Semua Bab Istri Nakal Mas Petani: Bab 101 - Bab 110

281 Bab

101. Nanti Dilihat Orang

Malam itu kembali menjadi malam yang panjang. Wira mengakui bahwa menahan diri untuk beristirahat sejenak iti tidak semudah diucapkan, apalagi dipikirkannya. Ia merasa dirinya dan Sully sama saja dalam soal itu. Apalagi Sully yang seperti sengaja memprovokasinya. Ditambah dengan sedikit kekesalannya pada Bambang. Wira sekejab saja sudah kembali meloloskan dress sutera tipis yang dikenakan Sully.Apa mungkin pasangan pengantin baru lainnya juga begitu?Seolah tak ada lelahnya mendulang kenikmatan dengan sentuhan untuk saling mengeksplorasi tubuh satu sama lain. Mereka memecahkan rasa penasaran itu dengan memulainya lebih perlahan. Sully memuaskan rasa penasarannya dengan menyentuh, membelai, mengecup, mencium dan mengulum bagian bawah tubuh Wira. Pria itu harus mengucapkan 'sudah’ lebih dari dua kali untuk menyadarkan Sully bahwa ia bisa kembali mencapai puncak sendirian. Sudah terlalu malam dan ia tahu Sully sudah gelisah karena ulahnya sendiri.Selebihnya, tiga perempat acara mereka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-09
Baca selengkapnya

102. Peluk Mas Lagi

Wira langsung terdiam mendengar apa yang baru saja dikatakan Sully. Padahal ia tidak bermaksud apa-apa. Meski Sullysudah menjadi istrinya, tapi ia merasa kurang nyaman kalau orang di sekitar fokus pada apa yang mereka lakukan. Terlebih Sully memang cantik dan modis. Apa pun yang dikenakan wanita itu selalu tampak bagus. Baik yang murah atau pun mahal. Sully sudah menjadi pusat perhatian tanpa harus bertingkah macam-macam. Berjalan di sebelah Sully saja sudah membuat orang memandang Wira dua kali. Bukan karena Wira tidak ganteng. Tapi penampilan Sully memang berbeda darinya. Wira berusaha santai saja. Tidak menjawab ucapan Sully dan mengikuti suasana hati wanita itu karena mereka sedang di tempat umum. Akhirnya mereka menemukan toko batik dan Sully langsung menuju ke jajaran pakaian pria. Dari jajaran kemeja batik berlengan panjang, Sully memilih dua macam motif. “Mas, cakep, enggak?” tanya Sully mengacungkan dua kemeja di kanan-kiri tangannya pada Wira. “Bagus,” jawab Wira seraya m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-10
Baca selengkapnya

103. Oleh-oleh

Dalam perjalanan kembali ke perkebunan Sully meminta Wira singgah ke pusat oleh-oleh.“Memangnya siapa yang mau dibagiin?” tanya Wira saat menepikan kendaraan di depan toko.“Mau bagi ke Pak Asman, Mas. Ke Bu Emi juga. Kalau untuk anak Bu Emi aku ada belikan lipstik. Semoga enggak dibuang, ya.” Sully melirik Wira.“Kalau sudah dikasih ke orang, itu haknya mau diapakan. Kamu jangan cari tahu lagi,” sahut Wira.“Iya, sih. Maksudnya buat kenang-kenangan aja. Kan, kita enggak balik ke sana lagi. Mmm … anak Bu Emi tahu kalau Mas benar-benar resign dan enggak balik lagi?” tanya Sully.Wira menggeleng, “Enggak ada yang tahu selain Pak Asman. Pegawai lapangan juga enggak ada yang tahu.”“Kalau gitu aku titip ke Bu Emi aja. Tapi nanti, enggak sekarang. Kalau kita pulang ke rumah Bapak.” Sully mengatakan itu dengan sangat pelan. Ia baru saja mengucapkan kata ‘rumah Bapak’ pada Wira.Sedikit aneh dan sulit untuk diakui. Sully mulai merindukan Pak Gagah. Sepertinya sudah terlalu lama mereka pergi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-11
Baca selengkapnya

104. Aktivitas Di Luar Dugaan

Sully menatap sengit ke dinding yang ada di belakangnya. Bagian itu berbatasan langsung dengan teras. Manusia mana yang tidak berperasaan bertamu pukul tujuh pagi ke rumah orang lain.“Mas … ck,” Sully berdecak kesal dengan wajah cemberut.“Jangan bergerak dan jangan bersuara,” kata Wira, menaruh telunjuk di bibirnya. “Ini salah satu orang paling berbahaya,” lanjutnya dengan nada rendah.“Siapa, sih?” Sully ikut berbisik.“Laki-laki yang ketemu di salon mall kemarin. Dia ada masukin proposal, belum Mas balas pesannya. Tapi enggak harus datang ke rumah orang sepagi ini. Dia bisa ke kantor. Ke sini pasti karena mau ketemu kamu lagi.” Wira mengeluarkan ponselnya.“Menyebalkan,” kesal Sully, masuk ke dalam selimut dan kembali bergulung. “Enggak usah dibuka. Pura-pura enggak dengar aja,” lanjutnya menatap Wira.“Percuma. Dia tahu Mas belum berangkat. Mobil ada di luar. Sebentar lagi Bu Emi juga datang. Dan Bu Emi pasti ketuk kamar buat manggil,” jelas Wira. Wajahnya pun sudah terlihat kesa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-12
Baca selengkapnya

105. Perkenalkan Istri Saya

Wira berhasil mendahului Bambang untuk tiba di kantor. Sebenarnya belum terlalu siang dari waktu biasanya ia tiba. Namun, wajah Wira seketika heran melihat tiga mobil sudah terparkir di depan kantor, termasuk mobil Pak Martin. Apa hari itu ia melewatkan agenda penting? Wira mengabaikan Bambang sejenak dan langsung menuju ruangan Pak Martin. “Selamat pagi, Pak Wira …. Pasti terkejut karena saya masuk kantor terlalu pagi,” seru Pak Martin sebegitu Wira masuk ke ruangan. “Memang agak terkejut. Ada tamu rupanya,” sapa Wira, menyalami tiga pria yang tak asing lagi baginya. “Masih ingat, kan?” tanya salah seorang pria berkumis tebal dengan senyum lebar. “Masih. Pak Suseno apa kabar?” Wira ikut tersenyum lebar menanggapi sambutan hangat pria di depannya. “Pak Suseno bawa dua temannya yang tertarik dengan proyek kamu. Nah, kemarin Pak Bambang menghubungi saya mau ikut pengadaan. Walau saya bilang masih perlu waktu untuk membereskan manajemen lebih dulu, tapi beliau sepertinya sangat antus
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-13
Baca selengkapnya

106. Fanboy Sully

Lagu yang disenandungkan Sully menggambarkan dengan jelas suasana hatinya saat itu. Sejak kemarin-kemarin ia memang sudah berencana melontarkan keinginannya mendatangi kantor Wira. Kalau Ira bisa datang ke sana dengan mudah, kenapa ia tidak boleh? Sully tidak peduli dengan Bambang yang disebut-sebut Wira sebagai fan boy-nya. Ia sudah bertemu dengan banyak pria sejenis Bambang di berbagai tempat. Meski menyebalkan, pria seperti Bambang tidak berbahaya. Ia hanya perlu bersikap biasa saja. Dress selutut berwarna putih menjadi pilihan Sully untuk menemui Wira pagi itu. Rambutnya digerai dengan bagian ujung yang dibentuk ikal. Dengan lapisan skincare dan sapuan tipis loose powder, Sully hanya membutuhkan sedikit blush on dan lipstik berwarna merah jambu tipis-tipis untuk menambah rona segar di wajahnya. Ia mematut dirinya sekali lagi sebelum pergi keluar menemui Pak Asman yang baru memarkirkannya motornya di garasi. “Bu, saya pergi ke kantornya Mas Wira, ya.” Sully memakai ballet flat sh
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-14
Baca selengkapnya

107. Payung Kecil

Semua pria di ruang tamu langsung terdiam saat Wira tiba kembali di sana. Wira merasa ada bagian yang sudah dilewatkan olehnya. Soal pekerjaan atau … soal tamu yang barusan datang? “Maaf, bapak-bapak. Obrolan kita jadi terjeda. Saya memang meminta istri saya datang ke sini. Karena merasa pekerjaan saya pun sudah hampir selesai, saya kira bisa sedikit bersantai. Saya cuma kasihan kalau istri saya di rumah sendirian. Katanya sepi.” Wira kembali menghenyakkan tubuhnya di kursi. “Jadi … sampai di mana tadi obrolan kita?” tanya Wira, melihat meja masih kosong. Nunik belum selesai membuat kopi karena sibuk hilir mudik mengamati situasi dan menyiarkannya ke luar kantor. “Pak Wira … maaf kalau menyela dengan urusan yang berbau pribadi," kata Pak Martin. “Ya, Pak?” Wira menahan senyum melihat wajah Pak Martin masih belum hilang keterkejutannya. “Saya benar-benar mengira kalau Pak Wira dijodohkan dengan wanita satu desa. Bayangan saya … memang wanita desa yang…seperti wanita desa. Mmmm … pas
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-15
Baca selengkapnya

108. Pintu Yang Berderak

Jangankan makan siang, melepas alas kaki saja baru ingat mereka lakukan saat berada di kamar. Untungnya saat itu Bu Emi sudah hampir menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Wanita itu tengah menyeka kitchen set dengan lap kering setelah menyemprot seluruh permukaannya. Bu Emi hanya menoleh sebentar saat Wira dan Sully masuk melalui pintu samping dengan posisi nyaris berjalan sambil berpelukan. Suara tawa kecil Sully membuat Bu Emi tak mau berlama-lama memandang. Karena kalau diminta jujur, hal itu masih mengganggu mata dan perasaannya. Sully sampai harus berjinjit menyambut ciuman Wira yang tiba-tiba. Suara langkah sepatu kulit yang dikenakan pria itu mengetuk dan menyeret di lantai. Sedikit heran, tapi Sully menikmati Wira yang menjadi lebih hangat sejak kunjungannya barusan ke kantor pria itu. Apa hal yang memicu Wira sampai pria itu bagai tersengat arus listrik? Apa yang dibicarakan oleh para pria setengah baya di ruang tamu kantor perkebunan tadi? Wira melumat mulut Sully dengan rak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-16
Baca selengkapnya

109. Keberangkatan

Tiga hari kemudian Wira bicara dengan Bu Emi soal pengunduran dirinya di Agro Insani. Saat itu mereka bicara di ruang makan berdua saja. Wira sengaja tidak mengikutsertakan Sully di awal pembicaraan karena ingin mendengar tanggapan Bu Emi yang sejujurnya. Kalau ada Sully, Bu Emi bisa saja tidak bebas bicara. Untungnya Sully cuek-cuek saja dalam hal itu.Dan benar saja, Bu Emi memperlihatkan keterkejutan. Keterkejutannya itu diperkuat dengan pertanyaan yang ia lontarkan pada Wira.“Jadi … keputusan Pak Wira mengundurkan diri memang baru-baru ini? Maksud saya … keputusan ini sesudah Pak Wira menikah?”“Benar, Bu. Selama cuti kemarin saya mempertimbangkannya matang-matang. Semua yang terjadi akhir-akhir ini di sekeliling saya, juga orang-orang terdekat saya, membuat saya semakin yakin kalau ini memang yang terbaik. Apalagi … setelah saya menikah, Sully terlihat lebih nyaman di desa ketimbang di sini. Bapak saya juga sudah terlalu tua untuk dibiarkan tinggal sendirian. Saya anak laki-laki
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-17
Baca selengkapnya

110. Rindu Bapak

Wira sudah tak mempermasalahkan kebiasaan Sully yang menghabiskan hampir seluruh waktu di perjalanan mereka untuk tidur. Biasanya diawali dengan bersandar dan memeluk pinggangnya, lalu Sully pelan-pelan menyusupkan tangan ke balik kausnya. Sully lalu mulai meletakkan telapak tangan yang hangat untuk mengusap perutnya. Kebiasaan Sully itu semakin lama semakin disukainya. Setiap tidur, ia malah merasa ada sesuatu yang kurang kalau Sully tidak melakukan hal itu. Padahal sebelum-sebelumnya, terbiasa tidur sendiri membuat ia sedikit anti jika tertidur di ranjang kecil. Apalagi kalau tubuhnya harus berhimpitan dengan seseorang. Belum lama menikah dengan Sully, dan belum lama juga mereka menjalani rutinitas suami istri, tapi Wira merasa bahwa kenyamanan saat bersama sudah mengubah banyak hal dalam dirinya. “Lis … sudah mau sampai,” panggil Wira, mengangkat tangan kirinya untuk mengusap pipi Sully. Wanita itu langsung menegakkan diri dan meregangkan tubuh. “Tasnya dipakai,” kata Wira, meleta
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-18
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
29
DMCA.com Protection Status