Semua Bab Lelaki Impian Si Gadis Tak Sempurna: Bab 21 - Bab 30

330 Bab

Gigolo sementara?

Setelah keluar dari gerbang pabrik, aku berlari menuju bis yang hampir berjalan. Mengetuk keras pintunya agar dibukakan kembali. Aku menunduk dan mengucapkan terima kasih pada sopir baik hati itu. Pabrik agak ramai karena pesanan meningkat. Walhasil aku pulang setengah jam lebih lama. Tapi itu sama saja dengan menabuh genderang perang dengan Matsushima. Karena aku akan terlambat sampai di club. Jika aku terlambat maka pengunjung akan terlantar tanpa musik RnB andalan Yokoha Club. Matsushima tidak mau itu terjadi karena club itu adalah tanggung jawab besarnya. Juga mata pencaharian satu satunya. Secepat kilat aku mandi dan memakai baju terbaik. Memasukkan make up maskulinku ke dalam tas dan pergi lagi menuju Yokoha Club menggunakan bis. Aku menepuk jidat karena terlambat lima belas menit. Dengan nafas ngos-ngosan aku segera menekan tombol absen. "Sial!! Aku telat." Aku segera menaiki panggung, menghidupkan DJ Player dan mengatur segala sesuatunya. Lalu mengeluarkan flashdisk
Baca selengkapnya

Kedatangan Nyonya Tatsuo

Aku tengah menyantap okonomiyaki lezat dengan teman asramaku, Rinto. Asrama ini terdiri dari banyak kamar. Satu kamarnya diisi dua orang TKI, kebetulan aku dan Rinto satu kamar. Rinto cukup mengenal kepribadianku. Dia tahu asal muasal siapa diriku sebenarnya, apa tujuanku merantau hingga ke Jepang, hingga pekerjaan sampinganku sebagai DJ di Yokoha Club. Rinto kerap kumintai pertimbangan mengenai racikan lagu RnB buatanku. Dia juga banyak memberi masukan jika hasil karyaku kurang memuaskan. Maklum, dia handal memetik senar dawai yang ada di kamar. Tak pelak jiwa senimannya tergugah ketika aku memutuskan menjadi DJ. "Pelan-pelan Rin. Nggak ada yang ambil makanan kamu." Rinto tersedak karena terlalu bersemangat melahap okonomiyaki pemberianku. Aku kerap mentraktirnya makan malam sebagai ucapan terima kasih atas saran aransemen yang ia sumbangkan untuk setiap perfomance-ku. "Aku lapar banget Jak." Ucapnya dengan mulut penuh. Aku menggeleng. "Makan tuh dinikmatin Rin, bukan kayak di
Baca selengkapnya

Si keras kepala Minaki

Sopir membukakan pintu untuk kami lalu Nyonya Tatsuo duduk di belakang dan aku duduk di bangku depan. Sebelumnya aku melihat balkon kamarku dari bawah. Syukurlah Rinto tidak muncul untuk mengintip. Setidaknya rasa was was ini tidak berlanjut ke hal yang lebih rumit. Meyakinkan Rinto agar tutup mulut bukan hal yang mudah. Sepanjang perjalanan, kami tidak mengobrol apapun. Suasana di dalam mobil sangat canggung dan hening. Lagi-lagi aku teringat dengan 120.000 Yen itu. Aku tidak bisa mengembalikan uang itu sekarang jika Nyonya Tatsuo memintanya sekarang. 'Ya Tuhan, ada apa ini?' Kami sampai di sebuah rumah makan Tonkatsu yang ada di Hongokitakata, dekat Sungai Yamaguchi. Menyajikan menu Ayam Nanban manis dengan saur tar tar yang lezat. Semangkuknya dihargai 400 Yen, atau setara 50 ribu rupiah. "Silahkan dimakan Jayka." Aku yang sudah makan malam pun menatap makanan itu kurang berselera. Tapi demi menghormati Nyonya Tatsuo akhirnya aku memakannya perlahan. Semoga saja perutku masi
Baca selengkapnya

Marahnya tidak main-main

"Dari mana aja Jak?" Tanya Rinto setelah aku menggantung jaket di belakang pintu. "Ehm....itu...tadi ada Matsushima." Rinto menaikkan kedua aslinya. "Bukannya yang datang Harumi? Kok jadi Matsushima?" Aiiiissh.... Bagaimana bisa aku melupakan naskah dramaku di awal tadi. Bodoh!!! "Ah... masak aku bilang ada Harumi sih? Enggak kok Rin. Salah denger kali kamu." Kilahku. "Masak sih." Rinto menggaruk tengkuknya. "Perasaan kamu bilang mau keluar sama Harumi kok Jak." Aku buru-buru mengakhiri pembicaraan rawan ini. "Aku tadi sama Matsushima ngobrol panjang lebar. Dia mau buka bisnis baru." Aku sempat mengenalkan Rinto pada Matshusima ketika ia kuajak ke Yokoha Club. "Usaha apaan?" "Ehm.... kuliner." Ide ini tercetus sembarang. Lagi-lagi aku berbohong demi menutupi kebohongan yang telah lalu. "Tidur Rin, udah malam." Putusku agar Rinto tidak makin bertanya-tanya. Aku segera memasukkan diri ke dalam futon hangat dengan memakai kaos kaki tebal khusus tidur. Karena musim dingin
Baca selengkapnya

Video ciuman terbaruku

"Sudahlah, tidak usah dibahas. Yang penting kamu ada disini sekarang." Ucapnya bahagia dengan memandangi wajahku. Aku terkekeh malu sendiri dengan tatapan Minaki. Pasalnya, Harumi saja tidak memancarkan kebahagiaan sebesar ini ketika menemuiku. "Mau minum teh seperti yang kamu inginkan?" Tawarnya. "Kamu masih ingat?" Minaki mengangguk. "Masih sangat mengingatnya Jayka." Aku mengangguk paham. "Ingatanmu sangat kuat." "Dan teliti." Aku berdiri dari jongkok satu kaki hendak menuju dapur. Namun Minaki menahan tanganku. "Biar aku saja Jayka, kamu adalah tamu." "Jangan, kamu disini saja." Minaki menggeleng. "Apa kamu berpikir perempuan cacat sepertiku tidak bisa membawa baki berisi teh?" Ohh.... baiklah. Ini pembicaraan yang sangat rawan sekali, jika Minaki sampai tersinggung maka habislah pekerjaanku. "Baiklah nona kecil. Aku sangat percaya padamu." Kemudian kuacak sekilas rambut rapinya. "Jayka!!! Ini hasil pergi ke salon." Ucapnya cemberut. Aku menutup mulut dengan tang
Baca selengkapnya

Ancaman kegalauan Minaki

"Terima kasih." Kubelai pipi halusnya yang tertutup make up minimalis. Ini salah satu cara membuat Minaki semakin terlena dan mengikuti arah permainanku. Minaki tersenyum malu karena perbuatanku. Karena perempuan berkebutuhan khusus seperti Minaki mudah sekali diluluhkan hatinya hanya dengan sedikit sentuhan dan perhatian. Mereka adalah kaum lemah yang haus akan kasih sayang. Ini lah saat yang tepat untuk membuatnya makin melayang dan menuruti keinginan Nyonya Tatsuo yang menyuruhku untuk mengembalikan sifat Minaki seperti sedia kala. Agar tidak banyak berdiam diri di kamar. "Kita minum tehnya." Ajakku. Lalu aku mendorong kursi rodanya menuju jendela kaca kamar yang perlahan mulai menghembuskan angin musim dingin. "Jayka?" "Hem?" Aku masih menuangkan teh ke dalam cangkir. "Kenapa kamu tiba-tiba kemari?" Aku menatapnya sekilas lalu meletakkan teko berisi teh. "Ingin saja. Aku bosan di asrama." Lalu berjalan ke arahnya dengan membawa dua cangkir teh hangat. "Terima kas
Baca selengkapnya

Merangkai masa depan

Orang stres selalu berpikiran pendek, salah satunya memilih mengakhiri hidup sebagai jalan pintas. Bayangannya, setelah mati mereka tidak akan merasakan sakit jiwa raga dan yang memusuhi pun hilang dengan sendirinya. Namun, keputusan bunuh diri bukanlah jawaban terbaik dari segala masalah yang melanda. Bahwa ada kehidupan setelah kematian yang jauh lebih adil timbangannya dan abadi. Aku beranjak dengan segera untuk meraih gunting itu lalu membuangnya asal. "Apa yang kamu lakukan hah?!!!" Pekikku tak kalah keras. Emosi ini tidak bisa kutahan lagi dengan Minaki berderai air mata. Segera kunetralkan emosi yang masih mendominasi otakku untuk menenangkan Minaki. Meski penuh drama, ini adalah bagian dari pekerjaan. Meski rumit, aku harus membuat Minaki tenang dan menerima kekurangannya. Lali bangkit meninggalkan rasa tidak percaya diri. Aku memegang kedua pundaknya sembari berjongkok. "Kamu berkata akan menemaniku minum teh bersama bukan?! Kenapa kamu jadi begini?" Ucapku lembut
Baca selengkapnya

Permintaan naif terkonyol

Minaki krisis dan kering akan perhatian juga saran. Padahal ia membutuhkan itu untuk bekalnya terjuna ke masyarakat luas. Karena tidak selamanya Minaki akan bergantung pada orang tua. Dia harus belajar mandiri. "Jangan mengatakan kamu cacat. Cita rasa terbak dari sebuah kue berasal dari resep dan pemanggangannya. Ayo bangkit, aku akan membantumu berdiri hingga mandiri." Minaki memelukku dengan entengnya di atas ranjang. Kata orang bed talk bisa menjadi pilihan untuk membicarakan hal penting. Saat berpelukan begini, aku melihat Nyonya Tatsuo tengah mengintip aktivitas berpelukan kami. Tanganku reflek hampir menyingkirkan tubuh Minaki namun beliau malah memberi aba-aba menggunakan tangan agar aku tidak melepaskan pelukan. Beliau menunjukkan gesture terima kasih lalu menutup pintu kamar Minaki. "Minaki, aku harus pulang karena besok harus bekerja." Minaki melepaskan pelukan kami. Lalu aku bergegas turun dari ranjangnya sembari membetulkan baju yang sedikit berantakan. Terpergok be
Baca selengkapnya

Hamili saja

Siulanku di dalam kamar mandi begitu nyaring saat mencukur rambut halus di sekitaran dagu. Penampilan seorang DJ tidak boleh mengecewakan dan harus bisa membuat penonton terbius dengan pesonaku sebagai lelaki berkulit coklat. Warna kulit yang tidak lazim ada di Jepang. Karena rata-rata laki-laki dan perempuan di negara ini berkulit putih. Sedang Harumi malah menyukai kulit coklat-ku yang menurutnya sangat macho dan eksotis. Aaah.... siang ini aku akan membawanya menuju tempat resepsi, ia pasti sangat senang begitu juga denganku. Selesai membersihkan diri, aku bergegas memakai setelan terbaik. Dan itu tidak luput dari pantauan Rinto. "Kemarin pulang duluan. Sekarang pergi duluan." Aku menoleh ke arahnya saat tengah mengatur rambut. "Kencan Rin." "Kencan terooosss." Cibirnya lalu duduk di tengah. "Kamu kenapa sih? Galau gara-gara dijodohin sama emak bapak di kampung?" "Ck.... Iyalah Jak. Siapa yang nggak seneng punya cewek kayak Harumi. Cantik, seksi, setia, pinter pula." Aku
Baca selengkapnya

Repotnya beristri dua

Acara menjadi DJ di resepsi pernikahan telah usai. Para tamu telah pulang, menyisakan tempat acara yang berantakan dan tugas para office boy dan girl untuk membersihkannya. Sedang aku masih memasukkan laptop di tas lalu membereskan DJ Player. "Jayka, ini honormu." Matshusima datang sambil menyerahkan amplop coklat padaku. Aku menerimanya dengan binar bahagia. "Terima kasih." "Mungkin aku bisa menjadi manajermu kelak jika sudah terkenal." Ucapnya terkekeh. Aku menghitung jumlahnya dengan uang masih berada di dalam amplop. "Senang bekerja sama denganmu kawan." 15.000 Yen untuk tiga jam manggung perdana. Bukan nominal yang buruk dan harus kusyukuri agar rezekiku dimudahkan esok hari. Setelah beres, aku menggandeng tangan Harumi menuju halte menunggu bus tujuan mall. Sengaja, aku ingin mengajaknya bersenang-senang dulu sebelum kembali ke asrama. "Suka baju itu?" Tunjukku di sebuah etalase stand baju di Miyako City Shopping Mall. Harumi mengangguk senang. "Belilah, aku yang baya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
33
DMCA.com Protection Status