Kavita tertegun sebentar setelah mendengar ocehan Deryl. “Uang sekolah Karin, listrik, air, kebutuhan dapur juga ya ...” komentar Kavita sementara Yura hanya memeluk nampan dan tidak ikut berkomentar. “Iya, duh ... Jangan bilang kalau kamu lupa transfer!” “Bukan, aku sih tidak lupa—tapi ....” “Tapi apa, Vita? Cepat, jangan bikin aku menunggu!” “Menunggu apa?” “Menunggu ditagih lah! Kita bisa kena denda juga kalau telat bayar air dan listrik, Vit!” Kavita menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan supaya menimbulkan kesan bahwa dia sedang memikul beban yang jauh lebih besar dari seharusnya. “Vita, kamu kok diam saja?” desak Deryl lagi. “Mana uangnya?” “Aku capek sekali, Deryl.” “Kalau begitu habiskan dulu minumannya, ya?” sahut Deryl dengan nada semanis madu. “Biar capek kamu cepat hilang, Yura ini sangat pintar membuat teh!” Yura hanya melempar senyum paksa menanggapi ucapan suaminya. “Bukan itu, aku mau istirahat dulu. Kerja seharian itu berat, tahu.” Kavita melang
Read more