Beranda / Romansa / ISTRIKU GILA? / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab ISTRIKU GILA? : Bab 71 - Bab 80

108 Bab

Pesta Ulang Tahun Dio

"Bu, tolong jangan menekan Zainab terus. Dia sedang hamil muda dan itu bisa mempengaruhi kandungannya. Apa Ibu tidak sayang dengan calon cucu Ibu?"Aku bicara empat mata di kamar Ibu pagi ini. Mencoba berdamai dengan sikap Ibu yang belakangan ini justru semakin tidak bersahabat dengan Zainab. Saat pulang dari rumah Ayah semalam, Ibu kembali memarahi Zainab karena kami baru sampai di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Seharusnya aku juga kena omelan Ibu, tapi nyatanya Ibu hanya menyalahkan Zainab. "Ibu gak tahu, Dan. Ibu cuma khawatir sama Zahira. Dia punya riwayat sakit jantung. Ibu takut terjadi apa-apa sama cucu Ibu." Aku bisa melihat air mata yang mulai meleleh di wajah Ibu. "Aku paham itu, Bu. Namun, Zainab juga sedang hamil. Kondisinya menurun beberapa hari ini, dia juga susah makan, gak mau minum susu, dan sekarang morning sickness-nya gak kenal waktu."Kuhela napas sejenak untuk meredam emosi. Sepertinya, aku keterlaluan pada Ibu. "Zaidan minta maaf, Bu. Zaidan gak bermaksu
Baca selengkapnya

Memperkenalkan Zainab

PoV ZainabCukup menyedihkan memang jika seseorang menilai orang lain dari penampilan saja. Aku memang tidak terlalu banyak berubah. Masih seperti Zainab yang dulu, tapi sekarang sudah lebih tegar dalam menghadapi hidup. Setelah mengurai sedikit ketegangan yang terjadi kerena Nindia--kakak kelasku saat SMA yang juga menyukai Kak Angga--acara Kak Dio dimulai. Namun, aku mengajak Kak Dio berbicara berdua dulu setelah izin dengan Mas Zaidan. Aku ingin tahu tentang kedekatannya dengan Nindia. "Aku sama Nindia gak ada hubungan, Nis. Dianya saja yang ke-pede-an. Dia itu cuma karyawan magang yang dibawa papanya selaku manajer marketing di kantor," papar Kak Dio. "Kakak gak bohong, 'kan? Aku bukannya mau ngatur masalah pribadi Kakak, tapi aku tahu siapa Nindia. Dia gak cocok buat Kakak."Sebenarnya, tidak enak karena belum lama mengenal Kak Dio dan aku sudah melarangnya berhubungan dengan seseorang. Namun, aku tidak. ingin jika Kak Dio mendapat pasangan yang kurang baik. Bagaimanapun, dia
Baca selengkapnya

Devara Anindita

Aku panik setengah mati saat mendapati Zainab tergeletak di lantai dengan tubuh yang sangat dingin. Wajahnya terlihat sangat pucat dan sesekali merintih sambil memegangi perut. Dan benar adanya, Zainab mengalami prndarahan ringan akibat kelelahan kemarin. Ingin sekali memarahinya supaya sadar jika yang dilakukannya itu salah, tapi aku tidak tega. Kondisinya masih belum pulih. Lagi pula, cinta ini mengalahkan amarah. Marahku padanya mungkin malah akan memperburuk keadaan. Dia juga berulang kali meminta maaf karena aku sengaja mendiamkannya. Ya, lebih baik diam untuk menjaga emosi. Hingga Zainab memintaku menghentikan mobil. Dia ingin makan nasi uduk. Ah, ada rasa bahagia karena akhirnya perempuanku mau jujur tentang ngidamnya di kehamilan kedua ini. Memang baru kali ini Zainab mengatakannya. Sekali lagi, aku kalah karena cinta. Dia terlalu istimewa untuk diabaikan. Melihatnya makan dengan lahap membuat perut yang sebenarnya masih kosong ini terasa kenyang. Entahlah? Nyatanya itu bena
Baca selengkapnya

Fitnah

Zainab sedang sibuk membuatkan susu untuk Zahira, sementara gadis kecil berpipi tembam itu di pangkuanku yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Sejak semalam, memang aku sengaja mengajak Zainab dan Zahira menginap di rumah pribadi kami. Sedikit menjaga hati istri tercintaku itu dari Ibu yang entah kenapa sikapnya berubah kaku padanya.Sebelumnya, kami pergi untuk memeriksakan kandungan Zainab. Alhamdulillah, sehat di usia tiga belas minggu, sudah lewat trimester pertama. Intensitas morning sickness-nya pun sudah berkurang. Wajah cantiknya juga mulai berseri lagi. "Ini susunya, Mas." Sebotol susu untuk putriku siap dengan suhu hangat yang pas. "Terima kasih, Mama," sahutku, lalu menempatkan ujung dot ke mulut Zahira."Di kulkas gak ada apa-apa, Mas. Aku gak bisa masak." Zainab duduk di sebelahku, lalu meraih remot TV dan menekan tombol ON. "Gak apa-apa. Kita sarapan di luar saja srkalian jalan-jalan. Kamu sudah enakan, kan? Kita belum pernah liburan sejak ada Zahira."Entah kenapa
Baca selengkapnya

Baikan

Aku memang kecewa dengan Mas Zaidan karena dia mengungkit soal status hubunganku dengan Kak Dio yang hanya sebatas saudara angkat. Namun, bukan itu alasan sebenarnya aku diam. Aku merasa bersalah pada Mas Zaidan karena ulah Kak Dio yang menyebabkan lebam di pipinya. Dan di sisi lain, aku menerima pesan dari Kak Dio beberapa saat setelah meninggalkan rumahnya. Dalam foto itu, aqqMas Zaidan terlihat mengunci tubuh Kak Devara yang punggungnya sudah menempel pada tembok. Sementara kedua tangan Mas Zaidan berada di sisi kanan dan kiri tubuh Kak Devara. Meskipun hati kecil ini mengatakan jika Mas Zaidan tidak bersalah, tapi bukti itu sangat memberatkannya. "Za, jangan diam saja. Mas sudah minta maaf," ujarnya entah yang ke berapa kali. "Di depan ada apotek, tolong berhenti sebentar, Mas," sahutku.Mobil pun berhenti di depan apotek dan aku bergegas masuk ke dalam untuk membeli salep serta air mineral dingin. Sementara Zahira kutinggalkan bersama papanya di mobil. "Kamu beli apa, Za?" t
Baca selengkapnya

Sore Itu

Zahira berjingkrak di pangkuanku saat mobil melaju membelah jalanan kota. Bayi gembulku sepertinya sangat girang melihat lalu lalang kendaraan. Namun, aku mendesis saat tiba-tiba kakinya tanpa sengaja menyentak perut. Mas Zaidan pun langsung menghentikan laju mobilnya setelah mendapatkan tempat untuk menepi. "Kenapa, Za?""Perutku begah, Mas. Kena kakinya Zahira," jawabku tertahan. Napas ini teras cukup berat sekarang. Mas Zaidan mengendurkan sandaran jok hingga tubuhku setengah berbaring setelah mengambil alih Zahira. Dia mengusap pelan perutku, sedangkan aku memejam sambil menarik napas panjang beberapa kali. "Kita periksa saja, ya. Takutnya kenapa-napa." Suara lelaki bermanik mata hitam itu terdengar panik. "Udah baikan, kok, Mas. Cuma kaget saja."Aku kembali membuka mata dan membenarkan duduk. Kemudian, meminta Zahira lagi dari papanya. "Kamu gak usah pegang Zahira dulu, deh. Dia lagi aktif banget. Mas gak mau kandunganmu kenapa-napa.""Trus Mas nyetirnya gimana? Zahira gak
Baca selengkapnya

Watak Asli Dio

Aku berencana menemui Ibu di restoran masakan Jawa miliknya. Beliau selalu menyibukkan diri di sana dari pagi hingga petang. Hanya satu yang kukhawatirkan, hubungannya dengan Zainab akan semakin jauh. Cheesecake buatan Zainab menemani perjalanku untuk mencoba meluluhkan hati Ibu. Aku tahu betul jika Ibu sebenarnya menyayangi Zainab. Hanya saja, kekecewaannya saat Zainab mengabaikan Zahira masih membuatnya enggan berdamai. "Bu," sapaku pelan pada perempuan paruh baya yang sedang duduk di salah satu meja resto. Memang aku mengabarinya untuk makan siang berdua. Wajah yang sedikit keriput itu memandangku hangat. Ada lengkungan yang dibuat dari kedua ujung bibir yang diangkat. Kucium tangannya sebelum akhirnya kami duduk berhadapan. "Ini, cheesecake yang rasanya persis dengan cheesecake buatan Ibu." Kubuka kotak bekal yang dibawakan Zainab. Ibu menatapku, terlihat ada yang mulai membasahi pipinya. "Zainab yang buat?" tanyanya pelan. Aku mengangguk, lalu menyuapkan satu potong cheesec
Baca selengkapnya

Penyesalan Ibu

Saat kepercayaan menjadi taruhan, aku tidak bisa lagi berdamai dengan pengkhianatan. Dio sangat pintar mengatur strategi untuk mengambil hati Zainab. Perempuan mungil yang masih terlalu polos--menurutku--pola pikirnya itu mudah sekali tertipu oleh Dio. Bukan salahnya jika menjadi perempuan yang selalu berpikir positif. Hanya saja, orang lain yang lebih jeli untuk menyerang dari dalam saat sudah mendapat kepercayaan. Tiba di rumah sakit, Zainab ditangani dengan cekatan. Aku pun terus mengatakan pada dokter jika Zainab sedang hamil dan tadi terjatuh cukup keras. Aku tidak ingin anakku kenapa-napa lagi. Sudah cukup keteledoranku pada Zahira saja. "Tidak ada yang serius. Istri Bapak hanya terkejut saja. Ibu dan kandungannya baik. Sekarang boleh pulang, tapi harus bedrest tiga hari ke depan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan," tutur sang dokter. Kemudian, memberikan secarik kertas. "Obat dan vitaminnya bisa ditebus di apotek dan tolong dipastikan istrinya meminumnya sesuai atura
Baca selengkapnya

Babysitter Baru

PoV ZainabMas Zaidan membawa seorang perempuan berjilbab hitam dengan celana jeans dan kaus lengan panjang. Perempuan yang kutaksir usianya sekitar empat puluh tahunan itu tersenyum ramah ke arahku. Namun, aku tak membalasnya. Entah kenapa, ada rasa tidak suka saat perempuan itu berdiri bersebelahan dengan Mas Zaidan di depan pintu yang baru saja kubuka. Siapa dia? "Kok, bengong? Ini, Mbak Lita ... dia babysitter yang akan bantu kamu jaga Zahira." Babysitter? Ah, Mas Zaidan ... apa-apaan dia! Aku belum menyetujui rencanannya itu, tetapi kenapa dia mengambil keputusan sepihak? Kulandangi sosok perempuan di hadapan dari atas ke bawah, lalu beralih menatap Mas Zaidan dengan sedikit kesal. "Hey, kenapa, Sayang?" Pertanyaan Mas Zaidan membuyarkan spekulasi yang sedang mengisi kepala. "Eh, enggak kenapa-napa, Mas. Silakan masuk Mbak!" Kubuka pintu makin lebar, lalu meninggalkan perempuan itu bersama Mas Zaidan ke dapur. Meskipun ada perasaan tidak suka, aku tetap harus menjamu tamu.
Baca selengkapnya

Di Bali

Aku dan Zainab sudah ada di bandara untuk melakukan penerbangan ke Bali. Kami langsung memesan tiket setelah Pak Baharudin datang dan menceritakan tindakan Dio yang akan menjual saham perusahaan konstruksi milik Aditama yang notabene menjadi milik Zainab sekarang. Awalnya, Zainab tidak peduli dan ingin membiarkan saja tindakan Dio. Namun, saat Pak Baharudin mengatakan tentang nasib karyawan ke depannya, Zainab berubah pikiran. Dan kami pun bersiap untuk menuju Bali bersama Pak Baharudin. "Kamu kenapa? Ini tanganmu dingin banget, Za," kataku sambil mengusap berkali-kali telapak tangan Zainab bergantian kanan dan kiri. "Cuma gugup, Mas. Ini pertama kalinya aku mau naik pesawat," jawabnya dengan nada suara sedikit bergetar. "Ini gak seseram yang kamu bayangkan, Sayang. Anggap aja kayak naik mobil. Atau kamu bisa tidur aja nanti pas perjalanan." Aku berusaha menenangkan sambil terus menggosok telapak tangannya. Aku beralih ke arah Pak Baharudin yang duduk di belakang. "Apa Zainab mem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status