Home / Fiksi Remaja / 8 Tahun Mencintainya / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of 8 Tahun Mencintainya: Chapter 1 - Chapter 10

148 Chapters

Daver Negarald

"Anak bandel diciptain untuk bikin satu kelas bahagia. Gak ada yang bandel, gak ada yang ketawa."-Daver Negarald***"Daver, Rino, Evan, kemari!" Ibu Erna berdiri seraya melihat ketiga cowok itu secara bergantian.Tidak ada yang maju. Mereka malah tertawa di kursi mereka. Masih saling bercanda satu sama lain. Padahal tatapan Ibu Erna sangat membunuh. Benar-benar tidak ada takutnya sama sekali."Bu, masa Ander gak dipanggil? Curang, ah. Ibu gak adil!" Rino menyahut tanpa dosa. Padahal dari tadi Ibu Erna sudah mengelus dada."Ander ngerjain tugas, sedangkan kalian enggak! Malah bercandaan aja dari tadi! Cepat maju!" Ibu Erna berdiri. Lalu mengambil penghapus papan tulis. "Maju, gak?!""Maju, sono." Evan menyenggol sikut Daver yang langsung dibalas dengan injakan kaki dari cowok itu."Sabar, jangan nyenggol-nyenggol!" Daver akhirnya berdiri dan maju duluan. Disusul dengan Evan dan Rino.Sebenarnya Ander juga tergabung dalam kelompok persahabatan mereka. Namun, karena datang lebih awal,
Read more

Anara Emiley

"Perasaan yang rencananya gue ungkapkan ini gak akan mengubah sesuatu di antara kita. Jadi lebih baik gue diam dan lo gak tau apa-apa."-Anara Emiley***Anara membuka pintu utama rumahnya. Ia memejamkan mata, menahan perih hati yang kini dirasakan. Selalu Anara lakukan saat ia mendengar suara dua orang yang berdebat setiap harinya.Selalu, Ya Tuhan, batin Anara.Ini sering terjadi. Tetapi bukan berarti Anara terbiasa. Anara buru-buru berlari ke kamarnya dan mengunci pintu."Kamu ngabisin duit saja bisanya, Lena!" Jeff, Papa Anara, membentak dengan suara yang keras."Semua duit kamu, saya pake buat keperluan kamu! Saya habisin buat kebutuhan kamu dan anak-anak! Kenapa kamu marah-marah?!" Lena membalas tak mau kalah. Karena memang seperti itu adanya.PLAK!Setetes air mata lolos dari pelupuk mata Anara. Ia meremas bantal yang dipeluknya. Tubuhnya seakan ikut remuk, merasakan sakit yang Lena rasakan."Tampar lagi, Jeff! Tampar! Kamu memang laki-laki yang gak punya pikiran dan perasaan!"
Read more

Maaf

"Hati gue ada di tangan lo. Dijaga atau dihancurkan itu terserah lo. Asal jangan lupa bilang-bilang. Satu hal, kalo gue nangis, jangan heran."-Anara Emiley***"Punya pacar tukang ngekang,""EAAAA!""Sekali selingkuh, tamparan melayang!""EAAAA!""Anara cantik punya-nya akang." Daver, Ander, dan Rino diam menunggu isi pantun selanjutnya dari Evan."Neng harus tau, kalo akang selalu sayang!" seru Evan melanjuti. Ia bertepuk tangan sendiri karena bangga dengan pantun yang dibuatnya. Teman-temannya langsung menyambut dengan tawa yang berbahak-bahak.Sedangkan Anara, tubuhnya merinding geli mendengar pantun menjijikan dari Evan."Sebenernya garing pantunnya," sahut Ander. Evan memicingkan mata karena kesal.Ander mengaitkan tangannya di pilar bertujuan untuk menghalangi jalan Anara. "Mau ke mana, Ra?"Anara mendengus sebal. "Bisa gak gak usah halangin? Gue mau ambil buku.""Apa? Halalin?"Rino menarik telinga Evan. "Maaf, ya, Ra. Harusnya Evan masuk SLB. Tapi dia malah masuk ke sekolah i
Read more

Aneh

"Ini semua emang salah gue yang terlalu banyak berharap."-Anara Emiley.***"Mau mampir dulu gak?" Anara turun dari jok motor. Menyerahkan helm yang tadinya ia pakai ke tangan Daver.Sebenarnya Anara hanya basa-basi. Karena ia yakin, Daver akan menolak dan langsung pulang."Boleh."Anara membulatkan matanya. Satu hal: Anara takut Jeff dan Lena sedang bertengkar di dalam. Anara tidak mau Daver mengetahui kondisi keluarganya.Malu? Iya, Anara malu. Ia tidak mau berpura-pura senang dan tegar dengan kondisi keluarganya sekarang."Ra, malah bengong, dih." Anara sampai tidak sadar bahwa Daver sudah turun dari motor ninjanya.Anara menghilangkan benak keraguannya."Eh, iya, ayo."Anara berjalan duluan. Diikuti dengan Daver di belakangnya. Baru saja mereka menginjak pekarangan, suara vas pecah mengejutkan pendengaran keduanya.Daver sangat terkejut. Bunyi itu sangat dekat. Seperti berasal dari dalam rumah Anara."Ra, kenapa, tuh?" tanya Daver. Sekarang, Anara tidak tahu mau berbuat apa. Sudah
Read more

Berantem

"Hebatnya, dia bisa buat gue benci dan jatuh cinta di saat yang bersamaan."-Anara Emiley***Anara melamun dari tadi karena Daver terlalu lama membuatnya menunggu. Ia memainkan dedaunan yang jatuh dari pohon. Merobeknya hingga kepingan terkecil.Anara memandang jam tangannya berulang kali. Sudah sepuluh menit ia menunggu. Mungkin terdengar sebentar, tetapi itu lama bagi Anara."Ra!"Anara menoleh. Akhirnya yang ditunggu datang juga."Lama banget." Anara bete. Wajahnya sudah kusut dari tadi."Tadi ada tambahan kelas. Sorry, ya." Daver merapikan rambutnya yang berkeringat.Anara bertanya langsung, "Kenapa?"Daver menatap Anara sebentar. Lalu terdiam. Anara yang menyadari itu jadi salah tingkah. Anara memang sensitif jika ditatap oleh Daver."Soal yang kemarin.."Oh, Anara benci dengan pembahasan itu.Daver melanjutkan ucapannya setelah memberi jeda. "Ya, gue cuma mau bilang aja. Jangan sedih. Walaupun muka lo selalu seneng di sekolah, jutek juga, sih. Tapi lo keliatan bahagia di sekola
Read more

Berbohong

"Cuma perhatian, emangnya gak boleh?"-Daver Negarald***Ander meletakkan Alvano di kasur secara bodo amat. Tidak ada halusnya sama sekali. Hal itu membuat Alvano meringis kesakitan."Pelan-pelan bego," titah Alvano di tengah rintihannya.Ander memandang Alvano tidak peduli. Ia mundur selangkah, lalu duduk di meja. Berhadapan dengan Alvano. "Lo obatin diri lo sendiri. Masih untung gue bawa ke sini. Kalo nggak, lo udah habis sama Daver."Alvano bergumam mengiyakan Ander."Kenapa, sih? Gue gak ngerti apa-apa. Cuma yang tadi gue liat, Daver emosi banget
Read more

Berlebihan

"Kalo emang gak suka, seenggaknya jangan bikin gue berharap."-Anara Emiley***Daver benci ketika menjadi bahan suruhan guru. Seperti sekarang, langkah gontainya membawa dirinya ke ruang olahraga.Walaupun menggemari pelajaran ini, tetap saja, Daver malas jika disuruh mengambil sesuatu yang menjadi kebutuhan belajar teman-temannya.Daver membuka pintu ruang olahraga di hadapannya. Sialnya, ia bertepatan dengan Alvano yang sedang meletakkan bola futsal.Sungguh merupakan suasana yang canggung bagi keduanya. Meskipun mereka laki-laki yang harusnya memiliki sikap tidak peduli, tapi tidak bisa dipungkiri kalau keadaan ini memang awkward."Eh, ada atlet," ucap Alvano dengan nada sindiran. Ia tertawa singkat.Daver menoleh padanya dengan tatapan aneh. Daver tidak senang. "Apa maksud lo?""Atlet kick boxing kita," ucap Alvano lagi. Ia menggerakka
Read more

Menyesal

"Dan orang yang menyukai seorang Daver Negarald gak cuma dari fisik, patut gue pertahanin. Apalagi kalau itu lo."-Daver Negarald***Daver dan Rino memandang intens orang-orang yang berada di belakang Alvano. Keduanya jarang atau bahkan tidak pernah bertemu dengan mereka."Oh, sekarang dateng bawa temen," cibir Rino meledek seraya melihat satu per satu orang-orang yang ada tiga jumlahnya. Ia memutar bola matanya malas."Lo kira gue gak ada temen?" sergah Alvano.Rino mengacungkan jari tengahnya. "Ngomong ama jari gue." Evan terkekeh diam-diam mendengar ucapan Rino.
Read more

Ketahuan

"Kalo emang bukan jodoh, kenapa semesta deketin kita terus ya?"-Anara Emiley***Anara melangkahkan kakinya menuju ruang guru. Tadi, saat ia sedang dalam jam pelajaran Matematika, gurunya menyuruh dia untuk menemui Pak Santoso, guru olahraga.Anara termasuk murid favorit Pak Santoso karena ia memiliki kecerdasan yang tinggi di bidang PJOK, khususnya secara teori.Tidak, Anara tidak pandai berolahraga. Hanya saja Anara sangat mengerti tentang teori PJOK. Misalkan dari peraturan permainan, hal yang dilarang/pelanggaran, dan lain-lain.Anara membuka pintu ruang guru dengan lambat. "Permisi, Pak."
Read more

Kebocoran

"Stop being this cute, Anara."-Daver Negarald***"Gue lagi males, Van.""Ayo, lah. Gak setia kawan, lo.""Hadeh, Jupardi."Mata Evan bersinar saat melihat Daver akhirnya mau membuka aplikasi PUBG setelah dipaksa berkali-kali. "Yey, baik banget, Gantara."Seperti itu persahabatan mereka. Nama orangtua selalu menjadi nama panggilan."Ah, lupa, kuota gue sekarat." Evan melempar ponselnya ke meja. Ia mengacak rambutnya dongkol."Lo yang ngajak, bodoh. Pake wifi sekolah," aju Daver memberi ide."Lemot tau!"Daver malas mengurusnya. Ia memilih untuk keluar dari aplikasi PUBG. "Gak usah, lah, udah."Evan berdecak kecewa. "Padahal lagi pengen gua."Daver menoyor kepala Evan. Ia tertawa melihat wajah sahabatnya yang kecewa hanya karena tidak bisa mabar dengannya. "Makanya modal dikit.""Gue lupa kuota gue tinggal seratus mb. Daripada gue paksain terus ngadet, kan." Evan membela diri. Selalu."Eh, iya, heh!" Daver berseru langsung. Ia memukul lengan Evan membuat cowok itu kebingungan.Daver t
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status