Pov Adam"Dari mana saja kamu Dam?" tanya Jesika saat aku tiba di rumah.Tak ada senyum merekah, atau sekedar mencium tanganku. Ah, kenapa aku justru rindu saat Aisyah memperlakukan diriku dulu? Apa benar kata orang, baru terasa berharga seseorang itu setelah dia pergi meninggalkan kita? Betapa bodohnya diriku dulu."Suami pulang tidak di siapkan teh atau kopi tapi justru disambut dengan wajah masammu."ku jatuhkan bobot di atas ranjang. memijit pelipis yang terasa pusing."Kamu dari rumah Aisyah kan?" tanya Jesica dengan wajah memerah."Iya aku mau bertemu anak-anak, tapi tak diizinkan oleh Aisyah.""Ya jelas Aisyah tak mengizinkan, kemana saja kamu? Kalau aku jadi Aisyah pasti akan ku lakukan yang sama.""Jesica, tutup mulutmu. Kamu tidak lebih baik dari Aisyah. Harusnya kamu berfikir bagaimana caranya bisa hamil. Bukan hanya menyudutkanku saja!" ucapku geram.Jesica pergi sambil menitihkan air mata. Ya Allah, kenapa semua jadi kacau begini?Mengacak rambut, frustasi.KriiinggKriiin
Pov Adam"Em...itu bi, Jesica baru di rumah orang tuanya saat abi menelepon. Adam belum sempat memberitahunya."Abi terdiam,membuatku semakin bersalah. Bukankah aku yang harus marah karena mereka memaksaku menikahi anak temannya. Hingga semua berakhir seperti ini. Jadi ini bukan sepenuhnya salahku, tapi salah Abi dan Umi yang telah memaksaku menikahi Aisyah.Seorang lelaki paruh baya keluar dari ruang ICU. Dokter spesialis jantung bernama Husein menerbitkan senyum tipis pada kami. Membuat diri ini bernafas lega. Pasti dokter Husein memberikan kabar baik."Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Abi."Alhamdulillah, istri bapak sudah melewati masa kritisnya. Tapi belum bisa ditemui, biarkan ibu istirahat terlebih dahulu.""Alhamdulillah,terima kasih Dok."ucap kami serempak."Dan saya mohon, untuk sementara waktu jangan memberi kabar buruk yang mengagetkan ibu sampai kondisi ibu benar-benar baik." ucap dokter Husein sebelum pergi meninggalkan kami."Kita makan dulu bi, abi belum makan
Aku berbaring di atas ranjang sambil menyusui Mukhlis. Sesekali mata ini terpejam karena kantuk mulai mendera. Bagaimana tidak, dari semalam Mukhlas menangis, entah kenapa dia sangat rewel. Untung saja siang ini dia sudah terlelap.Awalnya kukira anak kembar itu banyak memiliki kesamaan dari wajah, kesukaan, dan hal kecil lainnya. Namun asumsiku luntur ketika memiliki buah hati kembar.Memang dari wajah keduanya hampir sama persis. Bak pinang dibelah dua. Hanya tahi lalat di atas bibir Mukhlas yang bisa menjadi ciri. Namun kebiasaan keduanya sudah terlihat berbeda sejak kecil.Mukhlas lebih suka dingin, kalau panas akan tumbuh biang keringat dan rewel sepanjang hari. Beda dengan Mukhlis yang terpantau aman walau cuacanya sedang panas.KriiingggBunyi ponsel membuat Mukhlis yang akan terlelap menjadi membuka matanya lebar-lebar. Segera ku raih ponsel yang ada di kasur, ku nonaktifkan karena tak ingin kedua anakku terbangun.Menidurkannya saja butuh perjuangan. Para emak-emak diluar s
"Assalamu'alaikum..." ucapku dan Daniel serempak.Abi berjalan mendekat, membukakan pintu dan mempersilahkan kami duduk di ruang tamu. Tatapan rindu terlihat jelas saat melihat kedua cucunya. Seketika wajahnya berubah saat melihat Daniel, Abi terlihat begitu tak suka.Abi melangkah masuk ke dalam rumah, mungkin memanggil Umi. Mukhlis masih terlelap di gendongan Daniel begitupun Mukhlas.Tak berselang lama seorang asisten rumah tangga datang dengan membawa dua cangkir teh hangat dan cemilan."Aisyah..." suara seorang wanita yang telah kuanggap sebagai ibuku sendiri.Ku toleh ke samping, Abi mendorong kursi roda Umi diikuti Mas Adam dan Jesica di belakangnya. Hingga tak sengaja netraku dan Mas Adam saling bertemu. Segera kubuang pandangan, karena setiap kali melihatnya hanya sakit yang ku rasa.Melangkah mendekati Umi, dan mencium tangan beliau dengan takzim. Umi memelukku, pelukan seorang ibu terhadap anaknya. Dan aku sangat merindukan sosok Umi."Ini cucu Umi?" netranya mulai berembu
Aisyah masih diam membisu, netranya menatap setiap pasang mata yang ada di sekelilingnya. Rasa tak tega menelusup di dalam sanubari wanita berhijab toska itu.Bayangan kebaikan dan kasih sayang umi menari-nari di pelupuk matanya. Bagaimana mungkin Aisyah tega mengecewakan wanita yang sudah dianggap ibunya.segera bayangan itu berganti saat adam memaki dan melemparkan uang di hadapannya.semua kenangan silir berganti memenuhi angan aisyah.Kini hatinya bingung harus memilih apa, hati kecilnya tak tega mengecewakan umi. Tapi sebagian hati dan logikanya menolak permintaan abi. kini ia dilanda dilema."Bagaimana keputusanmu Aisyah?" tanya umi lembut. Wanita yang telah melahirkan adam itu menatap aisyah penuh harap. Dia tak ingin kehilangan cucu yang baru pertama dia temui.Aisyah menelan paksa saliva yang menempel di tenggorokan. Menyusun setiap kata agar tak ada yang merasa tersakiti dengan ucapannya."Maaf Umi, Aisyah tidak bisa menerima permintaan Abi dan Umi. Bukan maksud mengecewakan k
PLAAK! PLAAK! Dua tamparan mendarat di pipi Adam. Meninggalkan rona merah dan rasa nyeri di pipinya. Aisyah menatap nyalang ke arah mantan suaminya. Rasa sakit dipipi mantan suaminya tak sebanding dengan luka yang sudah Adam torehkan di hatinya."Aisyah!Kamu berani sama aku!" teriak Adam tak terima dengan perlakuan mantan istrinya. Mata melotot seperti hendak menerkam Aisyah hidup-hidup."Dasar lelaki egois. Tidak cukup kamu menyakitiku selama ini. Kamu bawa wanita lain saat aku masih sah menjadi istrimu. Menanti kamu berlaku adil tapi nyatanya itu hanya omong kosong kamu. Aku dulu sudah meminta kamu bertanggung jawab atas kedua putraku. Tapi dengan angkuh kamu melempar uang ke arahku. Mengusirku yang tengah hamil. Apa kamu lupa itu?"teriak Aisyah sambil menunjuk Adam. Sudah habis kesabarannya dengan kelakuan Adam yang tak henti-henti menoreh luka di hati. Hingga sejenak dia lupa jika Umi baru saja terkena serangan jantung.Adam diam membisu. Ucapan Aisyah membuatnya terpojok. Bahkan
Pov AdamKuhentikan langkah kakiku tepat di dekat pintu. Melihat keluar, sebuah mobil yang sangat ku kenal berhenti di halaman rumah. Tak lama seorang lelaki dan perempuan keluar dari mobil itu. Berjalan mendekati tempatku berdiri.Aisyah dan Daniel semakin mendekat. Ada getaran yang muncul kala melihat wanita yang ku sia-siakan mengenakan gamis putih. Dia terlihat begitu menawan. Kenapa selama ini aku tak menyadari jika Aisyah begitu cantik luar dan dalam.Rasa itu berubah menjadi tak suka saat ku lihat Daniel memakai koko berwarna senada dengan gamis Aisyah. Mereka seperti sepasang suami istri. Berjalan sambil bersenda gurau. Dada terasa panas melihat kedekatan mereka.Apa aku cemburu?Ah, tidak-tidak! Mana mungkin aku jatuh hati pada Aisyah. Jelas-jelas cintaku hanya untuk Jesica.Mungkin benar kata orang rumput tetangga lebih indah. Dulu saat Aisyah ku miliki, aku justru sama sekali tak tertarik. Dan kini setelah dia bukan lagi milikku Aisyah terlihat begitu cantik dan menawan.Tu
Pov AdamAda apa lagi ini? Batinku bertanya-tanya. Tak biasanya Abi seperti ini. Menatap Daniel seperti hendak menyampaikan hal yang penting.Apa jangan-jangan meminta sahabatku itu untuk meninggalkan Aisyah? Bukan sahabat tapi mantan sahabat.Ah, pasti Abi ingin aku dan Aisyah rujuk kembali. Terima kasih Abi."Ada apa bi?" tanyanya masih bisa ku dengar dari teras.Sabar Dan, tunggu kejutan dari Abi agar kamu berhenti mendekati Aisyah. Dia itu milikku. Dan selamanya akan menjadi milikku. ha ha ha"Tolong jaga Aisyah Dan, jangan pernah sakiti hati dan perasaannya.Abi percaya kamu pasti bisa membahagiakan Aisyah dan cucu-cucu Abi."ucap abi walau sama-sama terdengar.Ya Allah, hatiku ambyar mendengar ucapan Abi untuk Daniel. Kenapa Abi justru mendukung Daniel bukan aku yang anak kandung Abi sendiri.Kesal dan kecewa, itu yang tengah ku rasakan. Aisyah kembalilah padaku!Ku acak rambut, frustasi.Kurebahkan tubuh di atas ranjang tepat disebelah Jesica yang tidur membelakangiku. Jesica mem