan
Pov DanielAku duduk di depan ruang rawat inap Aisyah. Kupijat-pijat pelipis yang terasa berdenyut. Ucapan Mbak Bella kembali terngiang-ngiang di telinga.Adam memang ayah kandung duo jagoan Aisyah, tapi dengan tindakannya yang tak mengakui anak-anaknya membuatnya tak berhak menyandang status ayah bahkan untuk mengazani pun dia tak layak."Sudah cari mangsa baru kamu Ais? Dulu aku, sekarang Daniel?"Hinaan Adam kembali terngiang di telingaku. Apa sebenarnya salah Aisyah pada Adam,hingga dia begitu membenci Aisyah."Dan...," panggilan Mas Sofiyan menyentakku dari lamunan."Kamu kenapa?" tanyanya lagi."Tolong adzani kedua putra Aisyah Mas,"ucapku penuh harap."Apa Adam...?" Mas Sofiyan memotong ucapannya. Tanpa bertanya lagi Mas Sofiyan menganggukkan kepala."Andai aku sudah hafal adzan, pasti aku yang akan mengazaninya," terangku.Mas Sofiyan tersenyum, membuat diriku tersipu malu. Cinta memang kadang sedikit gila, seperti halnya diriku saat ini. Hanya Aisyah yang selalu ada dipikiran
Pov AdamEntah kenapa perasaanku sedari tadi tak tenang. Seperti akan terjadi sesuatu, padahal Umi, abi dan Jesica dalam keadaan baik-baik saja. Tapi tetap saja perasaanku tak enak.TingDua pesan masuk, ku buka aplikasi berwarna hijau ini. Mbak Bella? aku tak salah baca kan? Ada angin apa hingga membuat kakak mantan sahabatku itu menghubungiku.[Adam, Aisyah telah melahirkan dua putra kalian.][Apa kamu tak ingin melihat kedua putramu Dam?]Aisyah sudah melahirkan bayi kembar, aku saja baru tahu kalau dia hamil anak kembar. Pantas saja perutnya lebih besar dari yang lain. Apa mungkin ini penyebab perasaanku tak enak sedari tadi? Ah, tidak, tidak, ini tidak mungkin. Aku tak mencintai Aisyah, mana mungkin ada ikatan batin antara kami.Pesan Mbak Bella masih kubiarkan begitu saja. Aku bingung mau membalas apa karena sejujurnya aku tak tahu harus bahagia atau biasa saja.Aku memang menginginkan hadirnya seorang bayi, tapi itu dari rahim Jesica bukan dari Aisyah."Sayang..." panggilan Jes
Dua malam setelah mendengar kabar Aisyah melahirkan aku justru tak bisa tidur. Pikiran selalu bergerilya entah kemana.Jarum jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. Dan lagi mata ini terasa susah untuk terlelap. Aku tak tahu kenapa aku seperti ini. Ingin membangunkan Jesica untuk menemaniku tapi dia sudah terlelap. Tak tega jika harus menganggu tidur indahnya.Iseng ku ambil ponsel, ku lihat status di aplikasi berwarna hijau ini. Banyak status teman dan rekan kerja bermunculan. Hingga mata ini memanas saat melihat status dari Daniel. Sebuah foto bersama Aisyah dan kedua putraku dengan caption Terimakasih Cinta.Apa maksud status Daniel ini?Kenapa aku tak suka?Sama-sama terdengar muadzin mengumandangkan adzan subuh, rasanya baru sebentar aku terlelap. Tapi sudah adzan subuh saja.Status Daniel semalam kembali terbayang dalam ingatanku. Foto bayi mungil dengan wajah masih merah seperti tersenyum padaku. Melambai-lambai padaku.Astaga, perasaan apa ini? Kenapa bayang wajah si kembar
Hari adalah hari ulang tahun pernikahanku dan Jesica, namun sampai detik ini belum ada tanda-tanda Jesica berbadan dua. Sepertinya aku harus segera ikut program hamil. Bagaimanapun caranya Jesica harus mau ikut promil, toh dulu dia berjanji akan program hamil setelah anniversary pernikahan kami."Sudah bangun sayang? Selamat hati ulang tahun pernikahan kita yang pertama sayang, semoga kita selalu bersama sampai maut memisahkan." ucapnya kemudian menciumku."Aamiin semoga kita selalu bahagia, dan segera mendapatkan momongan." ucapku penuh harap.Tanpa ku sadari, air bening telah membasahi pipi belahan jiwaku. Apa aku salah bicara? Kenapa lagi-lagi aku membuat Jesica menangis."Kamu kenapa sayang?"Jesica masih membisu, bahkan menoleh padaku pun tak mau. Dia masih tenggelam bersama tangisannya."Maafkan aku, belum bisa memberikan keturunan untukmu Dam." lirih dia berucap."Anak itu anugerah dari Allah, kita tak bisa memaksa Allah untuk segera memberikan kita seorang anak. Yang perlu kit
"Aisyah..." Aku terkejut saat suara seorang wanita yang sangat aku hafal memanggilku. Sontak aku dan Daniel menoleh ke samping. Hingga tak sengaja netraku bertemu dengan netra Mas Adam. Segera aku alihkan pandangan.Jujur, setiap kali melihat wajah ayah kandung Mukhlas dan Mukhlis membuat sesak di dalam dada. Teringat kembali saat dengan jumawa dia mengusir dan tidak mengakui buah hatinya. Sakit, benci, marah dan itulah rasa yang masih jelas tersimpan untuknya.Aku tahu tak baik menyimpan dendam di dalam hati. Tapi untuk memaafkan dan berdamai dengan keadaan, aku belum sanggup."Dan, kita langsung ke apotik saja yuk," ajakku pada Daniel. Lebih baik pergi dari pada harus meladeni Mas Adam yang akhirnya akan membuat sakit hati."Anak kamu kenapa Ais?"tanya Jesica yang mulai berjalan mendekat ke arah kami."Semalam Mukhlas demam tapi sebelum subuh Mukhlis ikut demam," ucapku datar."Cepat sembuh ya sayang, kasihan bunda kalau kalian sakit." Jesica memegang mukhlas dan mukhlis bergantian.