All Chapters of Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat: Chapter 61 - Chapter 70
140 Chapters
#60 Jalur Hidup
Olin mencengkeram sprei erat-erat, bersamaan dengan entakan kuat dari tubuh di atasnya. Napasnya memburu, tubuhnya berkeringat. Sudah beberapa kali ia melalui aktivitas malam bersama pria misterius itu. Meski pria itu bukan yang pertama dan entah yang ke berapa, tetapi ada sesuatu yang berbeda dirasakannya, seolah pria itu pria pertamanya. Jantung Olin berdebar kencang oleh hal-hal yang menurutnya biasa. Seperti setiap kali ia menunggu kehadiran lelaki itu di apartemennya, ketika ia berdiri di depan apartemen pria itu menunggu pintu dibuka, atau di saat seperti ini—ketika mereka melakukan penyatuan. “The last, kan?” tanya Olin padanya. Olin dapat merasakan pria itu mengangguk di ceruk lehernya sebelum beranjak pindah ke sisi sebelahnya, merengkuhnya erat dalam tubuh polos mereka di bawah selimut. Semua itu membuat perasaannya seperti musim semi, cerah dan hangat. Olin tak tahu kata apa yang benar-benar tepat untuk menggambarkan keseluruhan perasaannya. Tapi, anehnya dia benar-benar
Read more
#61 Balikan
“Astaga! Ngapain kamu di sini lagi?!” Hampir saja Cantika terjungkang jatuh dari tangga, kalau Ben tidak menahan punggungnya. Di saat yang bersamaan, orang itulah yang menjadi penyebabnya nyaris terjatuh. “Kamar Byan bocor, remember?” ujar Ben tersenyum, masih sambil menahan tubuh Cantika. Berada dalam jarak sedekat itu membangkitkan beberapa indranya. Apalagi saat aroma manis yang lembut dari rambut Cantika berhasil menggoda indra penciuman Ben. “Oh ....” “Kamu dari mana?” tanya Ben memerhatikan Cantika berpakaian santai. Kaus putih polos dan rok jins warna salem pendek di atas lutut. “Antar anak-anak les.” Keduanya sempat hanyut dalam pikiran masing-masing barang beberapa detik. Hingga Cantika menyadari posisi mereka belum berubah. “Permisi, aku mau lewat.” Tetapi Ben belum juga melepaskannya. Memerhatikan Cantika dengan pandangan yang sulit diartikan. “Lepasin, dong.” Cantika kira, Ben hendak pergi ketika mereka berpapasan di tangga. Tetapi lelaki itu malah kembali naik. Dan
Read more
#62 Another Heart Beat
“Mik, coba cium aku.” “Hah?!” Miko yang sedang minum nyaris saja tersedak. Pria itu jelas kaget dengan ucapan perempuan cantik yang duduk di sebelahnya. Namun, bukan Miko namanya kalau tidak bisa tetap bersikap tenang. “Cewek sableng!” Sedangkan Olin memukul kepala Cantika dengan gulungan flyer. “Kesambet apa lo?” semburnya. Ketiga orang itu berada dalam ruangan Olin seperti biasa. Yang satu menghabiskan waktu sepulang kerja, dan yang satu lagi sedang numpang melamun. Keduanya setia mengacau di studio Olin. Sambil bertopang dagu, Cantika menyahut tanpa beban, “Pengin tau rasanya dicium Miko, bisa hilang akal nggak?” Tampang Olin sudah meringis ngeri sekaligus geli mendengar teman bodohnya itu. “Nggak usah nunggu dicium Miko. Sekarang aja kewarasan lo udah ilang, Mimi Peri!” gerutu Olin bak ibu-ibu mengomeli anaknya. “Ini anak kapan gedenya, sih? Fisik aja yang dewasa, otak nggak tumbuh kembang.” “Jangan dong, masa otak gue numbuh kembang? Nanti jadi ladang bunga,” balas Cantika s
Read more
#63 Pay Me
Lady killer, sepertinya sebutan itu benar-benar cocok untuk Ben. Hanya dengan sedikit kalimat dan beberapa perlakuan, Cantika yang biasanya tidak peduli menjadi luluh seketika. Setelah dipikir lagi, kenapa dia begitu mudah menerima lelaki itu kembali? Jangan-jangan Cantika kena pelet? Duh, mikir apa sih?! batinnya mengetuk-ngetukkan pulpen ke kepala. Tidak boleh. Dia tidak boleh segampang ini terbujuk rayuan Ben. Cantika pun mengambil ponselnya, mengetik pesan singkat untuk lelaki itu. Kiara C: Kamu kapan ada waktu? Kiara C: Aku mau ketemu Pokoknya Cantika sudah bertekad akan putus. Dia akan bilang pada Ben bahwa apa yang terjadi kemarin hanyalah sebuah kesalahan. Dia terbawa suasana dan dalam keadaan tersudut hingga tanpa sadar menerima ajakan balikan dari lelaki itu. Di dalam kelas, Cantika mengepalkan tangan penuh keyakinan bahwa setelah Ben membalas pesannya nanti, dia akan menemui lelaki itu dan mengakhiri semuanya. *** “Lo udah kebayang mau bikin desain kayak apa?” tanya
Read more
#64 Pesan
Setelah selesai makan siang, Ben benar-benar membawa Cantika berkeliling. Mengajaknya ke Sequis Center, Alamanda Tower, Sampoerna Strategic Square, dan terakhir masih seputar mengamati arsitektur; Ben mengarahkan mobilnya ke pusat perbelanjaan yang berada di bilangan Sudirman. “Pacific Place?” tanya Cantika dengan alis berkerut. “Yup.” Ben turun dari mobil, membukakan pintu untuk Cantika. “Apa kamu tau, mal ini pernah meraih Awards untuk kategori Efficient Building?” Cantika menggelengkan kepalanya. Dia sama sekali tidak tahu soal ini. Apakah dia melewatkan sesuatu di kelas? Atau memang hal ini tidak pernah dibahas oleh dosennya? “Biarpun kelihatan mewah, mal ini menerapkan beberapa program peduli lingkungan; seperti recycle, readjust, replacing, and reschecule,” jelas Ben menggandeng tangan wanita di sebelahnya. “Aku baru tau. Aku jarang ke sini karena mahal.” Mendengar ucapan Cantika, Ben terkekeh. Semahal-mahalnya, pakaian dan tas tangan yang melekat pada gadis itu masih beras
Read more
#65 Menjadi Dewasa
“Pi—maksudnya Pak Bayu, apa nggak pa-pa Olin ikut? Nanti kalau tiba-tiba ketemu kenalan Pak Bayu gimana?” tanya Olin ketika menemui Bayu di area lapangan golf. Bayu tersenyum mendengkus. “Tenang aja sayang, hari ini cuma ada kami di lapangan golf ini.” “Kami?” “Iya, teman-teman saya,” ucap Bayu. Tatapannya meneliti penampilan Olin dari atas sampai bawah, kemudian meletakkan tangannya di pundak Olin. “Nggak percuma saya minta kamu datang. Saya suka baju kamu hari ini.” Tank top putih dan rok senada di atas lutut yang kontras dengan warna kulit Olin seolah mengumbar daya tarik wanita itu. Dia amat percaya diri dalam memilih pakaian dan senang menonjolkan kelebihan yang dimilikinya. Meski tidak terlalu tinggi, tidak berkulit putih, tapi Olin memiliki pesonanya sendiri. “Oh ya? Berarti pilihan Olin tepat, dong. Olin udah nebak, ini pasti sesuai selera Papi,” kata Olin, melepaskan satu tangan Bayu dari pundaknya dan menggenggamnya. “Kamu tau, senyum manis kamu itu bahaya?” “Kenapa?”
Read more
#66 Menantu
Cantika bersandar di dinding tanpa bicara, sesekali melirik ibunya yang sibuk di dapur menuangkan makanan ke piring. Perasaannya tidak nyaman, tapi juga belum berani bicara. Sampai Arita menyadari tingkah aneh anak perempuannya. “Kenapa?” tanya wanita itu datar. “Kamu mau ngomong apa?” “Huh?” Cantika agak terperanjat mendengarnya. “Itu ... apa belakangan om Dany bertengkar sama tante Grace?” Arita membawa piringnya yang sudah terisi makanan, duduk lesehan di lantai karena mereka tak memiliki meja makan di rumah. “Kamu yang tinggal di sana, harusnya kamu lebih tau.” Memang benar apa yang dikatakan ibunya, tapi selama Cantika di rumah tante Grace, dia jarang melihat interaksi keduanya. Siang hari Dany bekerja, Grace juga lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama teman-teman arisannya atau entah ke mana. Malam hari, pamannya pulang larut. Kadang juga tidak pulang saat Cantika ada di sana. Atau sebenarnya Dany pulang, tapi Cantika tidak melihatnya? Entahlah. Sekali-kalinya Canti
Read more
#67 Sia-sia
Usai curhat pada Miko mengenai masalahnya kemarin, Cantika memutuskan menemui Olin dan bertanya secara langsung. Benar, orang yang diajak bertukar pikiran mengenai masalah om Dany adalah Miko. Orang terdekatnya, tapi juga tak cukup dekat untuk saling menyelami satu sama lain. Miko sebagai pihak yang sama sekali tidak mengenal keluarganya dan tidak punya masalah terkait orang ketiga, dianggap Cantika sebagai orang yang paling tepat untuk menumpahkan cerita. Hasilnya, Cantika jadi lebih lega setelah bercerita pada Miko. Perutnya yang malam itu melilit sakit sakit karena terlalu banyak pikiran, membaik. “Lin, lo yakin?” Sudah kesekian kalinya Cantika bertanya sampai ia bisa melihat raut muak Olin. “Delapan puluh lima persen,” kata Olin akhirnya. “Tapi buktinya?” “Emang lo mau apa?” “Mau kasih tau nyokab gue, biar negur adiknya. Kasian ‘kan tante Grace. Apalagi om gue punya tiga anak, Lin.” Kadang Olin sakit kepala dengan tingkah lugu Cantika yang keras kepala. Perkara ini bukan se
Read more
#68 Langit Menangis
Sejak terakhir kali pergi untuk melihat-lihat bangunan, Ben belum bertemu lagi dengan Cantika sampai hari ini. Gadis itu juga membalas pesan singkat-singkat, tidak mengangkat telepon dengan alasan tak sadar ada panggilan masuk karena sibuk, tidak juga lari pagi sejak mereka putus waktu itu. Jujur saja Ben cukup kesulitan menghadapi mood gadis remaja yang baru beranjak dewasa itu. Apa ada yang salah dengan dirinya? Atau gadis itu sedang merajuk karena Ben belum sempat membantu tugasnya lagi? Saat tiba di rumah dan tidak melakukan apa-apa, Ben jadi kepikiran oleh gadis itu. Siapa yang menyangka, tiba-tiba Cantika mengirimkan pesan, bertanya apakah Ben ada di rumah malam ini. Ben menjawab pesan itu cepat setelah membacanya. Ben: Aku di rumah Ben: Wassup, babe? Kiara C: Boleh aku ke rumah kamu sekarang? Ben: Sure! Ben: Mau dijemput? Kiara C: Ga usah Ben tidak bisa menyembunyikan rasa senang sekaligus rasa khawatirnya sebab ini kejadian langka; Cantika yang lebih dulu datang ke rum
Read more
#69 Pembuktian
Intensitas air yang menetes ke lengannya semakin cepat seperti saling berlomba. Ben membiarkan Cantika menangis tanpa suara. Membalik tubuh gadis itu menghadapnya. Kedua telapak tangan Ben menangkup pipinya, sedang ibu jari Ben mengusap sudut mata Cantika yang basah. “You will be alright,” bisik Ben menundukkan kepala, agar tepat menatap wajah Cantika. Dikecupnya bagian bawah dahi gadis itu, di antara sepasang alis Cantika yang terbentuk rapi. Jujur saja, sejak tadi Ben mempertanyakan eksistensi gadis di hadapannya. Bagaimana bisa seorang perempuan yang menangis tetap tampak secantik ini di matanya? Padahal Ben sangat benci melihat wanita menangis. Dia akan berusaha sebisa mungkin berada dalam radius seratus meter dari perempuan yang mengeluarkan air mata. Selain merepotkan, baginya itu memuakkan. Tidak berlaku dengan Cantika, sisi lemahnya seolah membuat Ben turut merasakan kesedihannya, kecemasannya. Tanpa sadar membuat Ben bertekad dalam hati untuk menghibur gadis itu. Tak pernah
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status