Home / Pernikahan / Talak Aku, Mas! / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Talak Aku, Mas!: Chapter 31 - Chapter 40

98 Chapters

31. Aku Kenapa, Deva?

Aku melirik Salsa yang sudah turun dari motor itu, sementara Deva berdiam diri di samping motornya dengan ekspresi masih terlihat aneh. Anak itu terlihat kucel dan kotor. Astaga, apa sih yang dilakukan Deva sampai anaknya itu tak terurus begitu? Aku sampai tak tega melihatnya.Bukankah dia ini punya uang banyak ya? Masa iya nggak sanggup beli baju buat anaknya?"Udah nggak usah bingung, Mbak. Tenang saja," ucapku lagi.Dia menjawab, "Siapa yang bingung? Aku nggak bingung, kok.""Oh, nggak bingung? Wah, ternyata." Aku manggut-manggut."Ternyata apa maksud kamu?" Deva menatapku tak suka.Aku tersenyum sinis, "Ternyata sudah nggak punya hati nurani."Deva terlihat kaget. "Kamu...""Aku kenapa, Deva?"Wajahnya semakin terkejut saat aku memanggilnya tanpa embel-embel kata 'Mbak'. "Yah, kan jika kamu masih punya hati nurani, harusnya kamu merasa bersalah sudah menghancurkan rumah tangga orang lain. Orang baik kan pasti selalu merasa dirinya memiliki kesalahan.""Sudah aku katakan sama kamu
Read more

32. Makan Siang

"Iya, Ma. Kok bisa kebetulan gitu ya? Aku aja tadi kaget," ungkapku.Mama berkata, "Ya apa sih yang nggak mungkin di dunia ini itu, Ra? Lagian kota ini itu kan nggak terlalu besar juga jadi ya jangan heran kalau ternyata bisa kejadian seperti itu."Aku terdiam untuk beberapa saat sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan. Jujur saja, aku sangat ragu sekali datang. Entah sebagai gurunya Fadlan atau menemani Dimas."Terus kamu mau datang nggak, Ra?" tanya Mama.Aku menjawab dengan ragu-ragu, "Belum tahu, Ma.""Hm. Ya kalau kata Mama sih nggak apa-apa kalau kamu mau datang, lagi pula di sana kan acaranya acara keluarga jadi ya nggak masalah."Aku mengangguk dan kemudian setelah minumanku habis, aku segera kembali ke kamarku dan memejamkan mataku.Pagi harinya, aku sudah memutuskan jika aku tidak akan datang entah sebagai tamu undangan gurunya Fadlan ataupun menemani Dimas. Dan sebagai gantinya, aku bersedia untuk diajak makan siang sama Dimas besok harinya.Menurutku ini jauh lebih ba
Read more

33. Murid Baru

"Ah, maaf. Saya tadi sudah ada janji dengan..."Dimas melirikku, aku hanya memberi pria itu tatapan bingungku.Kemudian aku mendengar Dimas melanjutkan perkataannya, "Dengan calon istriku."Aku sontak melotot kaget tetapi saat aku melihat ke arah dokter cantik itu, ternyata dia lebih syok daripada aku."Maaf Dokter Ellen, saya permisi dulu," pamit Dimas tanpa peduli reaksi dokter itu. Dimas lalu menggandeng diriku menuju ke arah area parkir. Tetapi kami tidak bersentuhan karena dia menggandeng bagian luar bajuku bukan langsung telapak tanganku.Aku akui Dimas memang dari dulu tak pernah sekalipun mencoba untuk melakukan kontak fisik. Laki-laki itu padahal tidak terlihat terlalu agamis tetapi anehnya dia justru mengetahui batasan-batasan yang seharusnya memang ada.Saat kami sudah menjauh dari dokter wanita itu, aku segera saja memberondonginya dengan pertanyaan."Dim, itu rekan kerja kamu kan? Kamu kok malah bilang kayak gitu sih? Nanti kalau dia salah paham gimana?" ucapku sedikit kh
Read more

34. Senyumnya

"Lho, kok apa-apaan sih, Ra?" ucap Dimas masih sambil tersenyum menatapku.Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti lagi sama Dimas."Ya kamu tuh. Kenapa kamu nggak bilang kalau yang mau les itu kamu? Lagian buat apa juga kamu les? Kamu kan udah pinter bahasa Inggrisnya, Dim," ujarku sebal tanpa menoleh ke arahnya karena rasanya jengkel saja melihat wajahnya yang penuh senyum itu."Ya kalau aku bilang namanya bukan surprise dong. Ayolah, Ra. Aku memang udah tahu bahasa Inggris tapi kan aku nggak sepintar kamu. Aku maunya benar-benar bisa fasih jadi nanti aku nggak blepotan saat aku ngomong sama teman-teman aku yang dari luar negeri."Aku sedikit terkejut ketika aku mendengarnya."Kamu mau ke luar negeri?" tanyaku langsung."Nggak. Aku hanya punya teman dari luar. Jadi, gimana, Ra? Kamu mau tetap ngajarin aku kan?" ucapnya dengan wajah memelas terus ditambah senyum yang masih menghiasi wajah tampannya itu.Aku menghala napas karena sepertinya susah sekali menolak permintaan Dimas itu. O
Read more

35. Sepupu Gandhy

"Dim, kamu..." Aku tidak tahu bagaimana harus membalas ucapan Dimas tetapi dengan cepat Dimas menyalaku."Ah, maaf. Sepertinya dia tidak mengizinkan aku. Kalau begitu, aku pamit dulu ya. Dia lagi bosan sama menu di sini, jadi aku harus mengajaknya ke tempat lain. Sampai nanti di rumah sakit," pamit Dimas cepat.Lagi-lagi Dimas menggandengku dan mulai menuntunku berjalan ke luar dari cafe itu.Aku berusaha keras menahan diriku untuk tidak meledak di depan Dimas ataupun di depan semua orang yang saat ini aku yakin sekali masih sedang mengamatiku walaupun kami sudah berada di luar.Dan ketila kami sampai di area parkir, Dimas pun menyela lagi, "Biarkan motormu di sini dulunya. Kamu ikut aku Ra."Terpaksa aku naik ke dalam mobilnya Dimas. Karena ketika aku melirik ke arah ke dalam cafe itu, benar saja jika ternyata mereka masih menatap dengan tatapan penasaran ke arah kami. "Ke mana kita sekarang?" tanya Dimas."Taman. Taman dekat sana!" Aku menuju ke arah taman yang tak jauh dari tempa
Read more

36. Ayo ke KUA!

Alya membalas pesanku setelah beberapa menit setelahnya.'Nggak, Mbak. Aku yang ingin tahu kabar keponakanku saja.'Aku memutar bola mataku malas, "Menyebalkan."Aku mengetik balasan. 'Kalau gitu ya tengok dong, Mbak.'Dia memberi balasan dengan sebuah emoticon senyum. Aku tak menanggapinya. Namun, dia kembali mengetik balasan yang membuatku keheranan.'Mas Gandhy bilang dia nggak pernah lihat status Mbak lagi, katanya nomornya diblokir.'Aku tertawa saat membacanya. "Dasar gila!" ujarku kesal.Aku membalas lagi: 'Mbak, aku nggak pernah blokir dia ya. Aku hanya hapus nomor dia. Lagian buat apa aku simpan nomor dia? Orang dia itu nggak pernah tanya tentang anaknya, terus juga nggak pernah kasih nafkah sama anaknya kok. Dan ingat ya Mbak, aku nggak pernah halangi dia buat ketemu atau hubungin anaknya. Nomorku itu nggak ganti dan aku masih tinggal di rumah yang sama. Jadi, bukan aku yang memutus silahturahmi ya. Dia sendiri aja ya emang nggak niat.'Tak aku sangka, Alya kembali mengirim
Read more

37. Zara-nya Aku

Singkat cerita aku telah resmi berpacaran dengan Dimas. Aku mengizinkannya untuk berada di dekatku sebagai seorang kekasih meskipun jelas tetap ada jarak diantara kita.Aku dengan tegas memberi Dimas sebuah batasan yakni sebelum kami melangkah ke jenjang pernikahan, dia tidak boleh menyentuhku. "Tak masalah. Aku memang bukan orang suci yang langsung bisa menahan segalanya tetapi demi kamu, aku akan berusaha keras untuk menjadi orang yang lebih baik termasuk menjaga hasrat aku," ujarnya membuatku begitu lega mendengarnya."Tapi Dim. Boleh nggak sih aku tanya kamu kenapa kamu bisa suka sama aku?""Kenapa memangnya?" tanyanya masih sambil menatapku dengan mata cerahnya."Aku kadang masih heran saja sama kamu. Aku bukan wanita yang memiliki segalanya dan bahkan memiliki banyak sekali kekurangan. Selain itu, status aku juga... Aku pernah menikah, Dim. Dan aku juga bahkan sudah memiliki seorang anak. Kamu...""Aku hanya cinta kamu. Dan rasa cinta itu nggak memandang itu semua, Zara.""Tapi
Read more

38. Dokter Aneh

Tak pernah aku sangka, ternyata reaksi Mama malah terlihat biasa-biasa saja. Mama tidak terlalu kaget seolah seperti sudah menebak jika memang akan terjadi sesuatu antara aku dan Dimas. Namun, sesungguhnya aku pun juga berharap jika Mama memang bereaksi demikian sehingga aku tidak perlu merasa canggung atau resah. Sebelumnya aku memang sudah mengatakan jika aku belum tertarik untuk memiliki hubungan dengan pria manapun tetapi ternyata semuanya tak bisa aku juga. Aku memang belum jatuh cinta terhadap Dimas tetapi rasanya memang aku tidak bisa mengabaikan perasaannya begitu saja. Kemudian, di suatu siang di saat aku sedang menunggu kedatangan Dimas di sebuah taman seperti biasanya, aku dikejutkan dengan kedatangan seseorang. "Kau pasti sedang menunggu Dokter Dimas ya sekarang?" ucap Dokter Ellen tiba-tiba. Aku tentu saja terkejut karena melihatnya yang tiba-tiba saja muncul di sana. Kenapa dia bisa muncul di sana? Apa mungkin suatu kebetulan? Namun, kenapa aku harus sering sekali b
Read more

39. Fakta

Di malam harinya, aku masih berharap ada sebuah pemberitahuan dari Dimas yang muncul di ponselku tetapi nyatanya dia benar-benar tidak menghubungiku.Perasaanku mulai gelisah luar biasa. Aku mulai kembali berpikir jika mungkin aku memang belum siap untuk menjalin hubungan baru dengan pria lain walaupun itu Dimas yang sudah aku kenal cukup lama.Pasalnya, sebelumnya aku mengenalnya sebagai seorang teman tetapi saat ini setelah resmi menjalin sebuah hubungan asmara dengannya, aku malah merasa tak nyaman. Pandanganku berubah. Aku hanya takut nanti jika hubunganku malah semakin berjalan tak lancar dengannya.Dan benar saja perasaanku terasa seperti digantung bahkan hingga di keesokan harinya karena Dimas belum juga menghubungiku. Perasaanku jadi tak menentu dibuatnya tetapi aku enggan untuk menghubunginya terlebih dulu."Kamu ngapain dari tadi melirik ponsel terus?" Mama bertanya padaku dengan intonasi yang terdengar heran."Nggak, Ma. Oh iya, hari ini Zara ada jadwal dobel jadi sampai ja
Read more

40. Kamu Nggak Bohong?

"Cuti?" tanyaku bingung pada petugas itu."Ya.""Berapa lama cutinya, Mbak?" tanyaku lagi."Wah, mohon maaf. Saya kurang tahu. Di sini tidak tercantum jelas sampai kapan," jawabnya.Aku mengerutkan dahiku bingung. Mana mungkin begitu? Bukankah semua jadwal dokter itu ada jelas di sana dan sudah pasti waktu cuti pun akan terdaftar di sana kan? Apa memang jangan-jangan Dimas sendiri yang sudah berpesan pada orang-orang agar tidak memberitahu tentang cutinya tersebut? Sungguh, aku semakin bingung dan tak mengerti sekarang ini."Ya sudah, Mbak. Terima kasih atas infonya," ucapku kemudian."Baik, Mbak," sahut petugas itu.Setelah itu, aku semakin tidak bisa berpikir jernih mengenai pria itu. Rasanya aku menjadi orang yang cukup bodoh karena tidak mengetahui apapun mengenai dirinya. Padahal dia mengetahui beberapa hal tentang aku dan dia pun juga selalu bertanya mengenai apapun termasuk hal-hal remeh seperti makanan dan minuman yang aku suka dan tidak aku suka.Apakah selama ini aku ter
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status