All Chapters of Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut: Chapter 81 - Chapter 90

113 Chapters

81. UJUNG LIDAH SERIGALA

Hamparan air berwarna hijau agak kebiru-biruan melompat-lompat menerjang udara dengan riang. Berbaur dengan suara hembus dan riak yang cukup nyaring ketika mereka saling berbenturan. Belasan kapal melaju di atas permukaan air berombak itu dengan angkuh, barisan yang sangat meyakinkan menyatakan bahwa kapal ini adalah armada perang yang cukup tangguh. Dengan persenjataan lengkap di dalamnya dan puluhan, ratusan, bahkan ribuan tentara yang siap menggadaikan nyawanya di medan perang adalah dalil yang sah yang menyatakan jika barisan kapal ini bukan sebuah lelucon atau parade kemewahan. Di barisan tengah kapal-kapal itu terdapat sebuah kapal dengan bentuk yang paling berbeda dengan yang lainnya, lebih besar, lebih mewah, dan lebih lengkap persenjataannya. Bisa ditebak jika kapal ini adalah pemimpin dari barisan menakutkan itu. Di dermaga sana, sudah menanti seorang wanita berpakaian bangsawan dengan rambut sebahu dan senyum nyaris tak pernah henti tersungging dari wajahnya. Senyum yang m
last updateLast Updated : 2022-09-01
Read more

82. BEKAS PENCOPET DAN RATU PENYAMAR

Sontak Ayunda tercengang, begitupun dengan Bayu. Apakah yang dimaksud itu adalah Kalung Gajahsora? Ayunda belum bisa memastikan, karena itu ia semakin bernafsu melontarkan tanya. “Jelaskan pada kami, kalung apa itu? Siapa pria itu dan mengapa mereka mengirim kalian untuk menculik gadis-gadis di sini? Jelaskan!” Ayunda menodongkan pedangnya ke leher sosok yang sudah semakin lemah terikat rantai itu. “Hapsari...” Kades coba menenangkan Ayunda, namun Ayunda sama sekali tak menghiraukannya. “Jawab!” kata Ayunda mendesak. Sosok itu lagi-lagi mengatur nafas dan melenguh panjang sebelum benar-benar menjawab pertanyaan Ayunda. “Balasoka dan Danggapura menaklukkan kami dan memerintahkan kami menculik gadis hingga sampai 13 kali, semua gadis itu lalu diminum darahnya dan dimakan ginjalnya. Mereka berdua yakin jika itu dapat menambah kekuatan mereka untuk merebut kalung itu. Desa ini adalah pemukiman terdekat dengan tempat tinggal kami, karena itu kami menyerangnya, kami hanya tinggal menemu
last updateLast Updated : 2022-09-04
Read more

83. PARA PENCULIK PRAJURIT

Kamar itu hanya diterangi oleh lilin-lilin kecil yang menebarkan cahaya temaram. Tirai biru di sisi kamar berkibar pelan ditiup oleh hembusan udara yang entah berasal dari mana. Ada beberapa hiasan dinding yang tak terlalu penting untuk disebutkan. Tubuh perempuan itu perlahan bangkit dari selimut tebal yang menutupi separuh tubuhnya, ia berdiri di tepi tempat tidur dan dengan pelan mengenakan kembali pakaian kebangsawanannya yang berwarna biru muda, rambutnya yang sebahu dirapikannya. Tubuhnya yang tadi tak tertutup satu helai benang pun kini telah tertutup anggun kembali, meski cahaya remang-remang tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang basah oleh peluh dan merah menahan sensasi yang tak ada seorang pun mampu memperkirakannya. Tubuh lain juga muncul dari selimut tebal itu, sosok pria tegap dengan bekas luka di dagu. Rambut lurusnya yang agak panjang sedikit bergoyang diterpa angin yang entah datang darimana. Tubuhnya yang juga tak ditutupi oleh sehelai benang pun perlahan mula
last updateLast Updated : 2022-09-08
Read more

84. AMBISI TAHTA

Pria itu bangun dengan mendapati dirinya terikat di sebuah tiang. Ia tak mampu bergerak dan merasakan ngilu yang cukup mengganggu di bagian belakang kepalanya. Seperti baru saja dihajar benda tumpul. Pria itu meringis dan membiarkan dirinya sejenak dalam keadaan menahan sakit itu. Ia lalu mencoba melempar ekor matanya ke beberapa sisi ruangan itu. Ruangan tempat ia berada sekarang. Dari pengamatannya yang masih kurang sempurna karena ngilu di bagian belakang kepalanya itu, ia mengira ia sedang berada di sebuah ruangan pribadi seorang bangsawan. Itu terlihat dari ada peta yang menempel di dinding ruangan, beberapa pedang antik, barang-barang mewah lainnya yang berjejer rapi, sebuah meja kerja dengan perlengkapan tulis yang cukup lengkap, dan sebuah jubah berwarna merah yang menggantung di salah satu dinding ruangan itu. Dalam tatapannya yang masih kurang fokus, pria itu masih bisa mengenali jika jubah itu mirip dengan yang biasa digunakan oleh Senopati Darmendra. Mungkinkah ia kini be
last updateLast Updated : 2022-09-10
Read more

85. MIMPI SI PANGERAN TERBUANG

Kalyani lalu mengajak tiga tamunya itu ke koridor istana yang berada di lantai atas. Setelah berada di sana, Kalyani memberi isyarat pada seorang pengawal yang berdiri di dekat gerbang komplek istana untuk meniup terompet. Pengawal itu meniup terompet dengan nada tertentu. Dan serentak ratusan ribu prajurit perlahan berkumpul membuat barisan besar yang hampir memenuhi seluruh halaman utama istana yang memang cukup luas itu. Barisan itu begitu menakutkan dengan tentara yang berbaju besi dan senjata yang siap menerjang siapapun yang dianggap mengganggu. Wajah mereka kaku dan tajam, seolah yang ada di benak mereka hanya menerima perintah, tanpa ada kata bantahan. Seandainya diperintahkan untuk membunuh, maka membunuh. Memotong, maka memotong, membakar, maka membakar. Argani hampir tak percaya melihat pemandangan itu, mimpi yang ia bangun selama lima tahun ini seolah telah menemui muaranya. Memiliki ratusan ribu pasukan tak takut mati yang siap mewujudkan impiannya menduduki tahta Keraja
last updateLast Updated : 2022-09-13
Read more

86. DUA PENGEJAR KANIBAL

“Di sana lembah Bernawa.” ucap Ayunda pelan tanpa memandang ke arah pemuda itu. “Berarti kita hampir sampai," komentar Bayu yang tak mengira tebakannya tepat. “Mungkin dua hari perjalanan lagi,” jawab Ayunda dengan nadanya yang datar. “Apa kita bisa lebih cepat? Bukankah lembah itu terlihat cukup dekat dari sini?” “Bisa, jika kau memutuskan untuk melompati jurang ini, tapi jangan minta aku untuk mengemasi tulang-tulangmu yang berserakan,” sahut Ayunda sambil berjalan pelan meninggalkan Bayu menuju sebuah tempat yang agak lindung tak jauh dari situ dan duduk di sana. Sementara Bayu hanya melongo, agak bingung dengan Ayunda, sudah hampir dua hari penuh mereka menempuh perjalanan, dan sikap perempuan itu padanya sama sekali tak berubah, dingin, datar. Layaknya seseorang yang yang tak memiliki ketertarkan sama sekali, Bayu agak heran. Padahal sebelumnya ada tiga gadis yang terhitung cantik mencoba untuk mengambil hatinya. Lantas pemuda itu kembali berjalan dan menghampiri Ayunda lalu
last updateLast Updated : 2022-09-17
Read more

87. DESIR ANEH SANG RATU

“Perlu kau ketahui, pusaka itu telah menjadi rebutan sejak ratusan tahun lalu. Sebelum dan setelah Negeri Danta menjadikannya sebagai pusaka resmi kerajaan mereka..” Ayunda sengaja menggunakan kata ‘mereka’ agar membuat Bayu tak curiga jika sebenarnya ia adalah penguasa negeri Danta saat ini. “Namun Danta adalah kerajaan besar, bagi negeri-negeri kecil, menyerang Danta sama halnya dengan bunuh diri semata. Dan bagi negeri-negeri yang relatif besar, sama halnya dengan mengorbankan nyawa tentara mereka untuk pusaka yang belum pasti mereka dapatkan..” sampai di titik ini Ayunda terdiam sejenak, mencoba mengetahui respon Bayu, namun pemuda itu hanya diam sambil memainkan daun-daun yang berserakan tertiup angin di depannya. Ayunda lantas melanjutkan penjelasanya, “itu artinya perebutan ini hanya diwakili oleh beberapa negara yang dianggap besar dan kekuatannya sama atau bahkan lebih daripada negeri Danta. Ada beberapa negeri yang memenuhi kriteria itu, Tribuwana, Warastika, Purasani, Caya
last updateLast Updated : 2022-09-19
Read more

88. TAMU TAK TERDUGA

Argani lagi-lagi tersenyum, “kujamin Ayunda dan para anak buahnya akan kelabakan menemui gudang senjata mereka telah menjadi abu.” “Lantas apa langkah kita berikutnya, Paduka?” tanya Panembrana. “Kita akan menyerang ibu kota, lusa... Kembalilah ke markasmu, kerjamu bagus, tapi ini bukan akhir..” “Daulat, Paduka...” prajurit itu lalu pergi meninggalkan Argani beserta kedua penasihatnya. “Paduka, apa tak seharusnya rencana penyerangan ini dipikirkan ulang?” Wirasana sedikit berkomentar. “Lalu apa rencanamu?” Argani membuka peta ibu kota Danta yang tergulung di atas meja. “Lebih baik kita merebut Lalawangan yang lebih dekat dengan ibu kota dulu sebelum menyerang ibu kota, itu agar kita bisa menghimpun kekuatan yang lebih besar dan bisa mengawasi keadaan ibu kota lebih baik.” “Tapi aku tak bisa menunggu terlalu lama lagi, Wirasana,” tolak Argani, “lima tahun penantianku adalah lima tahun tersulit dalam hidupku, lima tahun aku merelakan tahta yang seharusnya milikku diduduki oleh ora
last updateLast Updated : 2022-09-21
Read more

89. MENARA PENJARA

Dira berjalan dengan wajah sedih khawatir, dan menahan kerinduan yang mendalam. Derap kakinya yang cukup cepat seolah tak terlalu kuat menopang gumpalan perasaan kalut yang kini menderanya. Obor-obor menempel di dinding lorong gelap dan pengap itu seolah tak mampu menyembunyikan beban yang kini menyelimuti hatinya. Dua orang penjaga menunduk hormat kepada putri Mahapatih kebanggaan negeri Adighana ini. “Aku ingin menemuinya,” ucap Dira pelan, menyatu lembut bersama angin risau yang bertiup luruh dari nada suaranya. Dua penjaga itu membuka pintu jeruji besi itu, suara gembok beradu membangunkan pria paruh baya yang sedang tertidur di dalamnya. Dira masuk dan sempat terdiam beberapa saat sebelum menghambur memeluk sang ayah yang masih tampak begitu tenang meski ia tahu ia sangat tak baik-baik saja. “Apa kabarmu?” tanya Cadudasa sejenak setelah melepaskan pelukan Dira. “Ayah yang bagaimana?” Dira membalas tanya. Getar kerinduan dan galaunya telah berangsur-angsur pulih seolah larut d
last updateLast Updated : 2022-09-23
Read more

90. LEMBAH BERNAWA

Susena memandang Argani lama sebelum menggeleng perlahan. Dan tanpa ampun lecutan yang sama menghantam tubuh Susena, pria itu memekik menahan ribuan rasa sakit yang mendera tiap kali benda kejam itu menyentuh kulitnya. Argani memandang dua tawanannya yang sedang kesakitan itu, “ayolah, tak bisakah kalian sedikit berempati kepadaku? Hakku dicuri, tahtaku direbut. Dan kalian bisa dengan santainya menyebut jika Ayunda adalah Raja yang sah. Lagipula aku tak akan melupakan jasa-jasa kalian jika bersedia bergabung denganku. Kalian pasti akan kutempatkan pada posisi yang lebih dari yang kalian dapatkan sekarang.”. Dua tawanan itu terdiam. Mereka masih ragu dengan apa yang sedang mereka pikirkan. Menjaga janji setia terhadap Ratu Ayunda namun harus merelakan nyawa mereka yang mungkin akan terbuang dini di menara ini, atau mendukung Argani dan bisa melepaskan diri dari jerat siksa yang menyakitkan ini sambil memikirkan jabatan yang mungkin akan Argani tawarkan pada mereka. “Bagaimana? Kali
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more
PREV
1
...
789101112
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status