Share

Bab 54

Penulis: Dyah Ayu Prabandari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seminggu sudah aku menghindari Daniel. Apakah aku sakit? Jangan tanya, rasanya sungguh menyiksa. Harus menahan rindu karena semua terhalang restu.

Setiap hari lebih dari tiga puluh Panggilan tak terjawab dari Daniel.Ya,karena panggilan teleponnya selalu ku abaikan. Pesan hanya ku baca tanpa pernah ku balas.

Apakah aku egois Ya Rabb?

Memilih menghindar dari lelaki yang sangat kucinta. Mencoba meyakinkan diri, apakah diriku pantas bersanding dengannya?

Apakah upik abu bisa menjadi Cinderella seperti dongeng semasa aku kecil?

Teringat kembali perkataan papa Daniel padaku. Menimbulkan sesak di dalam dada. Aku sering mendengar cibiran dan hinaan orang. Tapi rasanya tak sesakit ini.

Ah, dunia ini terlalu kejam untukku. Benar perkataan orang bahwa harta dan jabatan akan dinilai pertama kali di mata orang lain. Sebaik apapun orang, tak akan berarti jika tidak memiliki uang. Menyakitkan memang tapi itu lah kenyataan di masyarakat.

Samar-samar terdengar adzan isya berkumandang segera kulangkahk
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Mundur, Mas!    Kedatangan Om Bram

    Tok ... Tok ... Tok. Kembali pintu diketuk, Mas Adam seperti tak mengerti kata-kata yang ku ucapkan. Apa perlu kupanggil tetangga untuk menyeretnya pergi dari sini.Kubiarkan saja, pasti dia akan lelah dan pergi dengan sendirinya. Ternyata dugaanku salah, pintu lagi-lagi di ketuk. Justru suaranya semakin keras. Bisa terbangun anak-anakku jika Mas Adam terus saja mengetuk pintu.Dengan emosi berjalan cepat menuju pintu. Sepertinya Mas Adam harus diberi pelajaran agar dia tahu adab bertamu seperti apa!"Mau kamu ap..." mulut ini diam seketika saat kulihat orang yang berada di hadapanku bukanlah Mas Adam."Silahkan duduk di teras Om, maaf tidak bisa masuk ke dalam karena sudah malam takut menimbulkan fitnah." ucapku tak enak hati.Om Bram duduk di teras, netranya memindai setiap sudut rumah. Aku tahu apa yang ada di pikirannya. Pasti semakin tak setuju putra satu-satunya mencintai wanita seperti diriku ini.Kutinggalkan Om Bram di teras, berjalan masuk ke dalam untuk membuatkan minum. E

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 56

    Pov AisyahSuara mobil berhenti di jalan, menyadarkanku dari pikiran yang melayang entah kemana. Seorang lelaki yang baru saja terlintas di pikiranku, kini hadir di hadapanku. Menerbitkan senyuman yang sudah satu minggu ini sangat ku rindukan. Namun ucapan Om Bram kembali terngiang di telinga.Apa yang harus aku lakukan Ya Robb?Apa yang harus ku katakan pada Daniel?Haruskah aku mundur?"Sayang..."panggilnya membuat jantungku kian berdetak. Getaran ini masih sama,justru semakin tak menentu."I-iya Dan." ucapku tergagap. Sejujurnya aku belum siap bertemu dengannya disaat seperti ini. Ingin menghilang detik ini juga, tapi mana bisa.Tanpa di minta Daniel berjalan dan duduk di kursi sebelahku. Kursi ternyamannya dengan meja sebagai pembatas di antara kursi."Anak-anak sudah tidur sayang?"tanyanya lembut.Pertanyakan itu yang selalu ditanyakan tiap kali berada di sini. Bagaimana aku bisa melepaskan lelaki sebaik Daniel. Lelaki yang tak hanya mencintaiku tapi juga mencintai kedua anakku.

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam

    Pov Adam"Dari mana saja kamu Dam?" tanya Jesika saat aku tiba di rumah.Tak ada senyum merekah, atau sekedar mencium tanganku. Ah, kenapa aku justru rindu saat Aisyah memperlakukan diriku dulu? Apa benar kata orang, baru terasa berharga seseorang itu setelah dia pergi meninggalkan kita? Betapa bodohnya diriku dulu."Suami pulang tidak di siapkan teh atau kopi tapi justru disambut dengan wajah masammu."ku jatuhkan bobot di atas ranjang. memijit pelipis yang terasa pusing."Kamu dari rumah Aisyah kan?" tanya Jesica dengan wajah memerah."Iya aku mau bertemu anak-anak, tapi tak diizinkan oleh Aisyah.""Ya jelas Aisyah tak mengizinkan, kemana saja kamu? Kalau aku jadi Aisyah pasti akan ku lakukan yang sama.""Jesica, tutup mulutmu. Kamu tidak lebih baik dari Aisyah. Harusnya kamu berfikir bagaimana caranya bisa hamil. Bukan hanya menyudutkanku saja!" ucapku geram.Jesica pergi sambil menitihkan air mata. Ya Allah, kenapa semua jadi kacau begini?Mengacak rambut, frustasi.KriiinggKriiin

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam 2

    Pov Adam"Em...itu bi, Jesica baru di rumah orang tuanya saat abi menelepon. Adam belum sempat memberitahunya."Abi terdiam,membuatku semakin bersalah. Bukankah aku yang harus marah karena mereka memaksaku menikahi anak temannya. Hingga semua berakhir seperti ini. Jadi ini bukan sepenuhnya salahku, tapi salah Abi dan Umi yang telah memaksaku menikahi Aisyah.Seorang lelaki paruh baya keluar dari ruang ICU. Dokter spesialis jantung bernama Husein menerbitkan senyum tipis pada kami. Membuat diri ini bernafas lega. Pasti dokter Husein memberikan kabar baik."Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Abi."Alhamdulillah, istri bapak sudah melewati masa kritisnya. Tapi belum bisa ditemui, biarkan ibu istirahat terlebih dahulu.""Alhamdulillah,terima kasih Dok."ucap kami serempak."Dan saya mohon, untuk sementara waktu jangan memberi kabar buruk yang mengagetkan ibu sampai kondisi ibu benar-benar baik." ucap dokter Husein sebelum pergi meninggalkan kami."Kita makan dulu bi, abi belum makan

  • Aku Mundur, Mas!    Permintaan Abi

    Aku berbaring di atas ranjang sambil menyusui Mukhlis. Sesekali mata ini terpejam karena kantuk mulai mendera. Bagaimana tidak, dari semalam Mukhlas menangis, entah kenapa dia sangat rewel. Untung saja siang ini dia sudah terlelap.Awalnya kukira anak kembar itu banyak memiliki kesamaan dari wajah, kesukaan, dan hal kecil lainnya. Namun asumsiku luntur ketika memiliki buah hati kembar.Memang dari wajah keduanya hampir sama persis. Bak pinang dibelah dua. Hanya tahi lalat di atas bibir Mukhlas yang bisa menjadi ciri. Namun kebiasaan keduanya sudah terlihat berbeda sejak kecil.Mukhlas lebih suka dingin, kalau panas akan tumbuh biang keringat dan rewel sepanjang hari. Beda dengan Mukhlis yang terpantau aman walau cuacanya sedang panas.KriiingggBunyi ponsel membuat Mukhlis yang akan terlelap menjadi membuka matanya lebar-lebar. Segera ku raih ponsel yang ada di kasur, ku nonaktifkan karena tak ingin kedua anakku terbangun.Menidurkannya saja butuh perjuangan. Para emak-emak diluar s

  • Aku Mundur, Mas!    Bertemu Mantan Suami

    "Assalamu'alaikum..." ucapku dan Daniel serempak.Abi berjalan mendekat, membukakan pintu dan mempersilahkan kami duduk di ruang tamu. Tatapan rindu terlihat jelas saat melihat kedua cucunya. Seketika wajahnya berubah saat melihat Daniel, Abi terlihat begitu tak suka.Abi melangkah masuk ke dalam rumah, mungkin memanggil Umi. Mukhlis masih terlelap di gendongan Daniel begitupun Mukhlas.Tak berselang lama seorang asisten rumah tangga datang dengan membawa dua cangkir teh hangat dan cemilan."Aisyah..." suara seorang wanita yang telah kuanggap sebagai ibuku sendiri.Ku toleh ke samping, Abi mendorong kursi roda Umi diikuti Mas Adam dan Jesica di belakangnya. Hingga tak sengaja netraku dan Mas Adam saling bertemu. Segera kubuang pandangan, karena setiap kali melihatnya hanya sakit yang ku rasa.Melangkah mendekati Umi, dan mencium tangan beliau dengan takzim. Umi memelukku, pelukan seorang ibu terhadap anaknya. Dan aku sangat merindukan sosok Umi."Ini cucu Umi?" netranya mulai berembu

  • Aku Mundur, Mas!    Keputusan Aisyah

    Aisyah masih diam membisu, netranya menatap setiap pasang mata yang ada di sekelilingnya. Rasa tak tega menelusup di dalam sanubari wanita berhijab toska itu.Bayangan kebaikan dan kasih sayang umi menari-nari di pelupuk matanya. Bagaimana mungkin Aisyah tega mengecewakan wanita yang sudah dianggap ibunya.segera bayangan itu berganti saat adam memaki dan melemparkan uang di hadapannya.semua kenangan silir berganti memenuhi angan aisyah.Kini hatinya bingung harus memilih apa, hati kecilnya tak tega mengecewakan umi. Tapi sebagian hati dan logikanya menolak permintaan abi. kini ia dilanda dilema."Bagaimana keputusanmu Aisyah?" tanya umi lembut. Wanita yang telah melahirkan adam itu menatap aisyah penuh harap. Dia tak ingin kehilangan cucu yang baru pertama dia temui.Aisyah menelan paksa saliva yang menempel di tenggorokan. Menyusun setiap kata agar tak ada yang merasa tersakiti dengan ucapannya."Maaf Umi, Aisyah tidak bisa menerima permintaan Abi dan Umi. Bukan maksud mengecewakan k

  • Aku Mundur, Mas!    Keputusan Aisyah 2

    PLAAK! PLAAK! Dua tamparan mendarat di pipi Adam. Meninggalkan rona merah dan rasa nyeri di pipinya. Aisyah menatap nyalang ke arah mantan suaminya. Rasa sakit dipipi mantan suaminya tak sebanding dengan luka yang sudah Adam torehkan di hatinya."Aisyah!Kamu berani sama aku!" teriak Adam tak terima dengan perlakuan mantan istrinya. Mata melotot seperti hendak menerkam Aisyah hidup-hidup."Dasar lelaki egois. Tidak cukup kamu menyakitiku selama ini. Kamu bawa wanita lain saat aku masih sah menjadi istrimu. Menanti kamu berlaku adil tapi nyatanya itu hanya omong kosong kamu. Aku dulu sudah meminta kamu bertanggung jawab atas kedua putraku. Tapi dengan angkuh kamu melempar uang ke arahku. Mengusirku yang tengah hamil. Apa kamu lupa itu?"teriak Aisyah sambil menunjuk Adam. Sudah habis kesabarannya dengan kelakuan Adam yang tak henti-henti menoreh luka di hati. Hingga sejenak dia lupa jika Umi baru saja terkena serangan jantung.Adam diam membisu. Ucapan Aisyah membuatnya terpojok. Bahkan

Bab terbaru

  • Aku Mundur, Mas!    Akhir Sebuah Cerita

    Tok ... Tok ... Tok.... Kuketuk pintu rumah Jesica dengan hati berdebar tak menentu. Semoga saja niat baikku disambut baik oleh Jesica dan keluarganya."Assalamu'alaikum...." ucapku."Waalaikumsalam" jawaban dari dalam rumah. Suara yang dulu sangat kurindu. Dialah wanita yang mati-matian ku perjuangkan meski akhirnya kulukai hatinya perlahan.Pintu di buka dari dalam, Jesica terlihat terkejut saat melihat diriku berdiri tepat di depan pintu. Menatapnya dengan rasa rindu.Rindu ingin memeluknya, meski kutahu dia tak akan mau ku sentuh. Mungkin dia jijik dengan diriku. Lelaki yang tega melukai hatinya. Menggoreskan luka di sanubarinya.Dengan penuh amarah dia berusaha menutup pintu. Namun terganjal kakiku. Sakit saat kaki beradu dengan pintu. Tapi akhirnya tahu tak sesakit hati Jesica."Jesica, tolong buka pintunya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan dan meminta maaf padamu." ucapku mengiba."Untuk apa kamu kemari?" tanyanya ketus sambil perlahan membuka pintu.Alhamdulillah, akhirn

  • Aku Mundur, Mas!    Sadar

    Pov AdamTiga puluh menit menatap gedung yang penuh kenangan. Perusahaan yang susah payah ku bangun kini hilang begitu saja. Kenapa hidupku menderita seperti ini?Mengambil ponsel dari saku celana. Memesan taxi dari aplikasi online. Tujuanku saat ini adalah rumah masa kecilku dulu. Semoga Abi mengizinkanku tinggal di sana. Bukankah aku anak kandungnya, pasti beliau akan menerimaku meski aku telah mengecewakannya.Sebuah mobil berhenti tepat di hadapanku.Mobil dengan warna putih dan plat yang sama seperti di aplikasi."Dengan Pak Adam?" tanya driver itu."Iya Pak, sesuai aplikasi ya!" ku masukkan koper ke dalam mobil dan menjatuhkan bobot di atas kursi belakang kemudi."Baik Pak."Kendaraan roda empat yang ku tumpangi melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya kemacetan ibu kota. Mobil berwarna putih ini berhenti saat lampu merah menyala. Pandanganku tertuju pada segerombolan pengamen dan pengemis di trotoar jalan.Ya Allah, apa nasibku akan sama seperti mereka?Tak punya tempat t

  • Aku Mundur, Mas!    Kehancuran

    Pov Adam"Maaf Dam, Abi sudah tak memiliki apapun. Semua harta benda bukan lagi milik Abi."Ucapan Abi bagai halilintar di siang bolong. Bagaimana mungkin harta benda Abi hilang begitu saja? Atau ini hanya akal-akalan Abi saja?Astaga, aku harus bagaimana?Kupijit pelipis yang terasa berdenyut.Menyambar kunci mobil di atas meja. Berjalan sedikit berlari menuju mobil yang terparkir. Aku harus ke rumah Abi, memastikan apa yang barusan kudengar hanya omong kosong belaka. Abi pasti hanya bercanda padaku.Melajukan kendaraan roda empatku dengan kecepatan tinggi. Kuterjang semua yang ada di hadapanku.Tak perduli klakson kendaraan lain berbunyi seperti tengah memprotesku.Yang aku ingin segera sampai di rumah Abi.Keluar dari mobil disambut terik mentari yang menusuk kulit. Melangkahkan kaki masuk kedalam rumah yang tak dikunci. Sepi, sunyi tak ada lagi kehangatan yang selalu kurasakan saat berada di rumahku. Yang terasa hanya kenangan pahit saat kehilangan wanita yang sangat ku cintai, Umi.

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam

    Aku duduk di teras rumah seorang diri, tak ada lagi istri apalagi anak. Hidupku kini terasa begitu sunyi.Kemana hilangnya kebahagiaan yang dulu kurasakan?Baru kemarin kurasakan hidupku begitu sempurna. Dan kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kesepian dan sengsara.Apa ini benar sebuah karma? atau hanya cobaan dari Sang Pencipta.Ku pijat pelipis yang terasa berdenyut. Memikirkan nasib perusahaan dan pernikahan yang sedang diujung tanduk.Para investor mulai mencabut kucuran dananya hanya karena sebuah video. Padahal sudah pernah ku jelaskan. Namun nyatanya semua sia-sia belaka.Mereka pikir aku adalah lelaki yang tak bertanggung jawab karena menelantarkan anak dan istri. Bahkan tega meninggalkan Jesica yang tengah sakit. Mereka tak pernah melihat dari sudut pandang ku. Andai mereka jadi sepertiku, mungkin akan bertindak sama seperti yang kulakukan."Ini tehnya Pak." Bibi meletakkan secangkir teh di atas meja."Terima kasih,Bi," Kuseruput teh hangat. Sedikit memberi ketenanga

  • Aku Mundur, Mas!    Maaf

    Aku duduk di ruang tunggu bersama Daniel. Menunggu seorang suster memanggil namaku. Sudah dua puluh menit kami menunggu. Hingga membuatku merasa bosan. "Nyonya Tiara Aisyah Kurniawan." panggil seorang suster. Berjalan memasuki ruang periksa dokter dengan tangan digandeng Daniel. "Selamat siang Dok...." sapaku kepada dokter Asih, dokter yang menangani ku saat hamil si kembar dulu. "Selamat siang, Bu Aisyah apa kabar?Bagaimana keadaan si kembar?" tanyanya basa-basi. Mungkin dia masih ingat kalau aku pasiennya dulu. "Alhamdulillah sehat dok.""Nah, gitu dong Pak. Kalau istrinya periksa kandungan di temani. Jangan seperti dulu. Kasihan istrinya." ucap dokter Asih membuatku dan Daniel saling pandang. Mungkin wanita di hadapanku ini mengira jika dulu ayah si kembar adalah Daniel. Daniel hanya mengangguk. Menjelaskan secara rinci juga tak mungkin. "Saya belum tahu istri saya hamil atau tidak dok. Tapi sudah telat satu minggu." ucap Daniel. "Baik Pak, biar saya periksa terlebih dahul

  • Aku Mundur, Mas!    Hamil?

    Aku duduk di teras sambil menyuapi Mukhlas dan Mukhlis. Ya, sekarang mereka sudah bisa makan bubur saring karena usia mereka sudah delapan bulan. Kedua buah hatiku dengan lahap memakan bubur saring dengan hati ayam dan brokoli. Mereka menyukai bubur buatan sendiri dibandingkan bubur kemasan. Ini membuat PR untukku agar lebih kreatif dalam membuat makanan agar mereka tak bosan. "Suapan terakhir sayang," ucapku pada Mukhlas.Mukhlas menutup mulut rapat-rapat sama seperti Mukhlis. Mungkin keduanya sudah kenyang. Karena hanya satu sendok yang tersisa. Suara mobil berhenti di depan rumah. Lelaki yang kini menemani hari-hariku keluar dari mobil dengan wajah sumringah. "Mbak Sari, tolong bersihkan bekas makan yang menempel di pipi ya." Mbak Sari mengangguk lalu mendorong stroller masuk ke dalam rumah. Meninggalkan diriku di teras rumah. "Assalamu'alaikum,Sayang." Daniel mendekat. Bau terasi terdeteksi oleh indera penciuman. Semakin lama semakin mendekat. Kenapa Daniel baunya seperti ini

  • Aku Mundur, Mas!    Kebahagiaan Aisyah

    Aku menata pakaian ke dalam koper. Tak terasa sudah tiga hari kami menghabiskan waktu untuk berbulan madu. Rasa rindu pada si kembar kian menggebu. Meski setiap hari melakukan videocall namun rinduku masih belum terobati kalau belum bertemu."Sudah selesai sayang?" tanya Daniel yang baru keluar dari kamar mandi. Handuk hanya melilit bagian pinggangnya.Ku tatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ada debaran tak menentu saat melihat Daniel seperti itu.Lelaki yang sudah sah menjadi imamku berjalan mendekat. Dan lagi desiran hangat memenuhi sekujur tubuh. Degup jantung kian berdetak kencang."Kenapa lihatin seperti itu?Mau?" wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti dari wajahku.CUPSatu kecupan mendarat di bibir. Ah, Daniel selalu seperti itu.Membuatku melayang ke angkasa."Aku baru selesai mandi lho,Yang, rambut juga masih basah," ucapku manja."Ih, kamu pikiranya ke situ terus. Mau lagi ya?" mengerlingkan mata, menggoda."Apaan sih?" Kututup wajah ini yang mulai bersemu merah.D

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya 2

    Jarum jam sudah menunjukkan angka empat. Ku matikan laptop dan segera berjalan menuju pintu."Pak." panggilan Luna menghentikan langkahku."Ada apa?""Kita ada meeting sebentar lagi."Ya Allah, aku sampai lupa kalau akan meeting. Bagaimana ini? Kalau aku tak datang Papi akan marah besar."Tolong atur jadwal lagi, saya ada keperluan mendesak." ucapku lalu meninggalkannya begitu saja.Aku berjalan menuju lift,netra melihat setiap sudut kantor.Karyawan masih banyak yang berlalu lalang. Dan tersenyum saat aku melewatinya.Bagaimana jika perusahaan ini bangkrut? Mereka akan kerja dimana untuk menghidupi keluarganya? Ya Allah, isi semua karena aku tak fokus hingga investor terbesar membatalkan kerjasamanya.Ya Allah, kenapa ujian bertubi-tubi menimpaku?Apa karena aku kurang bersedekah?Atau karena aku tega menyakiti hati Aisyah?"Pak..." panggilan seseorang menyentakku dari lamunan."I-iya." ucapku terbata."Maaf Pak, apakah ada yang bisa saya bantu? Saya lihat dari tadi Bapak berdiri di

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya

    Pov AdamAda nyeri di sanubari saat melihat Aisyah duduk di pelaminan bersanding dengan Daniel. Sesak dada untuk bernafas pun rasanya susah. Harusnya aku yang ada di sana bukan Daniel. Persis lagu yang barusan aku nyanyikan.Berjalan mendekat, bukan untuk memberi selamat tapi untuk melihat Aisyah lebih dekat. Pandangan tak suka nampak jelas terlihat di wajah Om Bram, ayah sahabatku."Santai saja Om, aku hanya ingin melihat ibu dari anak-anakku lebih dekat," batinku.Semakin dekat dengan Aisyah,entah kenapa jantung kian berdetak kencang. Dengan perasaan yang sulit ku artikan.Kenapa aku justru merasakan benih cinta mulai mekar saat bunga itu telah tumbuh subuh di halaman rumah orang lain?Kenapa cinta ini terlambat? Saat dia telah pergi aku baru menyadari dia begitu berarti.Kutatap wajah ibu dari kedua anakku. Dia sungguh cantik mempesona. Dan kenapa aku baru menyadarinya? Kemana saja diriku selama ini?"Selamat ya, jaga Aisyah baik-baik. Sebelum aku mengambilnya kembali," ucapku pela

DMCA.com Protection Status