Beranda / Romansa / Sisi Lain Pelakor / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Sisi Lain Pelakor: Bab 81 - Bab 90

114 Bab

Bab 81

"Aduh... Gawat! Semoga Mami gak lihat aku," batin Brian dengan langkah kaki menuju toilet tak jauh dari sana. Dia tinggalkan Yasmin begitu saja. Brian menempelkan tubuh di dinding seraya mengatur napas yang tersengal. Tangan kanannya berada tepat di dada. Tarik napas... Hembuskan... Begitu hingga napasnya mulai normal kembali. "Brian!" Sebuah tepukan membuatnya meloncat. Beruntung kakinya tak sampai menendang tong sampah yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Napas lelaki itu kembali tersengal. "Pa--Papi," ucapnya terbata. Brian menelan ludah melihat Bagaskara sudah berdiri tepat di depannya. Rasa takut dan gugup tiba-tiba menyeruak dalam benaknya. "Ingin lepas dari Mami tapi justru ketemu Papi. Ah, gawat!" batin Brian kesal. "Kenapa kaget gitu sih? Ini Papi lho, bukan setan." Brian tersenyum kaku menanggapi ucapan Bagaskara. "Kamu sendirian?" tanya Bagaskara. "I--iya, Pi.""Kita makan malam bertiga, yuk. Sama mami."Brian terdiam, bingung harus menjawab apa? Berkumpul
Baca selengkapnya

Bab 82

Yasmin berdiri di jalan depan supermarket sambil menunggu taksi yang lewat. Pertemuan dengan Sandra membuat wanita itu lupa jika Brian masih menunggunya di basement. Dia terlalu fokus untuk segera pergi dari sana.“Taksi!” Yasmin melambaikan tangan saat mobil berwarna biru lewat di depannya. Setelah mobil itu berhenti,dengan cepat ia masuk.Taksi mulai melaju meninggalkan Brian yang duduk di atas jok motor sambil menunggu kedatangan Yasmin.Brian kembali menghubungi Yasmin, berharap kali ini sang pujaan hati mau mengangkat teleponnya. "Kamu di mana?" tanya Brian tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Yasmin menepuk jidat teringat Brian yang menunggunya di supermarket. Rasa bersalah tiba-tiba hadir karena meninggalkan Brian. Namun untuk kembali ia enggan. "Maaf, Sayang. Aku lupa, ini di taksi menuju rumah," ucap Yasmin tengah suara bergetar. "Kamu baik-baik saja?" tanya Brian kala mendengar suara Yasmin yang berbeda. "Gak apa-apa, kok. Aku matiin, ya, mau sampai." Yasmin pun mem
Baca selengkapnya

Bab 83

"Kenapa diam, Yang?" tanya Yasmin saat melihat Brian duduk termenung di depan televisi yang menyala. "Eh... Itu...." Brian gelagapan. Dia bingung harus menjawab apa? Karena dalam pikirannya hanya permintaan Sandra. "Kenapa? Mikirin permintaanku kemarin? Aku masih menunggu kamu hingga benar-benar siap. Tapi jangan terlalu lama, aku takut keburu jamuran," ucap Yasmin sambil mengerucutkan bibir. Rian tersenyum melihat ekspresi Yasmin yang menggemaskan. Perlahan ia menggeser posisi duduk hingga semakin mendekat ke arah sang kekasih. Dalam hitungan detik bibir kedua insan itu saling bertemu. Yasmin terpaku mendapat serangan mendadak dari putra sulung Sandra. Jantungnya berdetak tak menentu,tubuhnya tiba-tiba memanas. Tak bisa dipungkiri ada hasrat yang memaksa untuk segera dituntaskan.Bukan hanya Yasmin,Brian juga merasakan hal yang sama. Napas lelaki itu semakin memburu dengan keinginan yang berlawanan dengan hati nuraninya. Sebagai manusia normal,Brian menginginkan saat-saat seperti
Baca selengkapnya

Bab 84

"Bi,besok sudah minggu. Jangan lupa bawa pacar kamu yang namanya Billa itu. Mami pengen kenal sama calon menantu," ucap Sandra di acara sarapan pagi mereka. Uhuuk... Uhuuk.... Brian tersedak nasi goreng. Rasa panas pun menjalar di tenggorokannya. Ucapan Sandra bagai bom yang menghancurkan hari dan mood Brian. "Pelan-pelan, dong. Baru diminta Mami gitu saja langsung grogi," ledek Andre sambil tertawa cekikikan. "Mami tunggu, ya, Bi." Sandra menoleh ke arah Brian. Lelaki itu menelan ludah dengan susah payah. Air putih yang baru saja ia minum tak bisa mengurangi rasa gugupnya. Lalu dengan terpaksa ia menganggukkan kepala. Saat ini menganggukkan kepala adalah salah satu cara membuat Sandra diam. "Masalah besok dipikir nanti, yang terpenting mami tak lagi bertanya-tanya," ucap Brian dalam hati. Sesaat suasana menjadi hening, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka. Rendi sibuk menyusun rencana untuk membatalkan permintaan Sandra. Sementara istri Bagaskara memikirkan makan
Baca selengkapnya

Bab 85

“Brian ....”Suara panggilan membuatku menoleh ke belakang. Mataku melotot dengan mulut terbuka lebar. Seketika jantung ini seakan berhenti berdetak. Aku bahkan tak mampu menelan air liur. Beribu pertanyaan menari-nari dalam kepalaku. Kenapa lelaki ini ada di sini? Di hadapan kami.“Yasmin ...,” panggilnya saat melihatku. Dia tersenyum tapi aku justru menoleh ke arah Rian.“Kenapa kalian bisa bersama?” tanya Gilang sambil menatap kami bergantian.Kalian? Apa yang dia maksud aku dan Rian? Apa mereka berdua saling mengenal? Tunggu, bukankah dia memanggil Brian,bukan Rian? Apa jangan-jangan nama Rian itu Brian?Kepalaku terasa berdenyut,banyak pertanyaan yang membuatku tak bisa berpikir waras. Lebih baik aku dan Rian segera pergi dari sini.Aku senggol Rian yang masih diam membisu. Wajahnya mulai dipenuhi keringat dingin. Senyum yang tadi hadir telah lenyap,hanya tinggal ketegangan yang nampak di wajah tampannya.“Sayang,ayo kita pergi!” Kugenggam tangannya yang terasa dingin. Namun Rian
Baca selengkapnya

Bab 86

Pagi telah menyapa,segera aku bangun dari kasur. Mata ini terasa begitu berat karena semalaman aku terus menangis. Bukan hanya kecewa pada Rian,tapi juga pada diri sendiri. Kenapa aku harus mencintai orang yang harusnya kujauhi?Tuhan ....Apakah ini hukuman atas semua dosa dan kesalahanku di masa lalu? Kalau memang iya, tidakkah ini terlalu menyakitkan?Aku buka jendela,sinar mentari menerobos masuk. Hangat sinarnya seakan menyapa diriku ini. Memintaku tersenyum karena mendung tak lagi ada. Namun apa bisa bibir ini melengkung ke atas setelah separuh jiwaku pergi? Kurasa tak akan semudah dulu karena luka yang Rian tancapkan terlalu dalam.Krucuuk... Krucuuk ....Suara cacing dalam perut yang meminta jatah. Pantas saja perutku terasa melilit,dari semalam tak ada secuil makanan yang masuk ke perut. Aku terlalu sibuk mengurusi hati yang hancur menjadi serpihan kecil. Hingga mengabaikan kebutuhan perut.Aku berjalan seraya mengikat rambut yang terurai tak beraturan. Segera kuambil panci d
Baca selengkapnya

Bab 87

Aku mulai menyibukkan diri dengan tumpukan pakaian kotor yang ada di dalam keranjang. Tak kubiarkan pikiran ini kosong. Aku tak mau memberi cela Rian masuk ke dalam sana. Namun cukup sulit membiasakan diri tanpa Rian di sini. Meski nomor ponselnya sudah kublokir tapi tetap saja aku selalu mencari tahu kabar tentangnya lewat media sosial.Ternyata begitu sulit menghapus namanya di sanubari. Aku memang selalu terlihat kuat di luar tapi pada kenyataannya aku rapuh. Aku terpuruk tanpa Rian di sisiku.Berulang kali kutekankan pada diri sendiri bahwa aku tak pantas bersanding dengan Rian. Dia bak langit sedang aku tanah yang penuh dengan lumpur. Kami tak sama,jauh berbeda. Namun tetap saja hati tak bisa diajak kompromi meski logika menentangnya.Ya Allah ....Seperti inikah perasaan Sandra dulu? Kalau bisa kuulang waktu,tentu aku ingin kembali ke masa itu. Aku akan pergi agar tak bertemu Om Bagaskara. Agar rasa sesal tak menyiksa hati. Namun sayang, apa yang sudah terjadi tak akan bisa diu
Baca selengkapnya

Bab 88

"Hay, pelakor!" Teriakan seseorang membuat langkahku terhenti. Aku kembali membalikkan badan, ingin tahu siapa yang memanggilku pelakor. Jantungku berdetak kencang melihat orang-orang yang ada di luar pagar masuk ke dalam. Aku memejamkan mata saat telur dan tomat melayang ke arahku. Ini serangan mendadak, dan aku tak sempat menghindar. "Rasain kamu pelakor!""Sok baik pakai gratisin mencuci mukena gak taunya ngincar laki orang!""Dasar wanita mur*han! Harusnya kamu pergi dari sini!""Iya, pergi!""Huuu ... memalukan!"Aku mematung, merasakan sesak dalam dada. Ingin aku berteriak memaki, meluapkan amarah. Namun lagi dan lagi mulut ini kelu. Aku memilih diam, membersihkan kulit telur yang menempel di rambut dan pakaianku. Percuma membela diri karena yang dikatakan mereka benar, aku perempuan mur*han yang merusak rumah tangga orang. Tanpa disadari air bah turun begitu saja. Sekuat tenaga aku pura-pura kuat tapi nyatanya tak bisa. Caci dan maki mereka membuatku terluka. "Gak usah sok
Baca selengkapnya

Bab 89

“Aku di mana?” gumamku saat melihat setiap inci ruangan ini. Sebuah ruang yang dipenuhi dengan berbagai barang tak terpakai. Debu menempel di setiap sudut.“Ya Allah ... kenapa aku bisa berada di sini?” gumamku.Bulir demi bulir menetes dari sudut netra. Aku tak pernah menyangka akan berada di dalam gudang seperti ini. Siapa yang tega melakukan ini padaku? Sandra? Gilang? Atau Om Bagas?Perlahan aku berdiri sambil berpegangan dinding yang catnya mulai mengelupas. Tertatih aku melangkah mendekati pintu. Rasa sakit di kepala membuat langkahku seperti siput. Entah obat apa yang mereka berikan padaku?“Tolong! Tolong!” teriakku sambil menggedor pintu dengan sisa tenaga yang masih ada.Hening,tak ada suara apa lagi jawaban. Rumah ini seperti kosong tak berpenghuni. Lalu kenapa aku bisa sampai di sini? Aku ingat betul, ada seorang lelaki yang memberiku bius dan saat aku bangun sudah berada di gudang ini.“Tolong! Siapa saja tolong keluarkan aku dari sini!” teriakku lagi.Aku luruh di dekat
Baca selengkapnya

Bab 90

Sudah dua hari aku dikurung di sini. Siang kepanasan sedang malam kedinginan. Hampir tiap malam aku tak bisa tidur karena beralaskan kardus. Aku juga belum mandi hingga detik ini. Jangankan untuk menguyur tubuh dengan air, buang air kecil saja selalu di awasi di balik pintu. Hidupku ini seperti tahanan dalam penjara bahkan lebih. Siang telah berganti malam, aku bisa tahu dari ventilasi di gudang ini. Namun aku tak tahu ini pukul berapa. Satu jam begitu lama, apa lagi aku hanya duduk menunggu keajaiban datang. Aku pernah berteriak meminta tolong tapi orang-orang itu justru mengikat tangan dan kakiku. Bahkan mulutku juga dilakban. Dan itu yang membuatku memilih tak berteriak.Aku rebahkan tubuh di atas lantai beralaskan kardus. Rasa dingin menusuk hingga ke tulang. Tak ada selimut apa lagi bantal. Nyamuk selalu datang menemani tidurku. Kreek.... Spontan aku membuka mata kala mendengar suara gesekan di pintu. Dua orang lelaki yang selalu mengawasiku sudah berdiri tepat di sampingku. D
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status