Home / Romansa / Putra Putri Bunga / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Putra Putri Bunga: Chapter 31 - Chapter 40

51 Chapters

Lukisan Besar

Hari kepindahan Arga ke mansion utamanya akhirnya tiba. Dia berdiri di depan mansion, menatap mansion yang sudah berdiri puluhan tahun itu dengan perasaan campur aduk. Karena penyerangan waktu itu, semenjak menjadi kepala keluarga Arga belum pernah tinggal di sana lagi, dan akhirnya kini warisan tampat kepala keluarga Erlangga tinggal itu akan segera dia tempati. Dia berjalan masuk, memperhatikan pelayan-pelayannya yang hilir mudik membawa barang-barang. Dia tadi mau ikut angkut-angkut, tapi Dio memelototinya dan mengatakan agar dia tidak ikut campur. “Kau urus saja perkerjaan yang hanya bisa dilakukan olehmu,” kata Dio ketika melarang Arga. Arga hanya bisa mendengus, pekerjaan di kantor sedang santai, dia belum benar-benar punya kegiatan sekarang ini. Akhirnya dia hanya melihat-lihat dan sesekali membantu pelayan yang kesusahan. Di aula utama mansion, tempat pertama yang ada setelah memasuki pintu utama, terpampang lukisan besar dengan figura mewah menampilkan sosok Adhitama Erlang
Read more

Pernikahan Suci

Sebuah mansion dengan warna abu-abu yang gelap berdiri megah berbenteng dinding tebal dan gerbang baja yang tinggi dan kuat. Di sekelilingnya terdapat danau yang airnya tampak gelap karena sangat dalam. Sebuah jembatan dengan lebar tiga meter dan panjang 20 meter menjadi penghubung antara mansion itu dari jalan raya. Karena berada di dataran tinggi, saat pagi menjelang, ada kabut tipis yang menyelimuti mansion itu, membuat penampilannya semakin suram dan misterius. Tak seperti rumah-rumah para bangsawan lain yang menonjolkan kemewahan pada gerbangnya, gerbang mansion yang satu itu mengutamakan kekuatan dengan tanpa menambahkan dekorasi. Satu-satunya pola hiasan di muka gerbang itu adalah pola bunga edelweis yang timbul di gerbang kanan dan kiri, ketika gerbang tertutup, pola itu membentuk sebuah bunga edelweis yang utuh. Seorang pelayan utusan Erlangga bergidik bahkan ketika baru melihat siluet mansion dari kejauhan. Ini adalah mansion paling ditakuti dari semua mansion utama Trikula.
Read more

Malam Pertama

Malam menjelang, Lily berdiri dengan jantung yang tak mau tenang di tengah kamar pengantin yang berhiaskan bunga-bunga. Ketika Arga keluar dari kamar mandi, dia dengan cepat pura-pura sedang menyisir rambut. Arga perlahan berjalan mendekat, lalu dia duduk di sisi ranjang yang penuh taburan kelopak mawar. Lily berhenti dari menyisir rambut, takut kegugupannya nampak jelas jika terus melakukan hal itu. Tak lama terdengar suara Arga mengatakan, “aku sedikit haus.” Awalnya Lily spontan berpikir untuk mengambilkannya minum, namun kemudian dia mematung. Itu persis seperti yang Nyonya Wilma katakan! Jantungnya yang sudah sedikit tenang kembali menggila. Namun Lily tak punya pilihan, dia pun menghampiri Arga, duduk di sisinya dan sambil sedikit menghadap padanya, dia menjawab, “ha-hamba membawa air untuk Tuan.” Arga yang menatapnya tersenyum, ekspresi Lily yang sedang gugup terlihat sangat manis. “Boleh aku minta seteguk?” Arga melanjutkan. Lily menggigit bibir sebelum menjawab, “seluruhnya
Read more

Callus Vanda

Adelin sudah merasa ada yang aneh sejak lama. Dia menyadari hal itu setelah dua tahun tinggal di mansion Erlangga. Sesuatu yang aneh itu adalah, dia selalu merasakan ada yang tak seharusnya berada di sana, seperti perasaan takut karena hantu ketika sendirian. Tapi yang dirasakannya bukan ketakutan, melainkan penasaran. Dirinya selalu diliputi rasa ingin tahu mengapa dia merasakan hal itu. Kadang dia merasa mungkin ada penyusup, tapi semua hal yang dia periksa sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda adanya penyusup. Semua serba normal, semua selalu pada tempatnya, dan meski perasaan itu terus datang secara tiba-tiba dalam waktu yang lama, namun rumah Erlangga tak pernah mendapat kasus pencurian atau hal-hal lain yang melibatkan penyusup. Jadi Adelin menyimpulkan kalau penyusup itu tidak pernah ada, dan perasaannya hanya halusinasi saja. Kemudian penyerangan pada Trikula akhirnya terjadi, Erlangga berduka dengan kehilangan kepala keluarganya. Adelin merasa telah gagal melindungi keluarg
Read more

Bunga Baru

Lily terbangun ketika sorot matahari dari jendela sudah meninggi. Gorden di ruangan yang masih asing di matanya itu setengah terbuka, bagian gelapnya jatuh pada ranjang di mana Lily tertidur. Lily mengerjapkan matanya beberapa kali, merasa aneh dengan pemandangan tak biasa yang ia lihat ketika membuka mata. Setelah ia berguling ke samping dan melihat luasnya ranjang yang dia tiduri, baru dia sadar kalau kini, dia sudah menjadi Nyonya Erlangga dan ini adalah kamarnya bersama Arga. Sekelebat ingatan kejadian semalam muncul dalam otaknya, membuatnya tersipu malu. Dia merasa akan sedikit canggung ketika bertemu dengan Arga nanti. Tunggu, setelah Lily pikir-pikir lagi, ini adalah pagi pertamanya sebagai seorang istri dan dia bangun kesiangan sementara suaminya telah pergi entah ke mana. Belum apa-apa dia sudah merasa tak berguna. Lily bangkit mengenakan kimono tidurnya dan melihat secarik kertas di atas meja. Lipatannya dia buka dan di muncul tulisan, “selamat pagi istriku, makanlah, ini b
Read more

Menantang Peri

Arga, Dio dan Yogi sedang berada di ruangan Arga untuk menemani Lily menonton konser biola yang disiarkan di televisi. Lily merasa wajib menontonnya karena Evan Melodia akan bermain di sana bersama para pemain biola senior. Sepanjang acara terlihat Lily sangat menikmatinya, terutama ketika Evan yang bermain. Dia pemain paling muda di sana namun permainannya adalah yang paling indah menurut Lily. Di akhir, setelah permainannya selesai, Evan berbicara, “permainanku yang terakhir spesial kupersembahkan untuk kakakku tercinta, Lily Erlangga.” Lily spontan terkejut dan menutup mulutnya, ketiga pria yang ada di sana juga sedikit bersorak. Saat Evan bilang kakak, tentu dalam otak mereka yang pertama muncul adalah Elva Melodia. Lily tampak terharu, Arga memeluknya. “Waahh senangnya jadi kakak kesayangan Evan …“ goda Yogi. Lily lalu memukul lengannya. Dio terkikik melihat tingkah mereka. Dia ikut senang hubungan Lily dan Evan begitu harmonis, tapi sepertinya akan ada orang yang tidak senang
Read more

Luka Lemon

Di kediaman Martin, Lemon berlari di sebuah koridor mengejar seseorang yang mengenakan pakaian pelayan. Begitu berbelok, Lemon mendapati pria itu menghilang. Seorang pelayan wanita keluar dari sebuah ruangan dan terkejut melihatnya, spontan Lemon memukul tengkuknya dan dia terkulai tak sadarkan diri. Lemon lalu melangkah pelan, pistol siap di tangan, satu per satu ruangan dia periksa namun orang yang dia kejar masih tak ditemukan, sampai akhirnya hanya menyisakan satu ruangan di ujung koridor. Lemon membenarkan pegangan pada pistolnya, pintu di dobrak, moncong pistol dia arahkan sambil mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri. Namun ruangan itu hanya penuh dengan lukisan dan beberapa kanvas kosong. Tapi kemudian Lemon tersentak, spontan melihat ke arah kanvas persegi besar yang langsung rubuh, ketika tangan kanan menangkisnya, pria bertopeng sudah tepat di depannya dan menyayatnya dengan pisau. Lemon mendecih, pria itu berniat menyerang leher tapi dia mengelak dan hanya mengenai lengan
Read more

Gerbang Edelweis

Di kamar sebuah hotel yang berada di lantai tertinggi, Elva dan Rava duduk menghadap jendela besar yang terbuka lebar. Di sisi-sisi jendela, tirai putihnya berayun-ayun tertiup angin. “Merah!” ucap Elva dengan semangat. “Hmmm, biru!” balas Rava. Mereka sedang melakukan permainan sederhana yang mengharuskan mereka menebak warna yang muncul dengan benar. Tak jauh dari hotel yang mereka tempati, ada gedung tinggi dengan baliho besar yang menampilkan iklan minuman segar, background iklan itu akan berganti warna tiap satu menit. “Yeee aku menang lagi!” sorak Elva ketika baliho itu memunculkan warna merah. Sesuai kesepakatan, yang kalah harus diolesi oleh lipstik di wajahnya, dan Rava yang selalu salah menebak, sudah penuh dengan coretan lipstik di wajah. “Ah aku menyerah! Aku tidak mau main lagi!” Rava tampak jengkel, sementara Elva tertawa-tawa atas kemenangannya. Di belakang mereka tampak ada papan catur dengan bidak-bidaknya yang tercecer di sisinya, lalu ada kartu remi yang bebaur
Read more

Kabar Bahagia

Dua bulan terlewat sejak pernikahan Arga dan Lily. Akhir-akhir ini belum ada kabar lagi dari Lemon, dan semua tampak stabil bagi Arga. Dia jadi punya banyak waktu untuk bersama dengan Lily. Dan hari ini, rencananya mereka akan pesta barbeku di halaman belakang. Dio, Paman Yoga dan Yogi mendapat tugas membeli bahan-bahannya. Arga, Lily dan tiga pendekar menyiapkan tempat dan peralatannya. Mereka juga mengundang Nyonya Wilma, tapi perempuan tua itu menolak. Pesta barbeku kecil-kecilan itu lumayan seru, Yogi selalu berusaha mendekati Adelin, dan seperti biasa dia akan dicegat Monika. “Sudah kubilang hentikan kelakuanmu! Nona Adelin tak cocok untuk orang sepertimu!” bentak Monika. Yogi yang jengkel membalas, “apa hakmu melarangku, dasar gorila!?" "Hah!?" Dio yang tertawa dengan kelakuan mereka berkomentar, “aku tak bisa membayangkan seheboh apa jika kalian menikah.” Dan Dio langsung mendapat pelototan dari mereka berdua. “Berisik!” Silvi yang sedang menikmati dagingnya protes. “Aah
Read more

Kudeta Gunada

Rava benar-benar dikurung sekarang. Dia tak pernah dibiarkan sendirian dalam sebuah ruangan, Morgan menempatkan orang-orangnya untuk terus mengawasi gerak-gerik cucunya itu. Keadaan itu sudah berlangsung selama tiga minggu lebih sejak dia kembali pulang setelah sebelumnya kabur untuk bermain-main. Rava hanya terkulai lemas di kursinya, kini bahkan untuk bernapas pun terasa tidak enak. Ketukan pintu terdengar, si penjaga di ruangan itu langsung mengeceknya dan mengizinkannya masuk. Rava mendengus, dia bahkan sudah tak punya wewenang di ruangannya sendiri. Apanya yang kepala keluarga Gunada? Jelas sekali dia hanya boneka yang sedang dimainkan kakeknya. Orang yang datang ternyata adalah seorang pelayan yang membawakannya makanan. Pelayan itu tampak terkejut melihat sarapan tadi pagi masih utuh tak disentuh tuannya. Tanpa banyak bicara, dia mengganti makanan di atas meja itu dengan yang baru. Rava hanya menatapnya dengan malas. Tapi beberapa detik kemudian, dia merasa sedikit pusing. Tak
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status