"Bagaimana Amara, apa kamu menerima lamaran Bapak?" tanya Om Sugiyono. Aku tak sanggup mendengar jawaban Yasmin. Aku tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya. Mengetahui wanita yang kita cintai bersama lelaki lain itu menyakitkan. Lebih baik aku pergi, melarikan diri dari kenyataan pahit ini. Pengecut, tapi hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. "Maaf, Om, Tante, semuanya saya masuk kamar dulu." Aku beranjak berdiri. "Kamu belum selesai makan, Rel.""Saya tidak enak badan, Tante." Terpaksa aku berbohong. "Mau aku periksa, Rel?""Gak perlu, Ar. Aman, kok. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."Aku melangkah pergi, meninggalkan ruang makan dengan berjuta perasaan kecewa di dalamnya. Pintu kamar kututup rapat, lalu menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lagi wajah Yasmin dan Arman menari-nari di pelupuk mata. Seketika amarah menyeruak memenuhi rongga dada. Ini tidak baik, aku harus secepatnya pergi dari sini. Aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan. Aku mengacak rambut, frusta
Baca selengkapnya