Home / Romansa / Istri Nakal Mas Petani / Chapter 221 - Chapter 230

All Chapters of Istri Nakal Mas Petani: Chapter 221 - Chapter 230

281 Chapters

221. Review Pak Gagah

Gagah Sahari adalah anak sulung dari empat bersaudara laki-laki yang tetap bersikeras tinggal di desa kelahirannya. Dua saudara laki-lakinya meninggal semasa kanak-kanak karena masalah gizi buruk. Seorangnya lagi pergi mencari peruntungan dengan meninggalkan Desa Girilayang karena mengikuti program transmigrasi ke Kalimantan. Sampai sekarang, adik Pak Gagah tersebut masih berada di Kalimantan dan hidup bersama anak cucunya.Alasan Satria saat itu adalah, “Aku enggak mau hidup dan mati di desa pedalaman dan tertinggal seperti ini. Aku harus bisa mengubah nasib keluarga. Kalau aku sudah berhasil nanti, aku pasti kembali ke Girilayang.”Nyatanya, Satria tak pernah kembali. Bahkan sampai kedua orang tuanya meninggal dunia.Sedangkan Pak Gagah? Tetap tinggal di Desa Girilayang merawat kedua orang tuanya hingga melewati masa tua bersama dengan mengelola peninggalan keluarga dan melewati berbagai ujian, cobaan, dan keberkahan dalam keyakinannya membangun tanah kelahiran.Nama Gagah Sahari s
last updateLast Updated : 2023-02-20
Read more

222. Obrolan Alot

“Mau ngapain, Bu? Nanti Pak Wira nungguin Ibu kalau lama sampai di Balai Desa.” Asmari mulai khawatir dengan antusiasme Sully mencondongkan tubuh ke depan dan menunjuk sepeda motor yang berjalan asal ke sana kemari di depan mobil mereka.“Saya cuma mau ngobrol dengan dua Miss Girilayang itu. Jangan khawatir saya bakal ribut karena segala keributan itu tergantung situasi. Saya juga khawatir kenapa-napa. Kan, saya sedang hamil.” Sully mengerling Asmari. Setidaknya ia harus meyakinkan pria itu agar mobil bisa menepi secepatnya.Sepertinya Asmari yakin dengan hal yang dikatakan Sully karena tak lama kemudian mobil melaju lebih cepat mendahului sepeda motor yang dikendarai Sekar dan Ratna, hingga berhenti di depannya.“Udah…udah. Berhenti di sini. Bapak enggak perlu turun, ya. Cukup videokan aja kalau ada apa-apa. Atau sebagai barang bukti buat Pak Wira kalau nanya panjang lebar. Saya juga enggak mau kalau Pak Asmari kena omel Pak Wira.” Sambil bicara, Sully sibuk mengeluarkan payung kecil
last updateLast Updated : 2023-02-21
Read more

223. Sully Mengadu

Semua perkataan Sekar sebenarnya adalah akumulasi yang diucapkan sepotong-sepotong saat terakhir kali ia beradu mulut dan Sully sudah mulai terbiasa mendengarnya kecuali satu hal. Soal mertua judes dan ia perlu menahankan diri untuk itu. Ia merasa perlu meluruskan sesuatu. “Sampai kapan kamu mau begini? Terus menjadi provokator biar aku emosi dan menghajar kamu?” Sully menebak kalau Sekar baru saja bertanya soal penghitungan suara hasil pemilihan. Dan jawabannya sama dengan yang baru saja ia terima. Penghitungan suara belum selesai tapi nama Bagus Prawira memimpin sampai dengan detik pesan dari Asmari sampai ke ponselnya. “Aku enggak mau ribut.” Setidaknya aku tidak mau terpancing duluan, sambung Sully dalam hati. “Aku dan Ratna punya mulut. Kamu juga punya mulut. Kita enggak bisa larang-larang apa yang mau dikatakan orang lain.” Sekar mencebik. “Oh, oke …,” sahut Sully. “Mertuaku judes ya sama kamu? Kamu yang sabar ya …. Mertuaku enggak punya cita-cita ganti menantu. Soal urusanku
last updateLast Updated : 2023-02-21
Read more

224. Berbalas Ucapan

Sully memang bukan berasal dari keluarga kaya raya yang kehidupannya serba berlimpah. Pak Anwar; ayahnya juga bukan tipe laki-laki yang bisa bermanis mulut kepada mereka penghuni rumah yang kesemuanya wanita. Pak Anwar menjadi yang paling tegas. Bahkan kadang terlalu tegas sampai-sampai mau menghajar anaknya yang melampaui batas wajar sebagai seorang anak perempuan.Bahkan ia sendiri terkadang merasa kalau ayahnya sering menganggap ia sebagai anak laki-laki karena didikan yang tidak pandang bulu itu. Walau kadang menangis usai merasa ayahnya terlalu tega dan kejam, pada akhirnya Sully menerima karena sadar diri dengan kelakuannya.Dengan posisi sebagai pria satu-satunya di rumah, Sully merasa ayahnya terlalu kaku. Mereka jarang terlibat pembicaraan. Tapi, ayahnya yang merupakan salah satu pemuka agama yang lumayan terpandang pernah berkata padanya, “Setiap orang punya resep masing masing dalam hidupnya. Tak tahu apa resep orang sama dengan resep kita. Kita tak bisa memaksakan resep ki
last updateLast Updated : 2023-02-22
Read more

225. Peringatan Pak Gagah

Tiga orang yang tengah berdiri berdekatan dan bicara hampir dalam bisikan tak pernah mengira bahwa Pak Gagah akan tiba di dekat mereka. Ajeng terlihat yang paling terkejut.“Bapak,” ucap Ajeng seraya mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Pak Gagah memandang Sutrisno dengan wajah kaku dan tak ramah. “Tris … kalau kamu enggak mau mengantar istrimu sampai ke Balai Desa, tinggalkan di sini. Bapak masih bisa boncengin Ajeng ke sana. Atau Ajeng juga bisa sama Sulis. Kalau kamu mau mengantar istrimu, Bapak enggak mau dengar kamu marah-marahin Ajeng. Nanti kita bicara di rumah. Sekarang mau ngurus Sulis lebih dulu.” Pak Gagah tak berlama-lama memandang wajah Ajeng dan Sutrisno. Wajahnya yang memang tak pernah ramah, semakin terlihat kaku.Beberapa detik Sutrisno terdiam. Merasa tak mungkin berlama-lama di tempat itu, ia berkata pada Ajeng. “Biar aku antar,” kata Sutrisno. Pak Gagah hanya mengerling sebentar sebelum memandang Sully.“Aku mau lihat Bapak ngomong sama Sekar dan Ratna. Sekalian
last updateLast Updated : 2023-02-23
Read more

226. Tawaran Sederhana

“Tuh, dengar dengan jelas.” Sully mendengkus dengan puas usai Pak Gagah bicara. “Kalau Bapak ngomong gini, aku bisa bantu ngomong ke Mas Wira buat mewujudkan rencana Bapak barusan. Bye … bye Desa Girilayang …,” ucap Sully dengan raut yang dibuatnya sungguh-sungguh.Di kejauhan, Ajeng dan Sutrisno beriringan menuju sepeda motor. Setelah Ajeng mendengar pembelaan bapaknya pada Sully, ia mencolek lengan suaminya. “Sudah dengar apa yang dibilang Bapak barusan? Mas terus-terusan ngomong kalau Sulis menantu kesayangan. Harusnya Mas Tris mikir kalau Bapak enggak sayang Mas Tris sebagai menantunya, mungkin sudah lama Mas Tris enggak tinggal di desa ini lagi. Bapak bisa buat hal itu kalau mau. Sekarang pun kita belum tahu Bapak bakal ngomong apa ke kita. Terutama ke Mas. Aku mau ketemu Bagus dulu, Mas. Adik kandungku yang ganteng itu terpilih jadi Kepala Desa.”Sutrisno tidak menimpali apa-apa lagi. Hanya pergi menyalakan sepeda motornya dan berlalu dari keramaian itu untuk mengantarkan Ajeng
last updateLast Updated : 2023-02-26
Read more

227. Harus Makan Itu

Sully duduk rapi tak jauh dari Wira yang sedang mengobrol bersama Saptono, Pak Mangun, Hendro, Kepala Desa sebelumnya, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Keuangan dan tiga orang lagi yang merupakan Kepala Dusun. Meski menyibukkan diri dengan ponselnya, Sully mencuri dengar hal yang dibahas oleh orang-orang yang ke semuanya pria itu. Memang bukan obrolan berat. Hanya membahas kilasan-kilasan program desa yang belum terlaksana dan harapan pejabat desa untuk Desa Girilayang ke depannya. “Kamu jangan sampai terintimidasi dalam pemilihan dan pengangkatan perangkat desa lainnya. Harus punya integritas yang tinggi sebagai Kepala Desa. Jangan mau disuap sama orang yang gila jabatan.” Nasehat Kepala Desa sebelumnya itu membuat Saptono mendengkus sangat keras di sebelah Wira yang mengangguk sopan. Sully sampai menoleh karena setelah mendengkus, Saptono terbatuk-batuk. “Semoga Bagus enggak ada kesulitan dalam hal prakteknya ya, Pak.” Saptono ikut menimpali. “Jangan lupa Bapak dan rekan-rekan yang
last updateLast Updated : 2023-02-26
Read more

228. Di Sela-sela Pengakuan

“Kenapa dengan Sutrisno? Mbak Ajeng bertengkar dengan suaminya? Dipukul?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Wira. Tak sempat berpikir kalau Pak Gagah pasti semakin sedih karena pertanyaannya barusan semakin membenarkan semua hal yang sedang berkecamuk di benak pria tua itu. “Ajeng dipukul sama Sutrisno, tapi kamu enggak cerita ke Bapak. Kamu kira dengan balas mukul Sutrisno bakal bikin sikapnya jadi lebih baik lagi ke Ajeng?” Pak Gagah menatap Wira dengan sorot muram. “Sulis juga tahu Ajeng dipukul. Tapi Bapak enggak menyalahkan Sulis yang enggak ngomong karena dia pasti enggak mau ikut mencampuri. Malam nanti kita semua bicara.” “Aku enggak tahu apa yang Bapak pikirkan, tapi—” “Bapak capek. Malam nanti kita bicara lagi.” Pak Gagah duduk di bawah pohon apel menyulut rokoknya. “Oh, ya … soal anaknya Jusman yang bolak-balik ke sini, Bapak sudah sampaikan supaya dia enggak ganggu Sulis lagi. Mereka bertengkar di tengah jalan menuju Balai Desa. Memangnya Sulis ada diganggu
last updateLast Updated : 2023-02-27
Read more

229. Keputusan Pak Gagah

“Masuk, Mas.” Ajeng berdiri di ambang pintu menunggu Sutrisno yang berlama-lama di atas motornya.“Duluan aja. Mas sebentar lagi,” sahut Sutrisno dengan suara pelan namun terdengar jelas oleh Wira dan Sully yang baru keluar kamar.“Masuk sekarang, Mas. Bapak sudah nunggu.” Giliran Wira menggantikan Ajeng di ambang pintu depan. Hal yang membuat Sutrisno bergegas mematikan mesin motor dan cepat-cepat menaiki undakan teras.“Selamat, ya, Gus. Sekarang jadi Kepala Desa terpilih.” Sutrisno mengulurkan tangan memberi selamat.Wira menyambut uluran tangan itu dan mengangguk. “Terima kasih. Masuk, Mas. Bapak sebentar lagi ke depan.”Tak lama sepeda motor lainnya masuk ke halaman. Kartika datang membonceng Saraswati. “Mbah mana?” tanya Kartika ketika beradu pandang dengan Wira. Sepertinya gadis itu lebih mengkhawatirkan Mbah-nya ketimbang bapak kandungnya yang terlihat gelisah duduk di ruang tamu.Sully muncul dari dapur bersama Ajeng. Beberapa saat yang lalu Sully menjawab pertanyaan Oky yang
last updateLast Updated : 2023-02-28
Read more

230. Soal Batas Waktu

“Maksudnya apa, Pak?” Sutrisno akhirnya menyadari bahwa posisinya sedang tak menguntungkan. “Bapak … Bapak mau aku dan Ajeng …. Maksudnya … aku dan Ajeng enggak bisa sama-sama lagi?” Hampir saja Sutrisno menyebutkan kata ‘cerai’ di hadapan anak-anaknya.“Kurang mengerti maksud Bapak?” Pak Gagah menyandarkan punggungnya ke kursi.“Aku sama Ajeng enggak ada masalah apa-apa, Pak. Ribut-ribut dalam rumah tangga itu biasa, kan? Sebagai laki-laki dan suami aku masih berada di jalur. Enggak pernah tergoda wanita lain. Aku masih cinta Ajeng, Pak. Jangan minta aku dan Ajeng pisah. Kasihan anak-anakku. Aku enggak perlu pulang hanya buat memikirkan alasan menikahi Ajeng dulunya. Sekarang juga sudah tahu.” Sutrisno terdengar panik dan nada suaranya tak beraturan. Ia sudah mencondongkan tubuhnya ke arah Pak Gagah sejak tadi. Berkali-kali mencoba menoleh Ajeng yang tetap menunduk.“Jadi, kamu belum paham salahmu di mana?” Ketenangan di suara Pak Gagah mulai memudar.“Aku sadar kalau selama belasan
last updateLast Updated : 2023-03-01
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
29
DMCA.com Protection Status