Home / Romansa / Aku Mundur, Mas! / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Aku Mundur, Mas! : Chapter 51 - Chapter 60

84 Chapters

Pov Adam 2

Hari adalah hari ulang tahun pernikahanku dan Jesica, namun sampai detik ini belum ada tanda-tanda Jesica berbadan dua. Sepertinya aku harus segera ikut program hamil. Bagaimanapun caranya Jesica harus mau ikut promil, toh dulu dia berjanji akan program hamil setelah anniversary pernikahan kami."Sudah bangun sayang? Selamat hati ulang tahun pernikahan kita yang pertama sayang, semoga kita selalu bersama sampai maut memisahkan." ucapnya kemudian menciumku."Aamiin semoga kita selalu bahagia, dan segera mendapatkan momongan." ucapku penuh harap.Tanpa ku sadari, air bening telah membasahi pipi belahan jiwaku. Apa aku salah bicara? Kenapa lagi-lagi aku membuat Jesica menangis."Kamu kenapa sayang?"Jesica masih membisu, bahkan menoleh padaku pun tak mau. Dia masih tenggelam bersama tangisannya."Maafkan aku, belum bisa memberikan keturunan untukmu Dam." lirih dia berucap."Anak itu anugerah dari Allah, kita tak bisa memaksa Allah untuk segera memberikan kita seorang anak. Yang perlu kit
Read more

Kekhawatiran Daniel

"Aisyah..." Aku terkejut saat suara seorang wanita yang sangat aku hafal memanggilku. Sontak aku dan Daniel menoleh ke samping. Hingga tak sengaja netraku bertemu dengan netra Mas Adam. Segera aku alihkan pandangan.Jujur, setiap kali melihat wajah ayah kandung Mukhlas dan Mukhlis membuat sesak di dalam dada. Teringat kembali saat dengan jumawa dia mengusir dan tidak mengakui buah hatinya. Sakit, benci, marah dan itulah rasa yang masih jelas tersimpan untuknya.Aku tahu tak baik menyimpan dendam di dalam hati. Tapi untuk memaafkan dan berdamai dengan keadaan, aku belum sanggup."Dan, kita langsung ke apotik saja yuk," ajakku pada Daniel. Lebih baik pergi dari pada harus meladeni Mas Adam yang akhirnya akan membuat sakit hati."Anak kamu kenapa Ais?"tanya Jesica yang mulai berjalan mendekat ke arah kami."Semalam Mukhlas demam tapi sebelum subuh Mukhlis ikut demam," ucapku datar."Cepat sembuh ya sayang, kasihan bunda kalau kalian sakit." Jesica memegang mukhlas dan mukhlis bergantian.
Read more

Terhalang Restu

Tok... Tok... TokSuara ketukan pintu membangunkanku yang baru sebentar terlelap setelah menidurkan si kembar. Sambil mengucek kedua mata, kulangkahkan kaki menuju pintu depan.Seorang kurir berdiri tegak saat ku buka pintu."Ada paket mbak." dengan senyum ramah dia memberikanku sebuah kotak berwarna maron kepadaku."Paket dari siapa Pak? Perasaan saya tidak membeli barang dari aplikasi online." kubolak balikkan kotak, nihil tak ada nama pengirimnya."Saya kurang tahu mbak, saya hanya mengirimkan paket saja.Tolong di tanda tangani ya mbak."Segera kutanda tangani dan membawa masuk kotak berwarna maron. Rasa penasaran membuatku segera membuka kotak itu.Sebuah gamis dengan warna navy dan dua pakaian untuk si kembar berwarna senada dengan gamisnya. Tak ada kartu ucapan atau alamat pengirim. Dari mana ini?KriiinnggPonsel di kasur menjerit-jerit, segera ku angkat. Takut si kembar terbangun karena mendengar nada dering ponselku."Assalamu'alaikum...""Wa'alaikumsalam sayang.Paketnya suda
Read more

Bab 54

Seminggu sudah aku menghindari Daniel. Apakah aku sakit? Jangan tanya, rasanya sungguh menyiksa. Harus menahan rindu karena semua terhalang restu.Setiap hari lebih dari tiga puluh Panggilan tak terjawab dari Daniel.Ya,karena panggilan teleponnya selalu ku abaikan. Pesan hanya ku baca tanpa pernah ku balas.Apakah aku egois Ya Rabb?Memilih menghindar dari lelaki yang sangat kucinta. Mencoba meyakinkan diri, apakah diriku pantas bersanding dengannya?Apakah upik abu bisa menjadi Cinderella seperti dongeng semasa aku kecil?Teringat kembali perkataan papa Daniel padaku. Menimbulkan sesak di dalam dada. Aku sering mendengar cibiran dan hinaan orang. Tapi rasanya tak sesakit ini.Ah, dunia ini terlalu kejam untukku. Benar perkataan orang bahwa harta dan jabatan akan dinilai pertama kali di mata orang lain. Sebaik apapun orang, tak akan berarti jika tidak memiliki uang. Menyakitkan memang tapi itu lah kenyataan di masyarakat.Samar-samar terdengar adzan isya berkumandang segera kulangkahk
Read more

Kedatangan Om Bram

Tok ... Tok ... Tok. Kembali pintu diketuk, Mas Adam seperti tak mengerti kata-kata yang ku ucapkan. Apa perlu kupanggil tetangga untuk menyeretnya pergi dari sini.Kubiarkan saja, pasti dia akan lelah dan pergi dengan sendirinya. Ternyata dugaanku salah, pintu lagi-lagi di ketuk. Justru suaranya semakin keras. Bisa terbangun anak-anakku jika Mas Adam terus saja mengetuk pintu.Dengan emosi berjalan cepat menuju pintu. Sepertinya Mas Adam harus diberi pelajaran agar dia tahu adab bertamu seperti apa!"Mau kamu ap..." mulut ini diam seketika saat kulihat orang yang berada di hadapanku bukanlah Mas Adam."Silahkan duduk di teras Om, maaf tidak bisa masuk ke dalam karena sudah malam takut menimbulkan fitnah." ucapku tak enak hati.Om Bram duduk di teras, netranya memindai setiap sudut rumah. Aku tahu apa yang ada di pikirannya. Pasti semakin tak setuju putra satu-satunya mencintai wanita seperti diriku ini.Kutinggalkan Om Bram di teras, berjalan masuk ke dalam untuk membuatkan minum. E
Read more

Bab 56

Pov AisyahSuara mobil berhenti di jalan, menyadarkanku dari pikiran yang melayang entah kemana. Seorang lelaki yang baru saja terlintas di pikiranku, kini hadir di hadapanku. Menerbitkan senyuman yang sudah satu minggu ini sangat ku rindukan. Namun ucapan Om Bram kembali terngiang di telinga.Apa yang harus aku lakukan Ya Robb?Apa yang harus ku katakan pada Daniel?Haruskah aku mundur?"Sayang..."panggilnya membuat jantungku kian berdetak. Getaran ini masih sama,justru semakin tak menentu."I-iya Dan." ucapku tergagap. Sejujurnya aku belum siap bertemu dengannya disaat seperti ini. Ingin menghilang detik ini juga, tapi mana bisa.Tanpa di minta Daniel berjalan dan duduk di kursi sebelahku. Kursi ternyamannya dengan meja sebagai pembatas di antara kursi."Anak-anak sudah tidur sayang?"tanyanya lembut.Pertanyakan itu yang selalu ditanyakan tiap kali berada di sini. Bagaimana aku bisa melepaskan lelaki sebaik Daniel. Lelaki yang tak hanya mencintaiku tapi juga mencintai kedua anakku.
Read more

Pov Adam

Pov Adam"Dari mana saja kamu Dam?" tanya Jesika saat aku tiba di rumah.Tak ada senyum merekah, atau sekedar mencium tanganku. Ah, kenapa aku justru rindu saat Aisyah memperlakukan diriku dulu? Apa benar kata orang, baru terasa berharga seseorang itu setelah dia pergi meninggalkan kita? Betapa bodohnya diriku dulu."Suami pulang tidak di siapkan teh atau kopi tapi justru disambut dengan wajah masammu."ku jatuhkan bobot di atas ranjang. memijit pelipis yang terasa pusing."Kamu dari rumah Aisyah kan?" tanya Jesica dengan wajah memerah."Iya aku mau bertemu anak-anak, tapi tak diizinkan oleh Aisyah.""Ya jelas Aisyah tak mengizinkan, kemana saja kamu? Kalau aku jadi Aisyah pasti akan ku lakukan yang sama.""Jesica, tutup mulutmu. Kamu tidak lebih baik dari Aisyah. Harusnya kamu berfikir bagaimana caranya bisa hamil. Bukan hanya menyudutkanku saja!" ucapku geram.Jesica pergi sambil menitihkan air mata. Ya Allah, kenapa semua jadi kacau begini?Mengacak rambut, frustasi.KriiinggKriiin
Read more

Pov Adam 2

Pov Adam"Em...itu bi, Jesica baru di rumah orang tuanya saat abi menelepon. Adam belum sempat memberitahunya."Abi terdiam,membuatku semakin bersalah. Bukankah aku yang harus marah karena mereka memaksaku menikahi anak temannya. Hingga semua berakhir seperti ini. Jadi ini bukan sepenuhnya salahku, tapi salah Abi dan Umi yang telah memaksaku menikahi Aisyah.Seorang lelaki paruh baya keluar dari ruang ICU. Dokter spesialis jantung bernama Husein menerbitkan senyum tipis pada kami. Membuat diri ini bernafas lega. Pasti dokter Husein memberikan kabar baik."Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Abi."Alhamdulillah, istri bapak sudah melewati masa kritisnya. Tapi belum bisa ditemui, biarkan ibu istirahat terlebih dahulu.""Alhamdulillah,terima kasih Dok."ucap kami serempak."Dan saya mohon, untuk sementara waktu jangan memberi kabar buruk yang mengagetkan ibu sampai kondisi ibu benar-benar baik." ucap dokter Husein sebelum pergi meninggalkan kami."Kita makan dulu bi, abi belum makan
Read more

Permintaan Abi

Aku berbaring di atas ranjang sambil menyusui Mukhlis. Sesekali mata ini terpejam karena kantuk mulai mendera. Bagaimana tidak, dari semalam Mukhlas menangis, entah kenapa dia sangat rewel. Untung saja siang ini dia sudah terlelap.Awalnya kukira anak kembar itu banyak memiliki kesamaan dari wajah, kesukaan, dan hal kecil lainnya. Namun asumsiku luntur ketika memiliki buah hati kembar.Memang dari wajah keduanya hampir sama persis. Bak pinang dibelah dua. Hanya tahi lalat di atas bibir Mukhlas yang bisa menjadi ciri. Namun kebiasaan keduanya sudah terlihat berbeda sejak kecil.Mukhlas lebih suka dingin, kalau panas akan tumbuh biang keringat dan rewel sepanjang hari. Beda dengan Mukhlis yang terpantau aman walau cuacanya sedang panas.KriiingggBunyi ponsel membuat Mukhlis yang akan terlelap menjadi membuka matanya lebar-lebar. Segera ku raih ponsel yang ada di kasur, ku nonaktifkan karena tak ingin kedua anakku terbangun.Menidurkannya saja butuh perjuangan. Para emak-emak diluar s
Read more

Bertemu Mantan Suami

"Assalamu'alaikum..." ucapku dan Daniel serempak.Abi berjalan mendekat, membukakan pintu dan mempersilahkan kami duduk di ruang tamu. Tatapan rindu terlihat jelas saat melihat kedua cucunya. Seketika wajahnya berubah saat melihat Daniel, Abi terlihat begitu tak suka.Abi melangkah masuk ke dalam rumah, mungkin memanggil Umi. Mukhlis masih terlelap di gendongan Daniel begitupun Mukhlas.Tak berselang lama seorang asisten rumah tangga datang dengan membawa dua cangkir teh hangat dan cemilan."Aisyah..." suara seorang wanita yang telah kuanggap sebagai ibuku sendiri.Ku toleh ke samping, Abi mendorong kursi roda Umi diikuti Mas Adam dan Jesica di belakangnya. Hingga tak sengaja netraku dan Mas Adam saling bertemu. Segera kubuang pandangan, karena setiap kali melihatnya hanya sakit yang ku rasa.Melangkah mendekati Umi, dan mencium tangan beliau dengan takzim. Umi memelukku, pelukan seorang ibu terhadap anaknya. Dan aku sangat merindukan sosok Umi."Ini cucu Umi?" netranya mulai berembu
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status