All Chapters of PEMBANTU NAIK KELAS: Chapter 31 - Chapter 40

82 Chapters

Bab 31. Di mana-mana Ada Zeega

Pertanyaan yang masuk ke telinga Rere barusan membuat syok.“Maksudnya? Siapa yang jalan sama Zeega?” bantah Rere.“Tunggu, Mas, aku bisa jelaskan.” Zeega ikut angkat bicara.Namun, belum sempat Zeega menjelaskan, Freza sudah menarik Rere ke sisinya dan memberikan tatapan tajam ke rival di hadapannya.“Aduh, Mas, sakit.” Rere meringis kesakitan.“Mas, kasian Rere. Lepaskan!” Tubuh Zeega mendekat, tetapi langsung dihalangi oleh Freza.Merasa kasihan dengan istrinya, Freza pun melonggarkan pegangannya, tetapi tidak melepaskan tangannya dari Rere.“Kamu jangan ikut campur. Kenapa, sih, kamu itu selalu saja mendekati Rere? Selalu muncul di mana-mana.”“Aku tidak ikut campur. Dan kebetulan saja aku bertemu Rere, bukan mengejar-ngejar dia. Jangan salah paham,” ujar Zeega membela diri.Terlihat ada keributan di bagian dalam supermarket, seorang satpam mendekati mereka.“Sudah, sudah. Itu ada Satpam ke sini. Kecilkan suara kalian,” pinta Rere.Namun, meskipun mereka meredam suara, Satpam itu
Read more

Bab 32. Dunia yang Begitu Sempit

Rere teringat pesan ibunya dulu. Seberapa pun tingginya karir seorang wanita di luar rumah. Atau semarah apa pun seorang wanita terhadap suaminya. Suami itu tetap harus dihormati.Walaupun susah, sebisa mungkin kita menunjukkan rasa hormat kita terhadap imam kita itu.Jadilah seorang istri yang mampu menjadi penyejuk bagi suaminya.Jadilah istri yang sekaligus bisa dijadikan teman dan sahabat.Bukan karena wanita itu lemah, melainkan semua itu menunjukkan betapa mulianya seorang istri.Tidak ada kesuksesan seorang lelaki beristri, tanpa dukungan yang kuat dari istrinya.Doa dan kekuatan seorang istri yang kadang tidak terlihat mata pun mampu menjadi senjata bagi kemuliaan keluarganya. Bagi kebahagiaan dan kutuhan rumah tangganya.Selain itu, hanya doa yang mampu menggerakkan hati seorang suami yang keras. Hanya doa yang mampu melunakkan perasaannya.Rere beranjak dari sofa, menuju tepi tempat tidur di mana Freza berada.Dengan bertumpu pada kedua lutunya, Rere berada dekat dengan kaki
Read more

Bab 33. Sahabat Kecil

Di ruangan gelap itu, manik mata biru Sesil terlihat paling terang. Pipinya basah karena air mata yang tak mampu terbendung.Barang-barang di kamarnya sudah berhamburan di atas lantai.Tubuh rampingnya terduduk di atas karpet kamarnya. Tubuhnya bergetar hebat. Rambutnya terurai berantakan.“Sesil, kamu kenapa? Bilang sama Kakak.”Kevin duduk di atas karpet, di sebelah adiknya.Azra berjalan dari pintu dengan perlahan. Tangannya menutup mulutnya untuk menahan suara isakannya. Dia harus kuat, agar mampu mendukung putrinya.“Sesil, Sayang. Ini Mama, Nak. Sesil mau apa?”Pertanyaan Azra barusan tidak mendapat tanggapan dari Sesil. Gadis cantik itu terus terisak dan mengeluarkan air mata.Tubuh kuat Kevin berusaha mengangkat Sesil untuk membantunya duduk di tempat tidur. Sedangkan Azra, dengan perasaan yang masih terpukul, mengikuti Sesil ke tempat tidur.Dipeluknya putri kecilnya itu. Membiarkan Sesil menangis di bahunya.Segera Kevin nyalakan lampu kamar adiknya, agar kemuraman itu berla
Read more

Bab 34. Hukuman untuk Rere

“Dari mana, Mbak Rere? Saya pulang, tapi Mbak nggak ada. Fika juga di rumah sendirian,” ucap Gina dari ruang makan.Seperti tebakan Rere, pasti majikannya sudah pulang saat dia kembali. Mau tidak mau, dia harus menghadapi kondisi ini.“Maaf, Bu, tadi mendadak saya diminta saudara saya untuk membantu dia. Dia mengalami kesulitan,” kata Rere menjelaskan.“Siapa, sih, saudara Mbak? Jangan bohong. Jangan-jangan kamu ini pacaran, ya? Sampai-sampai kabur saat kerja.” Bram ikut berbicara.“Dan belum siap juga makan malamnya waktu saya pulang. Gimana, sih, Mbak? Nggak bisa, dong, kayak gitu.” Gina tampak kesal dengan pembantunya.Yang dikatakan majikannya tidaklah salah. Memang Rere yang salah.Tanpa izin terlebih dahulu, dia pergi di jam kerja. Selain itu, dia pun meninggalkan majikan kecilnya sendiri di rumah. Bahkan, dia belum menyiapkan makan malam.Hati kecil Rere sudah pasrah. Apa pun yang diputuskan majikannya, dia akan terima.“Maaf, Pak, Bu. Saya memang salah. Saya tidak punya alasan
Read more

Bab 35. Obsesi

Ruang keluarga milik keluarga Gautama bergaya timur tengah. Ornamen-ornamen di situ bernuansa warna emas dan cokelat. “Fre, kamu mau makan malam? Mungkin kamu lapar,” tanya Sesil dengan terus memamerkan senyuman.Sebenarnya Freza lapar, tetapi dia malas makan bersama Sesil. Ah, sepertinya makan lebih baik daripada meladeni Sesil bicara tanpa ada aktivitas lain.“Bolehlah, aku memang lapar.”Sesil menarik tangan Freza untuk menuju ruang makan.Sembari lelaki itu duduk di kursi makan, Sesil segera menuju dapur untuk meminta asisten rumah tangganya menyiapkan makanan.Bagaimana perasaan Sesil, semuanya tergambar dari bahasa tubuh serta raut wajahnya. Senyum pun tidak pudar dari bibirnya.Banyak hal yang Sesil ceritakan ke Freza, meskipun tanggapan yang diberikan hanya kata ‘Oh!’, ‘Iya’, atau ‘Enggak’.Siapa pun yang melihat, pasti akan tahu jika Freza tidak tertarik sama sekali dengan obrolan itu.Jika dia bisa memutar waktu, dia akan memutar waktu lebih cepat.Tidak tahu mengapa, waktu
Read more

Bab 36. Majikan Istriku

Pagi-pagi sekali, Rere sudah sibuk menyiapkan sarapan serta bekal kue untuk Fika.Karena Gina harus pergi bekerja di hari Sabtu, menyelesaikan proyeknya, maka Bram akan membawa Fika pergi ke mall.Sudah lama sekali gadis kecil itu tidak bermain di playground.Tidak seperti biasanya, Fika pun sudah bangun saat fajar baru memancarkan berkas sinarnya.Merasa bosan di kamar, dia mengikuti Rere melakukan ini dan itu, sambil bercerita banyak hal.Sesekali mereka berbicara dalam bahasa Inggris. Hingga Bram dan Gina mendengar percakapan mereka, saat keduanya baru saja duduk mengitari meja makan.“Fika mgomong bahasa Inggris sama siapa?” tanya Bram menoleh ke kanan dan kiri.Hanya ada suara Fika, tetapi tubuh mungilnya tidak terlihat.“Mungkin sama Mbak Rere. Kata Fika, dia suka diajak belajar bareng sama Mbak Rere. Langsung ngobrol gitu, biar cepet bisa, katanya,” jawab Gina santai.Bram hanya menganggukkan kepala, dengan wajah sedikit tidak percaya.Wanita itu menyendok nasi goreng ke mulutn
Read more

Bab 37. Mall Blits Star

Playground belum terlalu ramai saat Fika, Rere dan Bram tiba di dalam mall.Ada satu-dua anak-anak saja yang sudah bermain di dalamnya. Setelah membeli tiket, Fika pun masuk ke dalam arena dengan ditemani Rere.Sementara, Bram memilih untuk pergi ke tempat lain. Dia meminta Rere untuk menghubunginya saat Fika sudah bosan bermain.“Hati-hati Mbak Fika!” Sesekali Rere mengingatkan majikan kecilnya.Gadis kecil itu berlarian di atas karpet warna-warni, menaiki seluncuran, mengendarai mobil-mobilan, masuk ke rumah-rumahan, dan permainan lainnya.Dalam beberapa kesempatan, Fika bermain bersama gadis kecil lain yang baru dia temui di situ.Begitulah anak-anak, cepat akrab dengan anak kecil lainnya.Sambil menunggu, Rere coba menghubungi Freza. Kebetulan hari Sabtu, seharusnya Freza sedang libur kerja.Beberapa kali dicoba, hasilnya tetap sama, nomor Freza tidak aktif. Mungkin Mas Freza masih tidur, pikir Rere.Dia pun meletakkan ponselnya kembali ke dalam tas.Begitu senangnya Fika, hingga
Read more

Bab 38. Takdir yang Rumit

Saat membaca pesan ibunya, Freza baru menyadari ada panggilan masuk dari istrinya.Dia coba untuk menelepon balik, tetapi tidak diangkat.Sebuah pesan singkat dia kirimkan ke Rere, berharap nanti dibaca oleh istrinya saat sudah tidak sibuk.[Sayang, lagi apa? Maaf, tadi aku lagi kerja.Aku lembur.]Pesannya terkirim, tetapi belum dibaca oleh penerimanya.“Merlyn, kamu boleh pergi, atau istirahat pulang. Saya mau ambil barang dulu ke orang. Kamu nggak perlu ikut.”“Baik, Tuan Muda,” Merlyn membungkuk lalu pergi ke luar ruang rapat.Di dalam ruangan, peserta rapat yang lain masih belum terlihat bersiap-siap untuk pulang.Mereka masih sibuk berdiskusi, atau berkutat dengan laptop.“Kita ketemu lagi hari Senin. Saya duluan.” Freza bangkit dari duduknya, bersiap pergi.“Baik, Pak,” jawab mereka bersamaan.Direktur muda itu melangkah keluar meninggalkan ruang rapat.***“Sudah kenyang, Fika? Mau nambah apa?” tanya Bram melihat putrinya sudah berhenti makan.Fika menggeleng, pertanda sudah t
Read more

Bab 39. Hening yang Berharga

“Kenapa, Fre?” tanya Sesil ingin tahu saat tubuh Freza mematung di tempat.Tidak ada respon dari lawan bicaranya.Mendengar suara wanita tidak jauh dari tempatnya, Rere mendongak untuk melihat siapa yang berbicara.Mendapati sosok yang sangat dia kenal, Rere bangkit dari jongkoknya setelah membersihkan mulut Fika. Tubuhnya seketika membeku.Di sebelahnya, Zeega hanya bisa ikut berdiam diri. Situasi yang tidak pernah lelaki itu bayangkan.Selama ini, hanya Freza yang selalu datang tiba-tiba saat dia bersama Rere. Namun, kali ini berbeda.Ada sosok lainnya yang ikut muncul. Seorang wanita bergaun merah, yang pernah mengaku sebagai tunangan Freza saat berada di toko kuenya tempo hari, berdiri di sebelah Freza.Kali ini, Rere menyaksikan sendiri cerita Zeega sebelumnya.Lengan Sesil masih tertaut di tangan Freza. Semuanya mampu tertangkap mata Rere secara langsung.“Mbak, kenapa? Lihat apa?” Fika menggoyangkan tubuh Rere yang terdiam di sebelahnya.Suara gadis kecil itu mampu membuyarkan
Read more

Bab 40. Fakta yang Mencengangkan

Tanpa melewatkan kesempatan, Zeega segera mendaratkan pantatnya dikursi kosong, berhadapan dengan Merlyn.“Saya suka cara Anda mendeskripsikan awan mendung itu. Selama ini, banyak orang mengatakan langit tampak sedih dan muram.”“Itulah kita, selalu memandang dengan cara yang negatif. Padahal ada banyak alasan untuk memandang secara positif.”“Maksudnya?” Zeega semakin tertarik kali ini.“Misal kesendirian. Bagi saya, itu adalah anugerah. Salah satu cara saya menikmati hidup, dengan bahagia tentu.”Tangan Merlyn mengangkat cangkir hot chocolatenya, lalu menyesapnya sesaat.Dijatuhkannya pandangan ke arah Freza.“Tapi, banyak orang mengira orang sendiri itu tertutup, tidak mau membuka diri, atau sedang sedih, atau tidak punya teman. Dan anggapan-anggapan negatif lainnya,” lanjut Merlyn.“Artinya, tidak semua yang nampak menyedihkan itu perlu dikasihani, begitu? Karena mereka sebenarnya bahagia,” tanya Zeega.“Begitulah. Sehingga kita akan terbiasa memandang sesuatu dengan cara lebih ba
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status