Semua Bab Sleeping With Mr. Arrogant: Bab 1 - Bab 10

39 Bab

Prolog

Hanya ada hening yang mengisi seluruh penjuru kamar hotel itu. Sementara seorang lelaki yang baru saja terbangun dari tidurnya dan menemukan wanita di sampingnya terduduk lemas dengan tatapan kosong, hanya melayangkan tatapan datarnya yang dingin. Lelaki itu beranjak dari atas ranjang, memungut celananya yang tergeletak di atas lantai, kemudian memakainya dengan penuh ketenangan. Ekor matanya sesekali melirik wanita itu, masih tetap sama, hanya diam dan terlihat sangat terpukul. Satu tangannya yang menahan selimut menutupi tubuh telanjangnya terlihat terkepal. Namun pemandangan menyedihkan itu sama sekali tidak menimbulkan rasa peduli bagi lelaki itu. Dia hanya merapikan dirinya, memeriksa ponsel kemudian berbicara pelan pada seseorang yang dia telefon. Lalu, ketika dia sudah bersiap untuk pergi, dia hanya melemparkan sebuah kartu nama yang tergeletak jatuh di atas pangkuan wanita itu. "Hubungi aku kalau terjadi sesuatu." Ujar
Baca selengkapnya

Takdir Yang Mengerikan

Dua garis merah. Renata tidak perlu mencobanya berulang-ulang kali untuk meyakinkan diri karena sejujurnya, jauh sebelum dia memutuskan membeli tespek di tangannya itu, dia sudah merasa ada yang salah dalam dirinya. Perubahan hormon, rasa mual dan juga siklus haidnya yang berhenti sejak dua bulan ini. Hamil. Renata tahu kalau dirinya sedang mengandung, hanya saja, dia butuh meyakinkan dirinya lagi. Karena itu dia membeli tespek untuk memastikannya. Dan ya, hasilnya tidak ada yang berubah. Kini, Renata terduduk lemas di atas closet. Tespek di tangannya sudah terjatuh ke lantai. Rasa-rasanya, Renata tidak ingin memercayai semua ini. Kehidupannya sudah teralalu berantakan sejak semua orang mengetahui hubungannya dan Revan, sepupunya yang menjadikannya sebagai selingkuhan selama ini. Belum lagi rasa patah hatinya yang entah kapan bisa sembuh dan membebaskan dia untuk benar-benar bisa hidup dengan damai.
Baca selengkapnya

Sang Badai (1)

Tidak sekalipun hal gila ini pernah terlintas di kepalanya. Meski dia masih menyimpan dendam dan luka yang belum mengering sejak bertahun-tahun silam, namun, Saka tidak pernah mengharapkan pertemuan itu. Namun, ketika takdir membawanya kembali bertemu dengan satu-satunya wanita yang pernah membuatnya terpuruk, rasa dendam dan luka itu semakin menguat hingga Saka ingin membalas semuanya. Malam itu, ketika dia menemukan Renata sedang duduk seorang diri di bar, Saka tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok Renata. Kilas masa lalunya yang menyakitkan membuat Saka pada akhirnya membiarkan teman kencannya pergi dengan perasaan kesal karena Saka hanya terus mengamati Renata. Lalu ketika ada seorang lelaki datang menghampiri Renata, berusaha menggodanya sedangkan Renata terlihat mabuk, tanpa Saka sadari, kedua kakinya bergerak begitu saja, melangkah cepat menghampiri mereka lalu mendorong kasar tubuh lelaki itu dan mengusirnya.
Baca selengkapnya

Sang Badai (2)

Ketika membuka kedua matanya, Renata mendapati dirinya berada di sebuah kamar yang asing, membuatnya beranjak duduk susah payah karena kepalanya yang masih sedikit pusing meski tidak seperti sebelumnya. "Jangan bangun kalau masih sakit." Mendengar sebuah suara, Renata terperanjat dan menoleh cepat ke samping. Wajahnya terkejut menemukan keberadaan Saka, sedang duduk dengan gaya menawannya di sebuah kursi, menatap lekat padanya. Apa sejak tadi Saka menunggunya di sana? "Saka..." gumam Renata. Setiap kali mendengar namanya di ebut oleh Renata, Saka selalu saja merasakan reaksi yang dia benci dalam dirinya, hingga membuat Saka berusaha kuat mengenyahkan rasa itu. Kini Saka beranjak dari tempatnya, menghampiri Renata, berdiri di depannya. Renata tidak mengalihkan perhatiannya sedikit pun darinya. "Gimana keadaan kamu?" "Aku... ada di mana?" bukannya menjawab pertanyaan Saka,
Baca selengkapnya

Saka

Saka merasa menang saat ini. Kerapuhan Renata membuat pekerjaannya lebih mudah untuk menjalankan rencananya. Renata sedang bersedih sekaligus kebingungan, dia seperti butuh sebuah pegangan dan tentu saja Saka siap memberikannya. Ya, apa pun akan Saka lakukan demi membuat rencananya berjalan dengan baik.            Seperti saat ini, Saka berhasil meminta Renata untuk tinggal di rumahnya. Saka bilang, mereka bisa merawat kehamilan Renata bersama-sama. Tadinya Renata ragu karena selain dia baru mengenal Saka, mereka juga tidak mungkin tinggal bersama tanpa status seperti ini.            Tapi lagi-lagi Saka berhasil meyakinkan Renata jika ini adalah yang terbaik. Lagi pula, Renata tidak memiliki siapa-siapa lagi sekarang setelah keluarganya sendiri sudah mengusirnya dan tidak ingin lagi memiliki hubungan dengannya.       
Baca selengkapnya

Renata (1)

Rintik hujan yang membasahi jendela kamarnya membuat Renata tertarik untuk mengamatinya. Dia bahkan sudah berdiri di depan jendela itu sejak sepuluh menit yang lalu, mengamati setiap tetes hujan yang jatuh. Dan seperti biasa, setiap kali menyendiri, pikirannya akan selalu berkelana.            Renata kembali memikirkan bagaimana pertama kali dia jatuh cinta, pada Revan, sepupunya. Kemudian mereka menjalin kasih, saling menyayangi dan melengkapi satu sama lain seolah-olah Renata merasa tidak membutuhkan apa pun lagi selain cinta dan kasih sayang Revan.            Asalkan ada Revan di sisinya, Maka Renata merasa baik-baik saja. Revan adalah apa yang dia harapkan dalam hidupnya yang selalu saja terasa membosankan bagi seorang Gadis pendiam yang selalu saja malu jika harus berinteraksi dengan banyak orang.        &n
Baca selengkapnya

Renata (2)

Renata sudah bangun, bahkan dia sudah mandi sejak satu jam yang lalu. Tapi, yang dia lakukan sejak tadi hanya lah duduk di tepi tempat tidur, berdiri tegak, jalan kesana kemari dengan wajah resah. Sungguh, Renata benar-benar bingung harus melakukan apa saat ini.            Semua itu cumannya dan Saka tadi malam.            Ya, ciuman yang mereka lakukan hampir lima belas menit lamanya. Dan ciuman itu terhenti karena ponsel di saku Saka berdering. Tahu apa yang Saka lakukan setelahnya? Dia mengusap bibir basah Renata, menyuruhnya meminum susu yang telah dia buatkan, lalu beranjak pergi begitu saja, meninggalkan Renata yang seketika di landa kebingungan.            Bagaimana bisa?! Pekiknya di dalam hati.            Bagaimana bisa dia da
Baca selengkapnya

Hati Yang Mulai Goyah (1)

Saka sedang berada di mobilnya, duduk nyaman di bangkunya sambil menatap ke arah jalanan. Supirnya sedang membawanya kembali ke rumah untuk menjemput Renata. Hari ini, sesuai rencana mereka, Saka akan menemani Renata memeriksakan kandungannya. Ini akan menjadi kali pertama Saka melakukan hal ini. Padahal sebelumnya, Saka sama sekali tidak memiliki minat untuk melakukan hal itu.            Tapi entah mengapa. Semakin hari, dia semakin sering mendengar Renata bercerita mengenai perkembangan kandungannya. Bahkan bulan lalu, setelah pulang dari memeriksakan kandungannya, Renata bercerita dengan wajah riang mengenai betapa baiknya kondisi bayi mereka.            Berat bayi mereka sudah semakin membaik dibandingkan dengan ketika Renata pertama kali memeriksakan kandungannya. Renata bilang, itu semua berkat Saka yang membantunya merawat bayi mereka. Semenjak Renata
Baca selengkapnya

Hati Yang Mulai Goyah (2)

Renata baru saja selesai membeli beberapa keperluannya di sebuah pusat perbelanjaan. Namun, ketika dia melewati sebuah toko perlengkapan bayi, langkahnya terhenti, dia menatap tempat itu lama. Menunduk untuk menatap perutnya, Renata tersenyum kecil kemudian memutuskan untuk masuk kesana.            Renata menyusuri tempat itu, menatap sekelilingnya. Lalu. Tatapannya jatuh pada koleksi pakaian bayi. Kedua kakinya melangkah pasti kesana, dia mengambil sebuah pakaian bayi, jemarinya mengusap pakaian itu dengan gerakan lembut. Ada rasa hangat yang menjalari tubuh Renata ketika dia melakukannya.            Membayangkan bayinya nanti akan memakai pakaian menggemaskan itu membuat senyuman Renata mengembang sempurna dan kedua matanya berbinar penuh harap.            Semakin hari Renata semakin bersyukur a
Baca selengkapnya

Keluarga

TIGA TAHUN KEMUDIAN. Saka membuka pintu rumahnya, dia baru saja kembali setelah melakukan perjalanan Bisnis ke Hongkong. Wajahnya tampak lelah, namun, ketika dia menemukan putrinya yang berlari ke arahnya, senyuman Saka mengembang begitu saja.            “Pa...” teriak putrinya, Gheana Adhiyaksa.            “Hai, Ghea.” Balas Saka, dia hampir saja menggendong Ghea kalau saja suara Renata tidak mengintrupsi.            “Papa mandi dulu, baru boleh peluk Ghea.”            Saka melirik Renata, mencebik samar kemudian menghela napas malas. Begini lah kalau Mama dari anaknya adalah seorang Dokter anak, semuanya harus steril demi menjaga kesehatan putri mereka. “
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status