Home / Romansa / Sleeping With Mr. Arrogant / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Sleeping With Mr. Arrogant: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

Hati Yang Gundah (1)

Tidak ada ketenangan. Itu lah yang Saka rasakan selama satu minggu terakhir ini. Semenjak dia memaksa meniduri istrinya, tidak sekalipun Saka merasa ketenangan dalam kesehariannya. Setiap kali dia melihat wajah sedih Renata, usahanya untuk bisa tersenyum pada Ghea, membuat Saka merasa kalau dirinya benar-benar berengsek. Apa lagi ketika malam setelah kejadian itu terjadi, Saka melihat Renata yang berjalan dengan cara yang tidak nyaman dan hal itu membuat Saka sadar jika apa yang dia lakukan bukan hanya berhasil melukai batinnya, bahkan fisik Renata pun ikut terkuka olehnya. Kini Saka duduk termangu di kursi kerjanya. Semua pekerjaannya benar-benar tidak dia hiraukan sejak tadi. Lamunannya selalu saja mengarah pada Renata dan semua hal kejam yang telah Saka lakukan padanya, Demi membalaskan dendam, Saka sengaja menjerat Renata untuk terus berada dalam jarak pandangnya, memastikan Renata selalu berada di sisinya. Lalu, rencananya untuk
Read more

Hati Yang Gundah (2)

Saka keluar dari kamarnya untuk mengambil Ghea dari Renata karena dia ingin bermain bersama putri kecilnya itu. namun, ketika ia mendengar gelak tawa Ghea dari arah ruang televisi, Saka memutuskan untuk menghampiri tempat itu. Langkahnya terhenti mana kala dia menemukan kedua mertuanya dan juga Rosie sedang berada di sana, Ayu mamangku Ghea, meladeni ocehan Ghea yang menggemaskan. Herman yang duduk di samping istrinya tampak memegangi jemari Ghea. Sedangkan Rosie duduk berdampingan dengan Renata, tersenyum memandang ke arah mereka bertiga. Saka mengamati semua itu dalam diam. Di sana ada Istri dan anaknya, Mamanya dan juga kedua mertuanya. Mereka semua terlihat sempurna. Kesempurnaan yang tida pernah terlintas dalam benak Saka namun anehnya terwujud begitu saja. Selama ini Saka selalu menjaga jarak dari mereka semua kecuali Ghea. Bagi Saka, mereka semua tidak terlalu penting. Mereka bahkan tidak bisa mendekati Ghea dengan bebas karena jujur saja,
Read more

Getaran Hangat (1)

Ini adalah kali pertama bagi Saka berada di tengah keramaian yang di dominisi oleh anak-anak. Dia sering menghadiri pesta, namun selalu menyendiri di sudut ruangan ditemani oleh segelas minuman. Dan hari ini, di hari perayaan ulang tahun putrinya dimana Saka sebagai seorang tuan rumah, Saka benarbenar tidak tahu harus melakukan apa. Sejak tadi dia hanya mengikuti kemana Renata pergi untuk menemui para tamu sambil menggendong Ghea. Putri mereka yang ceria dan memiliki keramahan serupa Mamanya tampak bahagia menerima ucapan selamat dari orang-orang. Tidak hanya Ghea sepertinya, karena Renata, orangtuanya dan juga Rosie sama bahagianya. Mereka terlihat sangat bersemangat di hari ini. Berbeda dengan Saka yang merasa bingung dan tidak tahu harus melakukan apa. Hal itu disadari oleh Renata yang ternyata sejak tadi selalu mengamatinya. Saka hanya mengulas senyuman kecil, mengucapkan terima kasih dan tidak melakukan apa pun lagi. Bahkan berbasa-basi deng
Read more

Getaran Hangat (2)

Renata masih terduduk lemas di tepi tempat tidurnya. Rumahnya sudah kembali sepi seperti biasanya, orangtuanya sudah kembali pulang setelah tadi menangis memeluk Renata yang hanya bisa diam terpaku. Setelah Saka mengeluarkan amarahnya, beberapa keluarga yang selama ini menjaga jarak dengannya meski tidak pernah memberikan komentar pada Renata menghampiri Renata, memberikannya sebuah pelukan hangat yang tulus dan ucapan maaf yang membuat Renata merasa mencelos mendengarnya. Apa yang Saka sampaikan berhasil membuat beberapa orang menyadari perbuatan mereka. Renata memang bersalah, tapi bukan berarti tak termaafkan. Saka benar, jika Revan bisa dimaafkan dengan mudah, lalu mengapa Renata tidak? Kini, selepas mereka semua pergi, Renata hanya mengurung diri di kamarnya. Ghea masih berada di kamar Saka dan semenjak semua orang pulang, Saka turut mengurung dirinya di kamar. Tidak ada pembicaraan apa pun lagi diantara mereka. Namun, Renata te
Read more

Badai Ditengah Pelangi (1)

Pada akirnya, setelah melewati berbagai kesedihan, hukuman, derai air mata yang tak berkesudahan, Renata bisa benar-benar mencicipi kebahagiaan dalam rumah tangganya. Ya, sebuah kebahagiaan yang tidak pernah Renata bayangkan sebelumnya. Suami yang penyayang, seorang anak yang cantik dan menggemaskan yang selalu membuat hari-harinya menjadi lebih menyenangkan, dan keluarga yang penuh dengan limpahan kebahagiaan. Setiap kali Renata membuka kedua matanya di pagi hari, dia tidak lagi memulainya dengan helaan napas berat, melainkan sebuah senyuman manis yang penuh dengan semangat. Renata benar-benar menjalani perannya sebagai Ibu rumah tangga. Membantu Bi Ambar menyiapkan sarapan pagi, menyiapkan keperluan suaminya, membangunkan suaminya dengan sebuah ciuman, menemaninya sarapan dan juga berbagai tugas seorang istri pada umumnya. Renata benar-benar menyukai kegiatan dan status barunya saat ini. Dia dan Saka telah sepakat untuk melupakan semua
Read more

Badai Ditengah Pelangi (2)

Ucapan Saka yang begitu kejam membuat Renata menatapnya tak percaya. Ada apa lagi ini? Pikirnya. Mengapa Saka kembali seperti ini? Bukankah semuanya sudah baik-baik saa? “Revan,” desis Saka. “kamu kembali menemuinya hari ini kan?” “Revan?” sejenak, Renata berusaha mencerna apa yang Saka katakan hingga kemudian dia tersentak dan menggelengkan kepalanya. “jangan salah paham, aku dan Revan–” “Tutup mulut kamu! Jangan mengatakan apa pun lagi, Nata...” “Tapi, Saka, kamu harus tahu kalau aku– ah!” ucapan Renata terhenti mana kala kedua pipinya dicengkram kasar oleh Saka. Ada amarah yang terbakar di kedua mata Saka saat ini, tatapan penuh kebencian itu kembali lagi hingga membuat Renata gemetar ketakutan dengan linangan air mata di kedua matanya. “Saka...” isak Renata. Namun Saka tidak bergeming sedikitpun. Kalau saja Ghea tidak terpekik menangis tiba-tiba, maka Saka tidak akan melepaskan cengkraman me
Read more

Sayap-Sayap Patah

Renata masih terjaga. Tadi malam, dia sama sekali tidak menyentuh obat tidurnya hingga akhirnya, tidak sekalipun matanya bisa terpejam. Renata hanya terus berbaring meringkuk di kamar tamu, ya, kamar tamu karena dia sama sekali tidak mau kembali menginjakan kakinya di kamarnya yang dulu. Ada begitu banyak kenangan Ghea di sana. Bahkan, harum tubuh putrinya selalu saja memenuhi ruangan itu, membuatnya semakin tersiksa jika berada di sana. Satu minggu sudah berlalu sejak kepergian Ghea. Renata tidak lagi pernah menangis sejak melihat tubuh putrinya terbaring di bawah timbunan tanah. Renata tidak lagi pernah menangis dan juga... bicara. Dia hanya diam, berbaring, makan ketika Bi Ambar membawakannya makanan. Hanya itu. Renata telah kehilangan hidupnya. Ghea adalah segalanya, Ghea adalah kehidupan baru yang dia miliki setelah semua kerumitan yang menderanya. Renata pikir, dia bisa kembali hidup setelah memiliki Ghea. Renata pikir, dia akan bahagia mes
Read more

Hanya Ingin Mati

Herman memeluk istrinya yang menangis tersedu. Dokter baru saja pergi setelah menjelaskan keadaan Renata. Bagai disambar petir di siang bolong, begitu lah perasaan Herman dan Ayu ketika Saka memberitahu mereka jika Renata sedang berada di rumah sakit dan Renata… baru saja melakukan percobaan bunuh diri. Lagi. Ya, putri mereka itu… lagi-lagi melakukannya. “Rena…” isak Ayu tergugu. “Udah, jangan nangis terus… Renata akan baik-baik aja.” Bisik Herman pada istrinya. Saka masih diam di tempatnya, tatapannya tampak kosong. Dia terus mengulang-ulang kalimat Dokter mengenai satu hal. Untungnya Renata cepat mendapatkan pertolongan. Karena kalau terlambat, sedikit saja, entah apa yang terjadi pada Renata sekarang. Saka mengepalkan kedua tangannya. Perlahan, kakinya bergerak lambat, memasuki kamar di mana Renata dirawat. Saka menghampiri Renata, berdiri lama di sampingnya, memandangi wajah pucat Renata yang tampak damai.
Read more

Ayo, Kita Bercerai (1)

Saka hanya duduk diam di atas sofa, memandangi Renata yang sejak tadi hanya terus berdiam diri, sekalipun Ayu sedang berusaha membujuknya untuk makan. Jangankan mau menerima suapan itu, sepatah kata pun tidak keluar dari bibirnya sejak tadi. Renata hanya diam, memandangi jendela dengan tatapan kosong. “Sedikit aja, Rena…” ujar Ayu dengan suara lirih. “kalau kamu nggak makan, gimana bisa sembuh?” Lalu entah mengapa, perlahan wajah Renata menoleh, menatap Mamanya. “Aku memang nggak mau sembuh, Ma…” suara serak itu dengar menyedihkan. Ayu menggigit bibirnya getir. “Nggak boleh ngomong gitu, Rena.” “Ghea… aku cuma mau ketemu sama Ghea.” “Rena…” “Aku mau Ghea, Ma…” Renata kembali menangis, dan itu membuat Ayu turut melakukannya sambil tertunduk dalam. Di tempatnya, Saka memijat dahinya putus asa. Selalu begini, pikirnya. Renata seolah bersikeras ingin tetap mati agar bisa bertemu dengan putri mereka. Sa
Read more

Ayo, Kita Bercerai (2)

"Dokter bilang, besok kamu udah boleh pulang." Ujar Saka pada Renata saat dia baru saja kembali ke kamar Renata setelah tadi sempat bicara dengan Dokter yang merawat istrinya. Namun sayangnya, reaksi Renata tetap saja sama seperti sebelumnya. Dia hanya diam, dan tetap tak ingin menatap Saka. Tapi Saka tidak keberatan dengan itu. Tidak mengapa, dia pantas menerimanya. Lagi pula, melihat Renata masih hidup sudah lebih dari cukup baginya. "Aku telefon Mama dulu." Ujar Saka lagi. Ketika Saka menelefon Ayu dan Rosie bergantian, perlahan, wajah Renata menoleh padanya. Renata menatap suaminya itu dengan tatapan kosong yang hampa. Saka sedang menjelaskan keadaan Renata dan juga Renata yang besok sudah diperbolehkan pulang. Lihat lah lelaki ini, batin Renata. Dia masih tampak sama seperti biasanya. Tak tersentuh. Bahkan setelah apa yang terjadi pada Ghea, setelah apa yang terjadi pada dirinya, suaminya ini... tetap saja sama. "Besok Mama kamu ke sini, mau ikut anterin kamu pulang. Kalau Ma
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status