Home / Romansa / ISTRIKU GILA? / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of ISTRIKU GILA? : Chapter 81 - Chapter 90

108 Chapters

Kebahagiaan Terbesar

Saat awan mendung menanti bantuan angin untuk menjatuhkan kumpulan air yang ditampung, aku hanya mampu memandanginya dengan takjub. Siklus hujan yang memang bisa dipelajari lewat sains, tapi juga lewat keagungan Tuhan. Aku duduk di teras depan sambil melihat Zahira yang sedang belajar berjalan dengan Mbak Lita. Di usia tiga belas bulan, gadis kecilku sudah beranjak besar. Sudah bisa berjalan meskipun masih belum terlalu seimbang. Lima sampai sepuluh langkah dia berhasil, tapi kembali terjatuh setelahnya. Untungnya, dia tidak menangis dan justru tertawa lepas sambil sesekali menoleh ke arahku. Kehamilan yang sudah menginjak bulan delapan ini membuatku tidak bisa mengajari Zahira berjalan. Perut sudah mengganjal jika harus membungkuk. "Saya bawakan apel, Mbak." Bu Padma meletakkan sepiring potongan buah apel di meja bundar sampingku duduk. Lantas, dia pun duduk di kursi seberang meja. "Makasih, Bu. Malah ngerepotin," jawabku seraya menebar senyum. "Mbak Zainab masih sungkan saja sa
Read more

Kesepian

Selesai mengucap doa bangun tidur, aku menatap haru pada dua perempuan yang melengkapi hidup ini. Zainab dan Zahira masih tertidur pulas setelah makan malam di luar semalam. Aku merasa bersalah pada keduanya karena empat bulan terakhir ini terlalu sibuk dan hanya sedikit meluangkan waktu untuk mereka. Sejak kepergian Dio yang seperti ditelan bumi, perusahaan, restoran, dan juga kampus, aku sendiri yang mengurus. Di samping dengan semua keputusan yang diambil harus dengan persetujuan Zainab.Aku memang mengambil alih semua tugas Zainab karena tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya ataupun kandungannya. Dan sekarang, aku sangat protektif padanya dalam hal apa pun. Namun, beberapa kali Zainab merajuk dan sedikit menjaga jarak denganku. Puncaknya terjadi bulan lalu saat aku harus meninggalkannya ke Bali untuk mengurus proyek, sedangkan hari itu juga adalah jadwalnya periksa kandungan. Aku sudah memintanya mengubah jadwal minggu depannya, tapi rupanya Zainab justru berangkat perik
Read more

Jalan-jalan

PoV ZainabAku merasakan getaran kecil di kasur. Lantas, membuka mata dan terlihat Mas Zaidan sudah duduk di hadapanku. Dia membelai kepalaku lembut. "Mas, kapan pulang?" Kutatap wajah tampan yang masih sedikit basah itu. Lalu, melirik ke benda bulat yang menempel di dinding. Sudah hampir jam sembilan rupanya. "Belum lama. Kok, kamu bangun? Mas berisik, ya?" Dia balik bertanya. Aku menggeleng, lalu bangkit perlahan dan dibantu Mas Zaidan. Terasa perut bagian bawah penuh dengan cairan hingga aku pun beranjak dari tempat tidur. "Mau ke mana?" tanya Mas Zaidan. "Mau ke kamar mandi sebentar," jawabku seraya melangkah. Saat aku keluar dari kamar mandi, Mas Zaidan sudah merebahkan badan di tempat tidur."Mas sudah makan malam, belum?" tanyaku basa-basi. Harusnya, dia sudah makan di resto, tapi kali ini aku yang lapar meskipun sudah makan sore tadi. Mas Zaidan pun turun dari tempat tidur, dia menghampiriku yang masih mematung di depan pintu kamar mandi. Lantas, diraihnya tangan kiriku
Read more

Yang Terindah

Aku mendongak, menatap laki-laki berkulit putih di hadapan dengan sedikit terkejut. Kenapa aku bisa bertemu dengannya di sini? Apa ini kebetulan? Dan entah kenapa, jantungku berdetak lebih cepat. "Gak usah kaget begitu. Katanya, aku kakakmu?" Kini, dia duduk di bangku panjang tepat sebelah kiriku dengan jarak yang sangat dekat. "Kak Dio ngapain di sini?" tanyaku dalam. Aku takut jika Kak Dio melakukan hal yang tidak terduga karena tatapan matanya sama seperti dulu, saat sedang bersitegang. "Gak usah takut. Aku cuma mau ketemu adik kesayangan dan calon keponakan." Aku terhenyak dengan ketakutan yang tiba-tiba menguasai karena Kak Dio lancang menyentuh perutku. Sontak aku beringsut, menggeser duduk menjauh. "Minumlah, kamu terlihat pucat, Nis." Disodorkannya lagi botol air mineral yang dibawa. "Itu, Zahira, 'kan? Sudah besar dia, ya," lanjutnya lagi. "Kakak jangan macam-macam, aku bisa teriak!" gertakku. Namun, lelaki berkulit putih itu malah tersenyum mengejek. "Aku cuma kangen
Read more

Khawatir

Aku tidak tega saat melihat Zainab tidur di sofa ruang tamu. Dia menungguku semalaman hingga tidak memedulikan dirinya sendiri. Kejadian semalaman benar-benar di luar dugaan. Dio menghadangku saat perjalanan pulang dari hotel setelah bertemu klien terakhir. Dia seperti orang kesetanan dan menyerangku tanpa ampun. Untungnya, tidak ada Zainab. Namun, Amira yang terkena imbasnya. "Terima kasih, kamu datang tepat waktu," ucapku saat Angga datang membawa bantuan. "Sama-sama, Pak." Angga dan teman-temannya sesama polisi meringkus Dio tepat tengah malam. Namun, satu hal yang tidak kusadari. Ponselku hilang entah ke mana sehingga tidak bisa menghubungi Zainab. Sementara aku harus membawa Amira ke rumah sakit karena dia pingsan akibat pukulan dari Dio. Setelah dia sadar, dokter pun mengizinkan pulang. Untungnya, Angga ikut denganku karena Dio sudah diurus rekannya dan dia bersedia mengantar Amira pulang hingga aku pun melanjutkan perjalanan sendiri. Ingatan kejadian semalam begitu menggang
Read more

Ketegangan saat Zainab Melahirkan

Setelah beberapa saat mencoba menghubungi Zainab yang tak kunjung diangkat, hati ini mulai dilanda gelisah. Namun, sopir yang ditugaskan menjemput sudah datang dan dengan terpaksa, aku mengabaikan nomor Zainab yang tidak mau menjawab telepon. Selama perjalanan menuju kantor, aku terus berusaha menghubungi lagi nomor Zainab, dan hasilnya tetap sama. Nihil. Kenapa lagi dia? Apa marah karena aku tetap pergi? Ah, Za ... berhentilah kekanak-kanakan seperti itu. Aku bekerja menggantikanmu, untukmu. Sekitar pukul sepuluh pagi, aku sampai di kantor dan klien sudah menunggu di ruang meeting bersama direktur cabang Bali. Mereka menyambutku dengan ramah. Aku pun meminta untuk acara agar segera dimulai karena hati ini sama sekali tidak bisa tenang sejak sampai di bandara.Dengan fokus yang terpecah, aku tetap berusaha mencerna setiap kata yang disampaikan dalam meeting. Hingga semua selesai dan waktu terakhir adalah penandatanganan kontrak kerja sama. "Semoga kita bisa bekerja sama dengan bai
Read more

Menggoda

Ini kali kedua aku mengumandangkan azan dan ikamah di telinga bayi mungil yang belum genap satu jam terlahir ke dunia. Namun, ini sedikit berbeda karena kebahagiaan dalam hati ini terasa begitu lengkap. Aku bisa menyaksikan kelahirannya secara langsung bersama perjuangan Zainab yang tidak mudah. Baby boy dalam gendongan ini menggeliat pelan saat aku mencium pipi merahnya. Kulit yang masih selembut salju itu membuatku gemas. Wajahnya begitu mirip dengan Zainab. Hidungnya yang tidak terlalu mancung membuatku ingin menariknya. "Hai, Jagoan. Ini, papa, Nak. Kenapa wajah mama kamu nempel semua sama kamu, Nak? Papa sampai gak kebagian." Meskipun belum puas menatap bayi mungil itu, aku harus memberikannya pada perawat dahulu. Dan sekarang aku akan fokus pada Zainab dulu. Dia sudah dipindahkan ke ruang rawat setelah menerima beberapa jahitan pada jalan lahir. "Nanti, anak saya akan diantar ke kamar istri saya, 'kan?" tanyaku sebelum meninggalkan baby boy itu pada perawat. "Iya, Pak. Akan
Read more

Kuat, Zainab!

Kilau sinar matahari menerobos celah jendela yang tidak tertutup rapat tirai. Aku mengedarkan pandangan, ada dua laki-laki tercinta di lamar ini yang masih lelap dalam tidurnya. Belakangan ini, Mas Zaidan sering tidur lagi selepas salat Subuh karena menemaniku begadang merawat Zaki. Dia begitu perhatian dengan bayi laki-laki kami. Katanya, Zaki yang akan mengalahkan ketampanannya. Aku tertawa dalam hati saat mendengar penuturan itu, padahal mereka berdua sama-sama tampan. Aku bergegas mandi sebelum Zaidan junior bangun. Dia bocah pintar yang tidak pernah mau kutinggalkan sebentar saja. Apalagi, setelah acara akikah semalam. Sepertinya, Zaki kelelahan. Selagi Zaki belum bangun setelah aku mandi, langkah ini tertuju ke lantai dua. Meskipun masih sedikit sakit, aku tidak terlalu peduli. Ingin sekali menjadi orang pertama yang ada saat Zahira bangun tidur. "Eh, Mbak Zainab. Kenapa naik ke sini? Memangnya sudah gak sakit buat naik tangga?" Mbak Lita begitu peduli denganku. "Enggak, M
Read more

Maafkan Aku, Mas!

"Aku mau kue tal(tart), Ma! Cekalang(sekarang)!" rengek Zaki. Hari ini, genap empat tahun usianya. "Iya, Sayang. Tunggu Papa dulu, ya. Sebentar lagi, Papa pulang."Memang Mas Zaidan belum pulang sejak kemarin karena ada gathering di Lombok dan katanya pulang dengan penerbangan pagi ini. Dan kami diminta untuk menunggu jika ingin merayakan ulang tahun Zaki. "Gak mau! Maunya cekalang!" Lagi, Zaki merengek, bahkan menangis kencang. Aku ingin sekali menuruti permintaannya, tapi kondisiku yang tengah hamil muda tidak memungkinkan untuk pergi. Hingga Ibu membuka suara dan akan menuruti kemauan cucunya. Dengan terpaksa pula aku menyetujui dan ikut untuk pergi ke toko kue. Aku, Ibu, dan Zaki berangkat naik taksi setelah beberapa menit Mbak Lita pergi mengantar Zahira sekolah. Ya, gadis kecilku sudah masuk taman kanak-kanak. "Kamu harusnya gak usah ikut, Nak. Kamu kelihatan pucat, lho," ucap Ibu saat kami dalam perjalanan. "Gak mungkin aku biarin Ibu pergi berdua dengan Zaki. Zaki ini ana
Read more

Awal Kisah Baru

PoV ZaidanAku membanting ponsel setelah Pak Baharudin menelepon dan memberitahukan tentang tindakan Zainab yang memindahtangankan semua aset miliknya untuk Zahira dan Zaki. Aku merasakan sakitnya kehilangan saat mengingat Zainab yang melanjutkan langkah keluar dari rumah. Aku memang marah, benci, dan kecewa dengannya, tapi rasa dalam hati ini tidak bisa berbohong. Aku masih mencintai Zainab dan tidak ingin kehilangannya. Aku sempat berpikir jika tindakannya hanya menggertak. Namun, aku salah besar setelah mendengar cerita dari Pak Baharudin. Dan seketika itu juga aku mencari keberadaannya dengan menghubungi pusat customer service taksi online yang biasa digunakan Zainab. Stasiun kereta api terdekat menjadi tempat pemberhentiannya. Aku tidak lagi peduli dengan keselamatan. Yang kupikirkan hanyalah Zainab. Aku tidak siap kehilangannya. Meskipun sikapku tak lagi seperti dulu padanya, tapi nyatanya cinta untuknya tidak pernah melebur. Hingga terdengar bunyi pesan masuk saat aku tengah
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status