Home / Romansa / Istri Nakal Mas Petani / Chapter 191 - Chapter 200

All Chapters of Istri Nakal Mas Petani: Chapter 191 - Chapter 200

281 Chapters

191. Menjelang Uring-uringan (lagi)

Wajahnya pun tak sempat ia basuh. Hanya mengenakan pakaian yang buru-buru ia sambar dari sandaran kursi kerjanya. Sully yang penasaran dengan ujaran-ujaran di luar rumahnya segera menghambur keluar. Ternyata hampir seluruh warga gang sekitar rumahnya bermunculan. Mereka yang selama ini hidup bertetangga dengan bagian depan rumah menghadap tembok pesantren, pagi itu terkagum-kagum karena dalam sekejab saja alat berat meratakan jalan bagian depan rumah. Menutup banyaknya kubangan air yang selama ini menampung becek.“Itu Sulis! Pasti baru bangun,” kata seorang wanita tua yang bertetangga dengan mereka selama puluhan tahun. Wanita itu berseru dari luar pagar.“Baru bangun, Lis? Bagaimana kalau menikah dengan orang sini? Bisa enggak makan suami kita kalau jam segini baru bangun.”Sully menyipitkan mata memandang komentator perempuan lainnya. Wanita satunya teridentifikasi sebagai kakak perempuan Erizal. Ternyata semburat jingga langit pagi tidak menyurutkan niat nyinyir siapa pun juga. Sul
last updateLast Updated : 2023-01-07
Read more

192. Harus Mesra

Menegakkan tubuh, membusungkan dada, mengibaskan rambut, bahkan berbicara sendiri ketika memilih pakaian di lemari sudah dilakukan Sully untuk mengalihkan fokus Wira dari layar komputer. Nyatanya pria itu bergeming. Tatapannya benar-benar lurus ke depan. Sully mendengkus tanpa suara. Tinggal satu yang belum dilakukannya. Melepas handuk dan memakai pakaian dalam dengan gerakan lambat.“Jeans dan kaus aja kayanya udah pas buat kejutan kado kedua.” Suaranya sengaja dibuat lebih keras agar Wira bereaksi.Karena Wira terlihat semakin memusatkan konsentrasi, Sully menggerutu dengan suara sangat halus. “Entah kapan bisa peka dengan maunya istri. Aku itu enggak perlu kado-kadoan. Tapi peka aja …. Tiap disenggol langsung bereaksi gitu. Kesal. Ck.” Sully melepaskan handuk.Suara handuk yang jatuh ke lantai, refleks membuat mata Wira kembali melirik Sully. Konsentrasi yang sesaat lalu mati-matian dikumpulkannya mendadak buyar.Dalam hitungan sepersekian detik, fokusnya sudah berpindah ke betis S
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

193. Tetap Buat Sulis

“Ternyata jadi juga. Saya kira Bapak iseng-iseng aja kemarin. Pagi tadi saya ditelepon. Katanya mau dikasih fee. Berkat Pak Bagus juga. Terima kasih, Pak.”Wira mengangguk. “Bukan karena saya, kok.” Lalu ia tertawa kecil.Sully ikut tersenyum ketika bertukar pandang dengan supir dari spion tengah. Usai senyum sedetik, Sully kembali mengerucutkan mulutnya. Kenapa Wira lebih kenal dengan para penduduk kampungnya ketimbang ia yang lahir di sana?“Semoga Ayah suka, ya.” Wira berbisik sambil meremas tangan Sully.Berat rasanya bagi Sully untuk tidak ikut tersenyum. Wira sedang berusaha menyenangkan hati ayahnya. Walau pagi tadi pria itu dinilainya sangat tidak peka, tapi sepertinya pagi itu harus ada pengecualian. Sialnya, hangat napas Wira yang menerpa leher membuat ia semakin bergidik. “Memangnya mau ke mana?” tanya Sully dari barisan kursi penumpang. Tubuh Wira dan Bu Dahlia yang mengimpit membuat Sully tenggelam di antaranya.“Ibu kira Sulis udah tahu,” kata Bu Dahlia.Sully menggeleng
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

194. Perpisahan Baik-baik

“Aku sampai lupa harus menghubungi siapa lebih dulu. Temanku yang di ibukota atau … Oky duluan, ya? Atau teman sesama content creator yang terakhir kali kontak sama aku? Aku enggak sabar, Mas,” ucap Sully berapi-api. Wira mengulas senyum tipis disertai anggukan. “Terserah kamu mau menghubungi siapa lebih dulu. Kita bisa bicarakan sebelum sampai di sana.” Sully mengeluarkan ponsel. “Sebentar aku lihat dulu. Sebelum aku kabur ke Girilayang … aku ada janji dengan Rachel, terus mau ketemuan sama Atta Petir, terus lusanya aku ada janji ngisi podcast Deddy Buldozer.” Sully sibuk menggulir ponselnya. Melewatkan kebahagiaan kecil yang harusnya ia lihat. Ia tersadar ketika tangannya dicolek Wira. “Semua bisa kamu temui nanti. Lihat itu. Ayah Ibu duduk di bawah pohon. Apa dulunya Ayah juga bisa manjat pohon kelapa? Ayah lihat ke atas pohon dari tadi.” Sully ikut memandang ke sebuah pohon di mana ayah dan ibunya sedang duduk. Ayahnya menengadah ke puncak-puncak pohon kelapa di dekat mereka.
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

195. Permulaan Kehidupan Ibukota

“Sedih?” Wira menatap bagian pipi kanan Sully yang terlihat basah. Wanita itu belum memalingkan wajahnya memandang keluar jendela.Sully mengangguk. “Sedih. Sekarang aku baru sadar kalau aku bukan cuma anak bungsu, tapi juga seorang istri.”Wira mengangguk samar. “Geser ke sini sedikit,” pinta Wira dengan tangan langsung memeluk pinggang Sully. Membawa wanita itu ke dekatnya. Ia ingin bahu dan lengannya dijadikan Sully sebagai tempat bersandar, merebahkan kepala.Yang disukai Wira dari Sully adalah sikap tanggap dan penurut wanita itu. Melakukan sesuatu tanpa banyak tanya. Terlebih hal-hal yang berbau fisik seperti menyentuhnya dengan mesra.“Kita pasti sering-sering ke sini, kan? Aku harus cepat-cepat hamil biar kalau pulang sekali lagi Ayah udah gendong cucu.” Sully menyelipkan tangannya ke bawah lengan Wira. Kepalanya terkulai manja menunggu jawaban.“Kalau kita enggak bisa sering ke sini,Ayah dan Ibu yang kita minta datang.” Wira ikut memandang ke luar jendela. Dagunya bertumpu di
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more

196. Aku Apa Adanya

“Kenapa Mas kaget? Mas tahu club itu? Pernah main ke sana? Kapan? Kok, aku enggak tahu?” Sully tak menyadari keberadaan Asmari di antara mereka.Pertanyaan Sully yang penuh selidik membuat Asmari cepat-cepat meletakkan bawaan. Ia tak mau membuat atasannya salah tingkah menjawab pertanyaan yang ia sudah tahu jawabannya.“Mas, aku nanya, lho.” Sully mencampakkan tas tangannya ke sofa dan menyalakan pendingin ruangan. “Reaksi Mas itu kayanya familiar dengan nama club yang aku sebut.”“Mas gerah, Lis. Kulit rasanya lengket. Mas kepengin mandi air dingin. Mas mandi dulu, ya. Nanti kita ngobrol lagi.” Wira melepaskan sepatu, kemudian jaket kulitnya.“Kayanya jawab pertanyaan tadi enggak sulit, deh. Kenapa lama banget? Jangan bikin aku jadi curiga.” Sully menyalakan televisi dan menekan semua tombol di remote untuk mencari saluran yang sudah pasti tak akan ditontonnya.Wira mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Sebuah kamar tidur, kamar mandi, dapur kecil, lalu balkon kecil ya
last updateLast Updated : 2023-01-14
Read more

197. Pasangan Memukau

“Ini juga pesanan Pak Bagus.” Asmari mengangsurkan paper bag besar setelah dua hanger berpindah tangan.“Yang ini apa?” Pertanyaan itu tak sepenuhnya harus dijawab karena Sully melihat dua kotak bertuliskan merek alas kaki dalam paper bag. “Makasih, Pak,” kata Sully pada Asmari yang langsung mengangguk pada atasannya.“Bisa kamu coba sekarang. Kalau ada yang kurang, hari ini bisa ditukar. Tapi Mas yakin kamu pasti suka.”“Dari perancang yang mana? Mas kenapa enggak ngomong ke aku, sih? Aku bisa pilih sendiri. Gimana kalau pilihan Mas enggak sesuai dengan seleraku?” Sully menutup pintu setelah dua hanger pindah ke tangannya.“Nama perancangnya, kan, bisa dilihat di kemasannya. Di pakaiannya juga ada. Masalah pilihan … bisa jadi kamu enggak suka. Tapi bukannya lebih penting Mas yang suka? Kamu lihat aja dulu.” Wira tak mengalihkan pandangannya dari laptop. “Pabrik ini harus segera selesai. Enggak boleh terlalu lama. Petani harus segera punya penghasilan lagi dari kebun arennya.”Sully b
last updateLast Updated : 2023-01-15
Read more

198. Katanya Teman

Harusnya Rino tidak perlu menyapa Sully lagi, pikir Wira. Ada baiknya pria itu tetap diam. Atau berpura-pura tidak mengenal saja. Apa Rino berpikir kalau ia tidak memberitahukan semua yang terjadi pada Sully? Wira dan Rino bertukar pandang cukup lama. Rino sama sekali tidak mau mengalah. Kilat mata pria itu menunjukkan kebencian pada Wira.“Hei ….” Sahutan Sully pada Rino tenggelam di antara hentakan musik. Tercekat karena terkejut juga khawatir Wira akan tersinggung jika ia menjawab dengan ramah.“Sully Shiny yang selalu cantik dalam tiap kesempatan.” Rino tertawa kecil. Ucapannya adalah pujian murni bercampur sedikit ejekan.“Oh, makasih,” kata Sully yang hanya berani memandang Rino selama sedetik.“Mari kita jumpai tuan rumah acara ini,” ajak Wira. Tak mau membuang waktu dengan Rino.Jika saat itu di desa, memuji istri orang lain bisa berbuntut panjang. Minimal dagu Rino akan sedikit bergeser oleh genggaman tangan suami wanita yang dipujinya. Namun kali itu Wira mencoba mengabaikan
last updateLast Updated : 2023-01-21
Read more

199. Luapan Emosi

"Kamu maunya apa, sih?" Wira tak bisa menyembunyikan kekesalan dalam suaranya."Aku udah bilang mungkin aja ini yang namanya jatuh cinta pandangan pertama. Mas ke Sully juga belum lama menikah, kan? Aku cuma mau kenal lebih dekat sama Mas Wira. Itu aja. Memangnya enggak boleh?""Enggak boleh. Kamu jatuh cinta dengan saya, atau memang enggak suka lihat teman kamu bahagia sampai-sampai merasa harus mengejar saya sampai ke toilet? Apa yang sedang mau kamu buktikan? Mau membuktikan kalau kamu bisa mendapatkan hal sama dengan yang dimiliki teman kamu?""Mas....""Saya mual. Jangan ikuti saya lagi," potong Wira. "Menyebut-nyebut cinta padahal aslinya cuma enggak bisa lihat orang lain bahagia. Saya enggak nyangka Sully bisa menyebut kamu teman baik. Pergaulan yang aneh.” Wira mengomel dengan nada yang cukup ketus. Ia lalu pergi setelah menyadari kalau Asmari ikut mendengar akhir pembicaraannya bersama Rachel. Wira pergi kembali menuju KTV di mana acara ulang tahun itu berlangsung. Keinginan
last updateLast Updated : 2023-01-21
Read more

200. Akhir Pertengkaran Besar

“Arrgghh,” erang Rino, meraba punggungnya. “Kamu mau jadi preman di sini? Udah berapa lama tinggal di ibukota? Kamu kira petani bisa hidup di sini? Apa, sih, yang kamu andalkan? Kebun aren satu hektar?” Rino berusaha menutupi kesakitan dengan tertawa terbahak-bahak.Wira tak menjawab. Ia bahkan hanya mendengar ucapan Rino sepintas saja. Perhatiannya malah tertuju pada Sully yang berlari kecil ke arahnya. Dengan sepatu setinggi itu, Wira khawatir Sully tersandung. “Jangan lari. Ayo, kita pulang.” Wira memegangi bahu Sully. Mereka berdua tak menggubris Rino.“Aku mau tahu apa kebun aren cukup buat biaya kamu berobat. Boby! Diaz! Malam ini ada yang mau jadi jagoan!” Rino meletakkan dua tangannya di mulut dan berteriak sekencang-kencangnya memangil nama dua orang pria yang seketika melongok dari ujung lorong.“Rino! Udah, cukup! Enggak perlu diperpanjang.” Sully berusaha sekuat tenaga menyeret Wira menjauhi Rino. “Udah, Mas. Enggak usah diladeni.”“Terlambat kalau kamu ngomong enggak usah
last updateLast Updated : 2023-01-22
Read more
PREV
1
...
1819202122
...
29
DMCA.com Protection Status