Beranda / Romansa / Bukan Perawan Tua / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Bukan Perawan Tua: Bab 61 - Bab 70

73 Bab

Sakit Jiwa

Sial sekali! Mulai hari ini, aku akan sering-sering bertemu Ammar. Bahkan mengerjakan proyek bersama dengan dia."Proyek kita ini bertempat di luar kota. Nanti malam kita berangkat. Kira-kira kita berada di sana sekitar satu minggu. Jadi persiapkan diri dengan baik." Klien-ku menjelaskan.Satu minggu?Ah, kurasa aku bisa gila berada jauh dari Rafael selama itu."Apa ini bisa diwakilkan, Pak? Sama asisten saya mungkin?" Aku menawar."Ya nggak bisa lah, Bu Mayang. Harus Ibu sendiri yang menggarapnya."Aku mendengkus.Saat jam istirahat makan siang, aku menghubungi Rafael."Hei! Kenapa mukanya lemes begitu?" Dia menyapa dengan wajah riang di sana."Mood aku lagi buruk banget, Mas. Masa nanti malam aku berangkat ke luar kota? Udah gitu selama satu minggu pula menetapnya. Dan yang bikin aku kesel, aku bersama Ammar juga."Wajah riang dari wajahnya seketika terurai. Lihatlah! Dia pasti cemburu."Sama Ammar? Memangnya nggak bisa nyuruh orang lain aja yang pergi?""Ya nggak bisa, Mas. Harus a
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-11
Baca selengkapnya

Ponsel Hilang

Kami tiba di lokasi pada jam delapan malam. Ah, badanku rasanya remuk. Perjalanan jauh membuat bokongku rasanya tepos seketika.Kamarku dan Ammar ternyata bersebelahan. Sebelum masuk, dia masih sempat melirikku. Aku melengos. Buru-buru masuk ke dalam kamar dan menguncinya.Kuempaskan tubuh ke ranjang. Rasanya nyaman sekali. Badan yang lelah dipadukan dengan ranjang yang empuk. Sungguh sempurna.Aku menoleh ke samping. Ponselku mencuat keluar dari dalam tas. Aku meraihnya. Nomor Rafael adalah yang pertama aku hubungi. Siapa lagi kalau bukan dia?Tidak membutuhkan waktu lama, wajahnya sudah muncul di layar sekarang. Aku sangat merindukannya. Padahal baru saja sampai. Masih ada sekitar enam hari lagi yang harus kami lalui tanpa satu sama lain.Jantungku bahkan berdebar kencang sata melihat wajahnya."Udah nyampek?" tanyanya. Aku merubah posisi menjadi telungkup."Udah. Aku kangen," keluhku."Baru juga nyampek." Dia terlihat baru saja mandi. Tangan kirinya mengeringkan rambut menggunakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-12
Baca selengkapnya

Hampir Ditabrak

"Kenapa? Ada yang hilang?" Laki-laki di sebelahku bertanya lagi."Ponselku nggak ada. Kamu lihat nggak?" Aku menatapnya panik."Ponsel? Memangnya kamu taruh di mana tadi?"Aku mengingat-ingat kembali. Tadi sebelum keluar dari kamar, aku mengantonginya. Lalu saat makan malam, ponsel itu kuletakkan di sisi piring sebab sempat ada pesan dari Rafael. Apa mungkin tertinggal di tempat kami makan tadi?"Tadi aku taruh di meja pas makan. Apa mungkin tertinggal di sana?" Aku berasumsi."Mana mungkin? Ponsel itu benda penting, May. Kalaupun tertinggal di meja pasti kelihatan jelas.""Nggak ada salahnya dilihat kembali. Aku akan ke sana."Aku berlari. Terdengar derap langkah cepat di belakangku. Ammar sepertinya mengikuti.Aku memeriksa meja tadi. Sampai di kolongnya pun aku cari. Meja sekitarnya pun tak luput dari pemeriksaanku. Orang-orang yang ada di sana sampai heran melihatku. Tapi hasilnya nihil. Ponselku tidak ada di manapun."Sebentar. Coba aku panggil dulu." Ammar mengeluarkan ponselnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-13
Baca selengkapnya

Bertubi-tubi

"Kenapa, Bu Mayang? Sepertinya sejak tadi Bu Mayang gelisah?" Pak Brata bertanya.Aku tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Pak. Saya hanya merasa seperti ada yang mengikuti. Tapi tidak ada siapa-siapa.""Bu Mayang ini, kan, cantik. Jadi wajar kalau ada yang mengikuti." Laki-laki berperut buncit itu terkekeh. Aku tersenyum masam."Apa kamu punya musuh belakangan ini?" Ammar yang berjalan di sebelahku bertanya lirih. "Ada satu orang yang aku curigai. Tapi sepertinya nggak mungkin dia sampai mengejarku ke sini.""Siapa?""Namanya Talita. Dia mantan pacar suamiku. Dia pernah hampir membunuhku, tapi gagal dan berakhir di penjara. Sepertinya dia dendam," jelasku."Hati-hati. Tetap waspada. Jangan jauh-jauh dariku."Aku menoleh. Menatap Ammar dengan bibir mencebik. Ucapannya sudah seperti satria baja hitam saja."Kenapa? Memangnya ada yang salah? Aku hanya ingin melindungimu. Itu saja."Aku kembali menatap ke depan. "Iya. Tapi ucapanmu itu seperti superhero yang nggak bisa terluka. Songong!"Di
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-15
Baca selengkapnya

Gelang Biru

Mataku mengerjap perlahan. Bau menyengat seketika terhidu begitu mata terbuka lebih lebar .Pandangan semakin kuperjelas. Tirai hijau yang menggantung di sebelah, mengingatkanku saat melahirkan Alvin. Mungkinkah aku sekarang juga ada di rumah sakit?Kugerakkan mata ke samping. Di sana tertunduk seorang lelaki muda. Lalu di sebelahnya, lelaki paruh baya tampak cemas dengan ponsel menempel di telinga."Ammar?" panggilku lirih.Kedua lelaki di sana menghambur padaku."May, kamu sudah sadar? Gimana perasaanmu? Maksudku, apa yang kamu rasakan sekarang?" Ammar bertanya cemas. Sementara Pak Brata hanya menyaksikan dengan raut wajah tak kalah cemas."Pusing," jawabku lemah.Laki-laki tampan di depanku ini mendengkus kesal. "Pak, ini sudah nggak benar. Pasti ada yang sengaja ingin meracuni Mayang," semprotnya pada Pak Brata."Ya, saya tahu, Pak Ammar. Nanti saya akan mencaritahu lewat ruang pengendali CCTV. Siapa tahu kita bisa dapat bukti dari sana. Dan untuk proyek kita, sepertinya kita tund
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-18
Baca selengkapnya

Pulang

Setelah keadaanku membaik, kami bertiga kembali pulang. Proyek kami harus tertunda entah sampai kapan. Aku masih ingin mengusut kasus ini."Makasih sudah mengantar, Mar," ucapku sebelum turun dari taksi. Ammar ikut serta mengantar sampai rumah. Alasannya ingin memastikan aku sampai di depan pintu dengan selamat."Oke. Aku pergi dulu." Taksi mulai melaju kembali. Dengan langkah lunglai, kuseret koper di tangan."Loh, May? Kamu sudah pulang? Katanya seminggu? Ini baru berapa hari, kok, sudah pulang?" Mama menyambutku dengan beberapa pertanyaan. Kebiasaan memang. Bukannya dipeluk atau dicium gitu, malah dikasih banyak pertanyaan.Aku mencium tangannya. "Alvin mana, Ma?""Lagi tidur siang. Kamu ini ditanya, kok." Mama kembali mengingatkan."Ceritanya panjang, Ma. Aku capek banget sekarang. Aku istirahat dulu, ya." Aku berjalan melewati Mama. Pasti beliau heran melihat sikapku yang tidak bersemangat seperti biasanya.Aku berjalan menuju kamar Alvin. Bocah itu sedang terlelap. Kuciumi wajah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-18
Baca selengkapnya

Tidak Mungkin!

Puas bermain dengan Alvin, aku kembali ke kamar sendiri bersama Rafael. Sementara bocah itu bermain bersama kedua neneknya. Bersyukur, keadaan Ibu semakin membaik sekarang."Mau mandi?" tanya Rafael saat melihatku melepas atasan.Aku mengangguk. "Hu um. Gerah aku.""Mau dimandiin nggak?" Alisnya bergerak naik turun dengan jahil."Ish! Apaan, sih?" Aku menyambar handuk di cantelan, lalu melenggang ke kamar mandi."Dimandiin suami itu enak, lho. Punggung ada yang gosokin. Pasti punggung kamu tuh banyak bolotnya," seloroh Rafael dari luar.Aku mencebik. "Enak aja! Aku selalu bersih, ya, mandinya. Nggak kayak kamu."Dia tertawa. "Cepetan mandinya. Aku juga gerah."Aku mendengkus. Dasar tukang maksa!Usai mengenakan handuk, aku berjalan keluar. Aku terlonjak kaget saat melihat sosoknya berdiri di samping pintu kamar mandi."Ih! Ngagetin orang aja!" Aku memukul lengannya pelan.Dia meringis. Lalu berjalan melewatiku. Sebuah sentakan kurasakan pada simpul handuk. Seketika benda itu melorot.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-18
Baca selengkapnya

Mengorek Informasi

Sepertinya aku harus berkunjung ke rumah Fira untuk memastikan. Tapi sebelum itu, aku akan ke rumah Ammar terlebih dahulu."Gimana anak-anak selama kamu tinggal, Fir? Pembukuannya bener nggak?" tanyaku. Untuk saat ini aku harus bersikap biasa saja."Bener, kok, Bu. Mereka udah mulai terbiasa kayaknya."Ada beberapa pembeli yang datang. Membuat percakapanku dengan Fira terhenti. Aku beralih pada Rafael yang sedang terpaku pada layar ponselnya."Mas, bisa antar aku ke tempat lain?"Dia memasukkan ponsel ke saku celana. "Bisa, dong. Mau ke mana? Beli bakso? Atau beli cilok?"Aku mencebik. "Bukan! Aku mau ke suatu tempat."Kami beranjak. "Fir, saya pergi, ya. Titip toko," pamitku.Fira mengacungkan jempolnya. Apa iya perempuan baik seperti dia tega menyakiti atasannya sendiri? Bahkan aku sudah menganggapnya seperti saudara sendiri."Kita mau ke mana, Sayang?" Rafael bertanya seiring dengan mesin mobil yang mulai menyala."Kita ke rumah Ammar, Mas."Pijakan pada pedal gas, urung dia lakuka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-21
Baca selengkapnya

Datang ke Rumah Fira

Aku menatap Mama Ammar dengan sorot meminta penjelasan.Helaan napas panjang terdengar dari bibirnya. "Benar, Nak. Fira itu aneh. Dulu saya pikir dia gadis yang baik. Tapi makin ke sini, ternyata dia menakutkan. Terkadang dia marah-marah nggak jelas. Terkadang juga dia terlihat begitu baik. Seperti dua orang yang berbeda."Aku berpandangan dengan Rafael. Alis laki-laki itu terangkat. Apa mungkin Fira memiliki kepribadian ganda? Sepertinya kami mulai menemukan titik terang sekarang."Apa Ammar tahu?" Rafael bertanya."Ya, dia tahu. Bahkan dia sempat ingin mengakhiri rumah tangganya. Hanya saja demi menjaga nama baik perusahaan, dia masih bertahan sampai sekarang. Usia pernikahan mereka masih seumur jagung. Jika bercerai sekarang, pasti akan banyak pertanyaan dari berbagai pihak."Benar juga. Selain itu, sikap Fira yang aneh juga pasti memengaruhi perusahaan Ammar."Bu, apa boleh saya minta alamat rumah Fira? Saya ingin menjenguk Ibunya yang dia bilang baru saja sakit.""Tentu saja bole
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-21
Baca selengkapnya

Kemunculan Fira

"Mas, mereka bawa pistol!" pekikku."Sial!" Rafael menginjak pedal gas makin dalam. Mobil kami meliuk-liuk di jalanan. Dari kaca spion, pengendara motor itu masih mengejar. Siapa mereka sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan Fira juga?"Gimana ini, Mas?" tanyaku panik."Tenang saja. Kamu pegangan yang kuat. Aku akan menambah kecepatan." Rafael semakin fokus ke jalanan. Keringatnya mulai mengalir di pelipis. Aku tahu dia tegang setengah mati.Aku memejamkan mata sembari berdoa. Bunyi tembakan yang bergema membuat rasa takutku makin nyata.Mobil kami oleng. Sebuah peluru sepertinya berhasil melubangi ban mobil kami. Rafael membanting stir ke kiri. Lalu setelahnya semua berubah gelap.***Mataku mengerjap. Bau menusuk yang sangat familiar menyerbu hidung. Sepertinya belum lama ini aku juga mencium bau seperti ini.Kuarahkan pandangan ke samping kiri. "Ma?""Mayang? Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak."Aku mencoba bangkit dengan kedua tangan di belakang sebagai tumpuan."Jangan banya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status