Home / Pernikahan / Talak Aku, Mas! / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Talak Aku, Mas!: Chapter 11 - Chapter 20

98 Chapters

11. Siksaan Dimulai

Usai mengetik itu, langsung saja banyak respon yang aku dapat. Aku terkejut. Padahal bisa dibilang aku sangat jarang menimbrung di dalam obrolan mereka. Dan aku pun juga beberapa kali membuat beberapa member dari group chat itu merasa tak nyaman dengan kata-kataku.Sungguh aku tak pernah menduganya. Respon mereka beragam. Ada yang ikut geram dengan ceritaku, ada juga yang menyarankan banyak hal-hal. Banyak pula yang memberiku semangat dan juga doa. Jujur, dengan respon mereka yang seperti itu hatiku mulai sedikit menjadi ringan. Mungkin hal ini bisa dikatakan sebagai membicarakan masalah pribadi di depan umum, tapi aku hanya ingin teman. Aku ingin teman yang mau mendengarkan aku. Aku pun tahu jika aku bisa melakukan sesi curahan hati ini pada Allah, tetapi saat ini aku juga ingin ada manusia yang mendengar ceritaku. Salahkah aku?Apakah ini termasuk membuka sebuah aib? Aku rasa memang iya. Namun, dengan cara bercerita, aku jadi tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Jadi aku a
Read more

12. Mau Pisah Ya Pisah

Aku tak bisa berkutik saat Papa berbicara seperti itu.Aku tak mengerti dan bingung harus bagaimana saat ini. Mas Gandhy jelas-jelas tak mau menemui anaknya jadi apa yang harus aku bicarakan dengannya lagi? Bukankah tak ada gunanya?Namun, saat aku melihat anakku yang masih belia itu, sekali lagi aku berusaha menelan egoku bulat-bulat dan mulai memutuskan untuk membaca pesannya. Tetapi pesannya kali ini sungguh membuatku terkejut.'Jadi kamu sudah bilang ke Bapak kalau kamu mau pisah sama aku? Ya sudah kalau mau pisah ya pisah.'Hatiku panas langsung. Dengan cepat aku langsung mengetik balasan untuknya dengan tangan gemetar.'Jadi bapak bilang apa?'Dia rupanya sedang online, karena pesanku dengan cepat dibalasnya.'Suruh lepaskan saja. Orang kamu juga nggak mau tinggal di sini.'Aku syok seketika. Aku melihat berulang-ulang balasan pesan itu dan tetap bingung karena rasanya masih tak bisa mempercayainya. Jadi orang tuanya yang tidak lain adalah mertuaku itu malah mendukung anaknya un
Read more

13. Mulut Kejam Bapak Mertua

Jujur saja, aku rasanya mau marah pada orang yang sudah aku anggap sebagai ayahku itu. Bisa-bisanya dia dengan enteng mengatakan hal itu padahal jelas-jelas dia tahu jika anaknya yang salah.Namun, aku melirik ke arah Gandhy. Hatiku yang sedang tak baik-baik saja ini membuatku berkata, "Ngomong dong, Mas. Kenapa kamu diam saja?"Gandhy tetap tak mau berbicara dan malah menundukkan kepala, enggan bertatapan denganku atau dengan siapapun.Apa maksudnya bersikap seperti itu? "Perempuan itu kalau sudah menikah harusnya patuh dan ikut apa kata suami, bukan malah melawan dan tinggal di tempat lain tanpa suami. Anak juga sudah jarang diajak ke rumah barat setelah dapat surat-surat." Bapak mertuaku kembali mengoceh sambil menggendong anakku.Surat-surat yang dimaksud oleh Bapak Mertuaku itu adalah akta kelahiran dan juga kartu identitas anak. Tetapi kenapa Bapak Mertuaku itu malah membahas hal itu? Apa hubungannya coba?Mamaku langsung menyahut dengan cepat, "Yang salah itu Gandhy, Pak. Kena
Read more

14. Praduga

Aku hanya bisa beristigfar begitu mendengar dugaan Mama.Sesungguhnya hal itu mungkin saja memang benar. Karena yang aku tahu, Bapak Mertuaku itu selalu sering membicarakan soal beberapa orang yang dia kenal mau melakukan hal terlarang itu demi membuat suaminya nurut."Mungkin dia berpikir Zara itu nggak memiliki iman yang kuat," ucapku kemudian."Benar-benar sangat keterlaluan. Kalau papamu dengar soal ini, dia bisa murka," ujar Mama.Ya, tentu saja akan begitu. Papaku begitu taat beribadah dan selalu mengajarkanku untuk lebih menjaga ibadahku. Mana mungkin aku bisa berbuat hal yang bertentangan begitu demi masalahku? "Sudahlah, Ma. Biarkan saja. Lagi pula, semuanya sudah selesai. Gandhy sepertinya juga sudah benar-benar melepaskan Zara dan Fuchsia kok," ucapku lagi.Mama yang masih menggendong Fuchsia menidurkan anakku ke dalam kamarku yang sudah mulai terlelap itu.Sementara aku memilih untuk mengambil sebuah minuman dingin di dalam kulkas lalu meminumnya sampai habis. Aku duduk
Read more

15. Jangan Lama-lama

Apa yang harus aku lakukan? Aku sendiri bingung bagaimana cara mengatasi ini. Jika ini adalah sebuah hubungan pacaran mungkin aku akan dengan mudah mengambil keputusan untuk meninggalkan seorang pria. Akan tetapi, ini adalah hubungan pernikahan yang diatur dalam agama serta hukum negara.Aku tahu jika permintaanku bercerai dengan Gandhy mungkin benar dilandasi oleh sebuah emosi tetapi jelas saja jika permintaan itu bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Apalagi setelah Gandhy juga Bapak Mertuaku itu datang ke rumahku, rasanya memang tak mungkin lagi mengharapkan apapun dari pernikahan yang sudah terlanjur rusak ini.Aku memberanikan diriku untuk berkata, "Jika dia memang tak mau menggugat cerai Zara, Zara yang akan menggugatnya."Mungkin Mama sedikit terkejut dengan ucapanku sehingga dia membalas, "Kamu yakin, Nduk?""Ya mau gimana lagi, Ma. Zara juga nggak mau digantung terus-menerus tanpa adanya kepastian. Buat apa juga Zara menunggu dia padahal dia mungkin sedang asik-asikan d
Read more

16. Kenangan yang Muncul

"Tidak, tidak. Aku tak boleh lagi mengeluh. Sudah tak ada gunanya sekarang. Semuanya sudah berakhir," ucapku yang lalu menghapus air mataku.Aku mulai mengambil barang-barangku dan mengemasnya dalam sebuah tas besar dan beberapa tas plastik besar karena jumlah barangku ternyata cukup banyak.Selama aku mengemas barang-barangku itu, aku mendengar suara Ibu Mertuaku yang sepertinya baru saja pulang dari pasar. Dan tak lama kemudian pintu kamar suamiku itu terbuka. Aku yang sedang merapikan barang-barangku itu sontak menoleh, "Bu."Ibu Mertuaku tersenyum tipis, "Mau diambil sekarang?""Nggeh, Bu. Mumpung Zara belum kerja jadi bisa ambil ke sini," jelasku.Ibu Mertuaku terlihat menatapku dengan tatapan sedihnya. Dia lalu masuk ke dalam kamar itu dan duduk di kasur. "Kamu yakin mau pisah, Nduk? Apa nggak kasihan sama Fuchsia?" tanya Ibu Mertuaku yang mulai berkaca-kaca saat menatapku.Ya Tuhan, hatiku langsung perih melihatnya. Bagaimana pun juga, dia pernah sangat menyayangiku dan karena
Read more

17. Tiga Cincin

"Tidak. Mana bisa ini dianggap mencuri? Hartanya kan juga masih hartaku juga. Oke, aku masih memiliki hak untuk ini juga. Lagi pula, dia juga tak pernah menganggap ini penting kan? Dia saja juga menaruhnya sembarangan di sini," gumamku.Setelah meyakinkan diriku sendiri aku lalu meminta pamanku untuk membantuku mengangkat barang-barang itu ke luar dari kamar itu. Aku pandangi sekali lagi tempat itu untuk yang terakhir kalinya karena aku tahu sekarang adalah terakhir kalinya aku di sana. Bagaimana pun juga, meskipun aku tak terlalu lama tinggal di kamar itu. Masa-masa awal pernikahanku juga di saat aku hamil serta masa kecil Fuchsia banyak dihabiskan di kamar itu.Meskipun tak banyak kenangan yang indah di dalam kamar itu, tapi setidaknya memang ada beberapa kenangan yang cukup membuatku terharu. Aku tak sampai menitikan air mataku ketika meninggalkan kamar itu dan duduk di ruang tamu karena saat ini Bapak Mertuaku yang sebentar lagi akan resmi menjadi mantan Bapak Mertuaku itu sudah
Read more

18. Nafkah Anak

Aku berperang dengan diriku sendiri yang ragu dengan keputusanku ini tetapi mengingat aku belum memiliki cara lain untuk bertahan hidup selain menjual cincin itu, aku memutuskan untuk membuang rasa cemasku itu dan cepat-cepat pergi dari tempat penggadaian itu.Uang yang ada di tanganku sekarang cukup besar, aku mengira-ngira uang itu cukup untuk hidup kami berdua selama beberapa bulan jika aku bisa menghemat.Aku tak lupa juga membelikan mainan baru untuk Fuchsia yang sudah jarang aku belikan mainan. Gadis kecilku itu bermain dengan riang ketika mendapatkan mainan barunya dan aku pun tak bisa menahan rasa bahagiaku ketika melihat anakku satu-satunya itu tertawa."Sia, coba hadap sini sebentar. Mama mau photo Fuchsia," ujarku pada anakku itu.Gadis yang suka sekali difoto itu langsung saja menoleh ke arahku dan mulai bergaya. Dengan cepat aku mengambil beberapa foto anakku dan kemudian memajangnya di dalam status di aplikasi chatting.'Fuchsia-ku', aku tulis begitu di bawah foto Fuchsia
Read more

19. Sahabat Baik

Aku masih belum pergi dari tempat mesin ATM itu dan menunggu balasan dari Gandhy. Aku dengan cepat membukanya ketika dia membalasnya beberapa menit kemudian. Jawabannya semakin membuatku jengkel.Gandhy: 'Lagi sepi. Nanti aku transfer lagi kalau udah ada. Tapi tolong kirimin photo dan video Fuchsia dulu.'Aku: 'Photo dan video? Ini maksudnya kamu nggak akan mau kirimin uang kalau aku nggak mau kasih photo dan video Fuchsia?'Gandhy: 'Mikir jelek aja terus.'Kekesalanku sedang berada di ubun-ubun padahal jelas-jelas aku berkali-kali melihat status miliknya yang seringkali dia pergi ke luar untuk makan. Kalau dia saja masih bisa bersenang-senang di luar rumah, kenapa dia tidak bisa mengirim anaknya uang dengan jumlah yang cukup?Aku semakin tak bisa menahan rasa kesalku terhadap pria yang telah membuatku mulai membencinya itu."Astaga, kenapa dia sangat brengsek sekali? Ya Tuhan, kenapa aku dulu bisa bertemu dengan manusia semacam dia?" gumamku.Namun, setelah tersadar jika ucapanku itu
Read more

20. Viralin Nggak?

"Nggak ah, Al. Aku membayangkannya saja ngeri," ucapku.Alea berkata, "Loh, kenapa malah kamu yang ngeri? Kan kamu senang kalau misalnya dia mendapatkan balasan dari apa yang dia perbuat? Tahu nggak sih, Ra. Sanksi sosial itu memang harus diberikan pada orang-orang macam perebut suami ataupun istri orang lain."Aku memikirkan ucapan Alea tetapi tetap saja aku rasanya tidak akan mungkin bisa melakukan hal semacam itu."Aku nggak bisa, Al," ucapku.Kudengar Alea mendesah, "Kenapa nggak bisa? Mereka itu harus dikasih pelajaran dan salah satu pelajaran yang bisa kita kasih ke mereka itu ya dengan cara ini. Biar saja semua orang tahu."Aku menatap sahabatku itu lalu berujar, "Al, kalau aku viralin kasus ini dan semua orang tahu, aku juga yang akan malu.""Loh, kok jadi kamu yang malu? Kan mereka yang salah. Mereka yang sudah berani menjalin hubungan di belakang kamu. Mereka dong yang harus malu. Kamu nggak salah apa-apa kok," ujar Alea.Aku menggelengkan kepalaku, "Iya, tapi apa kamu itu lu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status